25 radar bogor

Mendagri Marah ke Pro-Ahok

JAKARTA–Pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok harus berhati-hati dalam menyuarakan pendapat saat berdemonstrasi.

Kecaman Veronica Koman kepada rezim Jokowi saat berdemonstrasi Selasa lalu (9/5) membuat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo marah. Politikus PDIP itu bahkan mengancam akan memperkarakan Veronica.

Dalam demonstrasi di depan Rutan Cipinang itu, Veronica menyebut rezim Jokowi lebih parah daripada rezim Susilo Bambang Yudhoyono. Dia menyebut pemerintahan Jokowi tunduk kepada tekanan massa. Ratusan orang yang saat itu ikut berdemo untuk menuntut pembebasan Ahok mengiyakan pernyataan pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tersebut.

”Saya segera akan kirim surat kepada dia. Dalam waktu satu minggu harus mengklarifikasi apa maksud pernyataan terbukanya,” kata Tjahjo kemarin (11/5).
Jika dalam waktu satu minggu Veronica tidak menyampaikan klarifikasi dan menyatakan permintaan maaf, Tjahjo mengancam akan memperkarakannya. ”Saya sebagai pembantu presiden dan mendagri akan melaporkan ke polisi,” tegasnya.

Bukankah orasi seperti itu biasa dalam unjuk rasa? Tjahjo menilai pernyataan Veronica tidak etis. Melayangkan kritik untuk pendidikan politik bagi masyarakat memang diper- bolehkan. Namun, mengaitkan satu rezim dengan rezim lain dengan nuansa negatif dia anggap tidak patut.

”Saya bagian dari rezim pemerintah Jokowi yang dituduh kan boleh meminta klarifikasi. Kebebasan kan harus bertanggung jawab,” tuturnya.

Hingga berita ini ditulis, Veronica belum mau memberikan tanggapan atas ultimatum dari pemerintah. ”Nanti ya, saya belum mau sikapin,” ujar aktivis gerakan Papua Itu Kita tersebut.

Sementara itu, demonstrasi yang menuntut pembebasan Ahok di depan Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, terpaksa dibubarkan polisi. Sebab, massa terus berdemonstrasi sampai pukul 19.30 WIB. Padahal, menurut UU No 9 Tahun 1998, demonstrasi sudah harus selesai pada pukul 18.00 WIB.

Ahok sebenarnya sempat meminta para pendukungnya untuk bubar sendiri. Petugas rutan memperbolehkan dia berbicara melalui handie-talkie (HT) yang disambungkan ke pengeras suara. ”Karena hari ini merupakan Hari Waisak, saya meminta kepada teman- teman untuk membubarkan diri,” kata Ahok.

Ahok menyatakan, jika pendukungnya terus bertahan di Mako Brimob, lalu membuat lingkungan terganggu, penahanan dirinya bisa dipindah lagi. ”Bahkan bisa dipindahkan ke luar kota,” ucapnya.
Namun, massa pendukung gubernur DKI Jakarta nonaktif itu tetap bertahan. Karena tidak ada pilihan lain, polisi akhirnya membubarkan mereka secara paksa.

Kepala Bagian Operasional Brimob Kelapa Dua Kombespol Waris Agono menyatakan, sterilisasi Mako Brimob dari massa pendukung Ahok dilakukan karena demonstran telah menyalahi Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1998. ”Demonstrasi ini mengganggu umat Buddha yang tengah memperingati Waisak serta mengganggu pengguna jalan,” papar dia.

Lebih lanjut, Waris menyatakan bahwa Ahok diperlakukan sama dengan tahanan lain. ”Ruangan tahanannya ada di lantai 1. Dia (Ahok, Red) ditahan terpisah dari tahanan makar Al- Khaththath dengan besar ruang tahanan 2 × 3 (meter) untuk satu orang saja, tidak pakai kasur, hanya beralas, dan kamar mandi ada di dalam,” paparnya.

ELITE HARUS BERPERAN MENCEGAH POLARISASI

Makin terbelahnya masyarakat sebagai dampak kasus yang menjerat Ahok membuat beberapa pihak khawatir. Harus ada tindakan nyata, tidak sebatas imbauan agar suasana di tengah masyarakat segera dingin lagi.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, agar gesekan masyarakat tidak terjadi, tokoh tiap-tiap kelompok, baik yang pro maupun kontra Ahok, harus bisa meredam pendukung masing-masing. Mereka harus menerima putusan pengadilan secara legawa. Mereka jangan dibiarkan bergerak sendiri. ”Saya yakin, jika dikendalikan para tokohnya, akan bisa damai dan tidak melakukan aksi,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos (Grup Radar Bogor).

Menurut dia, para tokoh agama dan masyarakat di luar kelompok tersebut juga bisa mengambil peran sebagai mediator untuk mendinginkan suasana. Harus diingat, masalah hukum tidak bisa diselesaikan dengan aksi massa. Yang tidak puas dengan putusan pengadilan bisa menempuh jalur hukum dengan banding.

Dia mengatakan, jangan hanya karena satu kasus atau persoalan satu orang, negara ini pecah. Keutuhan bangsa harus dipertahankan. Kerukunan dan persatuan harus dikedepankan. ”Terlalu mahal harganya. Hanya karena satu orang, negara ini pecah,” tutur pria kelahiran Bandung itu.

Ketua PB NU Robikin Emhas mengatakan, semua pihak harus menahan diri. Biarlah hukum berjalan secara mandiri dalam menyelesaikan kasus Ahok. Di negara hukum, siapa pun harus tunduk dan patuh terhadap hukum. ”Apa pun putusan hakim harus kita hormati,” ucap dia kemarin.
Upaya Ahok dalam mengajukan banding juga harus dihormati. Sebab, itu menjadi haknya. Tidak perlu ada hujatan atau cibiran terhadap warga negara yang menggunakan hak hukumnya atas proses peradilan. Sebab, itu merupakan pengejawantahan prinsip kesetaraan di mata hukum.
Terkait dengan potensi gesekan di masyarakat, dia percaya bahwa polisi sudah mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah dan mengatasinya.

Sementara itu, Juru Bicara Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow menuturkan bahwa pihaknya setuju dengan upaya menyambungkan lagi kubu pro dan kontra dalam kasus Ahok melalui rekonsiliasi atau sebagainya. Namun, sebenarnya saat ini sudah berkembang tidak hanya pada yang pro dan kontra. ”Tapi, pada masyarakat yang terusik rasa keadilannya,” jelasnya.

Rasa keadilan itu terusik karena proses hukum terhadap Ahok begitu cepat, tapi proses hukum terhadap pihak lain yang ada dalam pusaran kasus tersebut belum juga sampai ke pengadilan. Misalnya, sejumlah kasus yang menjerat Habib Rizieq. ”Malahan sekarang bisa bepergian ke luar negeri,” ujarnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Rikwanto menyatakan bahwa lembaganya akan mendukung apa pun yang diperlukan demi kebaikan bangsa dan negara. ”Harus didukung bila semuanya ingin seperti itu,” ucapnya.

Reaksi pascaputusan Ahok turut menjadi perhatian TNI. Khususnya jajaran TNI-AD. Baik yang bertugas di Jakarta maupun luar ibu kota. ”Satuan-satuan TNI-AD, baik di wilayah maupun di Jakarta, terus mencermati setiap perkembangan situasi,” ungkap Kepala Dinas Penerangan TNI-AD (Kadispenad) Kolonel Arm Alfret Denny Tuejeh kepada Jawa Pos kemarin. Langkah itu diambil menyusul sejumlah aksi yang dilakukan kelompok pro- gubernur DKI nonaktif tersebut.

Markas Besar TNI-AD di Jakarta juga memantau situasi di setiap daerah. Termasuk kondisi di Jogjakarta yang sempat panas. Meski aparat mengamankan sejumlah pihak, laporan yang diterima Denny menyatakan bahwa kondisi masih terkendali. ”Secara umum, situasi aman saja. Yang muncul hanya aksi dalam wujud keprihatinan,” jelas Denny.(idr/ lum/syn/c11/ang)