25 radar bogor

Nabung Receh Enam Tahun

ABAY/METROPOLITAN

BATALNYA 57 jamaah Hannien Tour beribadah umrah ke tanah suci, menyisakan banyak kisah sedih. Di antaranya, dialami Udin (75) dan Itoh (70). Di usia senjanya, mereka harus menghapus impian manisnya.

Keduanya tampak masih fasih meng- ucapkan “Labbaika allahumma labbaik”. Untuk mengumpulkan ongkos umrah, keduanya harus mengumpulkan recehan selama enam tahun.

Pasangan asal Desa Cisalopa, Kecamatan Cisalopa, Kabupaten Tasikmalaya, itu tertahan di Bandara Soekarno. Batalnya terbang menuju tanah suci bukan yang pertama dialami buruh tani ini.

“Tos opat kali teu janten. Ti bulan Maret dugi kamari teu janten keneh. (Sudah empat kali, tidak jadi. Dari bulan Maret sampai kemarin belum jadi terus),” tutur Udin saat ditemui Radar Bogor di depan Ruko D 14 Cibinong City Center, kemarin malam.

Bagi abah Udin dan mak Itoh, untuk berangkat umrah ke tanah suci merupakan cara terakhir. Maklum, untuk berangkat haji, dirasa tidak mungkin, karena usia senja. Daftar haji, paling cepat baru bisa berangkat sepuluh tahun kemudian.

“Umroh tos jiga naek haji kanggo abah sareng emak. Mugi nyiswa tos sepuh. Upami daftar haji duka iraha mangkatna. Janten ieu nabung dugi kempel Rp55 juta kanggo mangkat sareng emak ka Mekah. (Umrah sudah seperti naik haji buat kakek dan nenek. Karena usia sudah sepuh. Kalau daftar haji, entah kapan berangkatnya. Jadi, ini nabung sampai Rp55 juta buat berangkat bersama istri ke Makkah),” imbuhnya.

Untuk daftar umrah, Udin dan Itoh harus membayar Rp55 juta (Rp27.500.000 per orang, red). Uang tersebut, mereka dapat dengan mengunpulkan Rp2.000 hingga Rp10.000 per hari.

“Ngempelkeun saalit-saalit. Teras ditambihan ku putra sapalih. (Mengumpulkan sedikit-sedikit. Kemudian, ditambah sama anak laki-laki sebagian),” tuturnya.

Udin dan Itoh tidak sendiri. Nasib serupa juga dialami Nursadi (69), warga Kampung Mitrabakti, Desa Cipedes, Kabupaten Tasikmalaya. Kakek empat cucu ini nampak termenung di dalam ruko.

Badannya tersandar di deretan koper jamaah. Matanya terpejam dan sesekali menitikkan air mata. Mulutnya pun tak henti- hentinya meracau. Tak jarang, berteriak lantang menyebut nama Allah dalam takbir.

“Allahuakbar.. Allahuakbar.. Allahuakbar. Ya Allah gampilkeun ya Allah. Astagfirullah,” ucap kakek yang masih mengenakan batik itu.

Saat ditemui Radar Bogor, Nursadi tidak banyak bicara. Ia nampak kebingungan. Satu sisi, ia ingin segera pulang ke rumah. Bertemu dengan keempat cucu dan anak-anaknya.

Namun, ia merasa malu dengan tetangga lataran batal menuju tanah suci. Apalagi, ini merupakan yang ketiga kalinya Nursadi gagal terbang.

Hal serupa dirasakan para calon jamaah lainnya. Maka dari itu, jamaah memilih menginap di sekitar Bandara Soekarno Hatta selama 12 hari. “Muhun aya 57 jamaah anu ti Tasikmalaya. Sadayana ngendong ti hotel bandara. Soalna mun langsung uih isin. (Iya, ada 57 jamaah yang dari Tasikmalaya. Semuanya menginap di hotel. Soalnya kalau langsung pulang, malu),” tuturnya.

Sedangkan untuk mendaftar umrah, Mursadi melalui cabang Hannien Tour yang ada di Tasikmalaya. Untuk biaya umrah, Nursadi lebih murah ketimbang Udin dan itoh.

Nursadi diminta Rp21.000.000 untuk berangkat menuju tanah suci. “Abdi kolektif ka pak Ustad Dudung. (Saya kolektif ke pak Ustaz Dudung),” pungkasnya. (all/c)