25 radar bogor

Pendidikan Hak Bagi Setiap Warga Negara

Oleh : Ira Nihrawati AS
Wartawan Radar Bogor

SAAT Nadiem Makarim dipanggil ke Istana memakai baju putih, saya memprediksi posisinya adalah Menteri Pendidikan. Rupanya prediksi itu tepat.

Kenapa bisa menduga Nadiem akan menangani soal pendidikan? Semata-mata melihat perubahan proses belajar mengajar menggunakan teknologi selama ini dan mulai banyak diaplikasikan.

Semisal Ruang Guru. Siswa dan guru tidak harus bertatap muka tetapi mereka bisa mendapatkan bahan pelajaran secara langsung. Itu hanya bagian kecilnya.

Dan Nadiem di kesempatan pertamanya juga mengatakan akan memadukan teknologi dalam kemajuan pendidikan Indonesia. Juga tidak lupa untuk pendidikan karakter.

Banyak yang meragukan pengangkatan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan. Mengganggap tidak ada korelasi pekerjaannya selama ini dengan dunia pendidikan.

Presiden Jokowi sudah berdiskusi dan menilai Bos Gojek ini punya terobosan-terobosan untuk memajukan dunia pendidikan. Saya pun demikian, tidak meragukan kemampuan suami dari Franka Franklin ini.
Penggunaan teknologi memang harus dilakukan. Namun sebelum bekerja lebih jauh dengan program-program spektakulernya, ada baiknya Cucu Pejuang Perintis Kemerdekaan ini jalan-jalan ke daerah-daerah terpencil.

Yang paling cepat dan efisien, kunjungi daerah penyanggah ibu kota. Dekat, mudah dijangkau. Yang terpenting bisa pakai Gojek.

Jalan-jalan ini penting karena selama ini Nadiem tumbuh besar di kota-kota besar. Mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah yang sudah modern. Agar dalam mengambil kebijakan bisa menyeluruh buat anak bangsa yang menjadi hak mereka.

Kalau bisa saya sarankan, Mas Nadiem cukup melipir ke Kabupaten Bogor. Di wilayah dengan jumlah penduduk 5,6 juta jiwa ini, masih banyak anak-anak yang hingga duduk di bangku Sekolah Menengah belum pernah bersentuhan dengan komputer.

Kejadian terbaru, ada salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang membeli 25 komputer. Rencananya komputer itu akan dikenalkan ke siswa pada pekan berikutnya. Namun maling beraksi lebih cepat. Sebelum para siswa belajar menekan tombol power, mengoperasikan, perangkat tersebut raib. Mereka pun bertangis-tangisan. Pupus harapan untuk bisa belajar komputer.

Selama ini ada beberapa sekolah di Kabupaten Bogor harus menumpang di sekolah lain ketika Ujian Berbasis Komputer.
Hal lain, belum semua anak-anak dengan mudah mendapatkan pengajaran. Mereka harus menempuh perjalanan jauh, melewati lembah, mendaki, demi menuntut ilmu.

Tak masalah jika anak-anak itu berjalan jauh. Selain sehat, mereka bisa semakin akrab dengan teman-temannya.

Yang anak-anak sedihkan, ketika tiba di sekolah tapi tidak ada yang mengajar. Karena salah satu guru sakit misalnya.

Banyak sekolah di Kabupaten Bogor hanya memiliki guru tiga atau empat orang saja. Dari keempat guru itu, yang berstatus PNS satu orang, selebihnya guru honorer yang dibayar seadanya.

Belum lagi ancaman gedung ambruk ketika sedang belajar. Waswas selalu menghantui, baik para siswa maupun gurunya. Ratusan sekolah tidak layak karena kondisi bangunan yang sudah rapuh.

Ini baru potret di wilayah penyanggah ibukota. Yang mungkin saja penduduknya ada yg mengaku tinggal di “Jakarta Pinggiran”. Bagaimana dengan potret anak-anak yang tinggal jauh dari ibukota.

Bisa dipastikan banyak yang memiliki kondisi serupa.
Mas Nadiem, selain memprioritaskan teknologi, pemerataan pendidikan baik itu sarana maupun prasarananya juga harus diperhatikan. Agar semua anak bangsa bisa merasakan kemerdekaan. Karena pendidikan adalah hak segala bangsa. (*)