25 radar bogor

Yusfitriadi: Pilkades Serentak di Kabupaten Bogor Berpotensi Gaduh

Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi
Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi

CIBINONG-RADAR BOGOR, Kabupaten Bogor, sebentar lagi akan diramaikan dengan pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di 273 desa. Berbagai persiapan terus dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor untuk menyukseskan pesta demokrasi tingkat desa yang dihelat pada 3 November 2019 mendatang tersebut.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi memprediksikan, akan memunculkan banyak potensi masalah dalam Pilkades serentak itu. Bahkan, akan berakhir pada kegaduhan.

Menurut Yus, minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam gelaran kontestasi pada Pilkades serentak 2019 ini sangat tinggi. Seperti misalnya bisa dilihat dalam konteks peserta.

Sebelum diseleksi menjadi calon, ada dalam satu desa yang sampai berjumlah 12 orang bakal calon. Banyak juga spanduk maupun media kampanye lainnya yang cukup massif dan merata.

“Dalam konteks partisipasi masyarakat, sangat terasa juga atmosfer keberpihakan dan persaingan antar pendukung calon di tengah – masyarakat yang dikomandani oleh tim sukses. Termasuk cara yang menciderai demokrasi di tingkat desa, seperti politik uang, ujaran kebencian, kampanye negatif dan kampanye hitam,” papar Yus pada Radar Bogor.

Yus sendiri mengaku sudah tercium indikasinya seperti tidak ada regulasi yang khusus mengatur pelanggaran dan kecurangan pada penyelenggaraan Pilkades. Undang-undang desa dan Peraturan Bupati (Perbup) tidak secara khusus mengatur penanganan pelanggaran dan kecurangan dalam Pilkades.

Sehingga kontestan dan masyarakat tidak ada yang merasa dibatasi aktifitasnya. Termasuk menumbuhsuburkan perilaku pragmatisme di tengah masyarakat. Begitupun masyarakat yang kebingungan kepada siapa harus melaporkan berbagai aktifitas yang melanggar kontestasi elektoral pada Pilkades tersebut.

“Ini juga menjadi kepanjangan tangan politis. Kontestasi kepala desa rentan dimanfaatkan untuk kepentingan kekuatan politik, baik parpol maupun perorangan yang mempunyai agenda politik. Misalnya agenda politik tahun 2024 baik Pileg maupun Pilkada,” sambungnya.

Kondisi tersebut jelas berpotensi terjadinya kegaduhan. Bahkan bukan tak mungkin akan sampai pada konflik horizontal di tengah masyarakat desa dan berpotensi perpecahan yang luar biasa.

Bahkan kondisi tersebut sudah terlihat sejak sekarang dalam rangka berebut pengaruh pemilih. “Jika pemerintah daerah tidak segera mengambil langkah kongkrit dan konstruktif maka perpecahan tidak akan terelakan,” tegasnya.(dka/c)