25 radar bogor

Jelang Kabinet Baru, DPR dan Indef Fokus Soroti Kebijakan Menteri BUMN

JAKARTA-RADAR BOGOR, Rencana lima Badan Usaha Milik Negara menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) menuai banyak sorotan dari kalangan DPR dan pakar. Diketahui, agenda itu untuk merombak jajaran direksi yang ada.

Salah satu yang menyoroti RUPSLB itu adalah Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Menurutnya, rencana perombakan direksi atas arahan Menteri BUMN Rini Soemarno itu bisa berimplikasi negatif bagi perekonomian nasional.

“Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah menurunnya saham perbankan di pasar modal sejak rencana RUPSLB ini diumumkan,” ujar Bhima Yudhistira dalam diskusi “Motif di Balik Rencana Perombakan Direksi BUMN” di Jakarta, Selasa, (20/08).

Seperti diketahui, atas permintaan Rini Soemarno, lima BUMN akan menggelar RUPSLB pada 28 Agustus – 2 September 2019. Kelima BUMN itu adalah 4 BUMN perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN), dan satu BUMN migas (PGN).

Salah satu agenda RUPSLB adalah mengganti pengurus perusahaan, yakni jajaran direksi dan komisaris. Rencana ini sudah diagendakan dan dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Bhima berpandangan, karena kasus ini memungkinkan bisa menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang dipatok Presiden Jokowi sebesar 5,3 persen di tahun ini. Sebab, stabilitas ekonomi yang menjadi prasyarat utama untuk mencapainya terganggu.

“Maka itu, ada baiknya rencana tersebut ditunda sampai terbentuk kabinet baru pada Oktober mendatang,” ujar Bhima.

Apalagi, lanjut Bhima, tak ada yang urgent untuk melakukan perombakan direksi BUMN, khususnya BUMN perbankan. Keempat BUMN perbankan tersebut relatif berkinerja baik.

“Kalau mau melakukan prioritas perombakan direksi mesti di BUMN bermasalah, seperti Garuda Indonesia dan Pertamina,” tegas Bhima.

Kalau pergantian direksi bank BUMN tetap dilakukan, Bhima menduga, latar belakangnya bukan soal ekonomi atau kinerja. Tapi bisa jadi lebih karena pertimbangan politik, dan itu tidak bagus bagi stabilitas perekonomian nasional.

Sementara itu, aktivis 98 yang juga politikus PDIP Ahmad Yuslizar yang juga hadir sebagai salah satu pembicara dalam diskusi menuturkan, langkah meneg BUMN Rini Soemarno yang berlawanan dengan Jokowi tentu akan menyebabkan gejolak politik.

“Masyarakat tentu akan bertanya-tanya, kok bisa ada menteri yang tidak taat perintah presidennya. Hal ini tentu akan merugikan Jokowi,” paparnya.

Apalagi, lanjut Yuslizar, jika dilihat dari historis selama ini bahwa untuk posisi direksi BUMN perbankan, terlebih untuk posisi direktur utama, biasanya mesti atas persetujuan presiden.

“Padahal jelas-jelas Jokowi melalui Moeldoko melarang menterinya membuat kebijakan strategis, termasuk merombak direksi BUMN, paling tidak sampai terbentuk kabinet baru,” paparnya.

Sebelumnya, Anggota komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno juga mengatakan, perombakan direksi jelang periode kedua pemerintahan Jokowi memang harus hati-hati. Jangan sampai itu disisipi kepentingan negatif dan ada kongkalikong.

“Kami akan monitor terus, kalau ada pergantian yang dilatar belakangi hal-hal yang sifatnya tidak profesional, nanti akan kami soroti dan kami akan memberikan kritik baik sebagai partai politik ataupun dewan,” kata Hendrawan

Dijelaskan Hendrawan, Kementerian BUMN menaungi perusahaan negara yang sangat strategis bagi kemajuan Indonesia. Jangan sampai Kementerian BUMN salah mengambil langkah.

“Kementerian ini strategis sekali, (aset BUMN) Rp 8.000 triliun. Paling berpotensi membangun Indonesia,” sebutnya.

Bahkan BUMN ini punya tanggung jawab terhadap program-program pemerintah. Tentunya jika salah ambil tindakan bisa membuat tujuan negara yang diemban BUMN tak bisa tercapai.

“BUMN ini siap digerakkan setiap saat untuk mengemban misi kepentingan negara,” pungkasnya. (JPG)