25 radar bogor

Kemarau Panjang, 4.000 Jiwa di Jonggol Kesulitan Air Bersih

Warga mencari ait di Sungai Cicadas yang airnya surut akibat kemarau panjang di wilayah timur Kabupaten Bogor. (Dok.Hendi/Radar Bogor)

JONGGOL – RADAR BOGOR, Kemarau panjang semakin menambah penderitaan warga-warga yang ada di bagian timur Kabupaten Bogor.

Usai Tanjungsari yang dilanda kekeringan, kini, 4.000 penduduk di satu desa lainnya juga mengalami nasib serupa. Bahkan air di Sungai Cicadas yang jadi tumpuan pun ikut surut.

“Sejak bulan puasa (keringnya). Sudah ada tiga bulan warga kesulitan,” kata Ketua RW05, Desa Weninggalih, Kecamatan Jonggol, Pandi kepada Radar Bogor, saat ditemui di ketika dia mengambil air di Sungai Cicadas, Desa Weninggalih, Senin (22/07).

Selama ini, sungai tersebut, menurut Pandi, menjadi sumber air satu-satunya bagi warga di Desa Weninggalih, karena letaknya paling dekat dengan desa itu. Hanya satu kilometer dari pemukiman warga.

“Terkadang juga ada dari kampung sebelah (Kampung Ranji) yang berjarak tiga kilometer dari sungai mengambil air di sini,” ungkap Pandi.

Belum lagi, lumut menjadi kerak di Sungai Cicadas. Sehingga kualitas airnya diragukan jika dipakai untuk dikonsumsi. Untuk sementara ini, menurut Pandi, warga mengambil air di sana untuk keperluan mencuci atau sekedar mandi. “Kalau makan dan minum mereka beli biasanya,” paparnya.

Sementara, Kepala Desa Weninggalih, Kecamatan Jonggol, Samsu mengatakan ada 13 kampung dengan jumlah penduduk 4.000 jiwa yang mengalami kesulitan air bersih.

Kesulitan tersebut terjadi sejak Bulan Mei lalu. Sedangkan pada 2018, kekeringan terjadi selama tujuh bulan lebih.

“Ini rutin setiap tahun. Sampai saat ini belum ada solusi untuk masalah rutin yang dihadapi warga setiap tahunnya,” jelas Samsu.

Sementara, lanjutnya, untuk kebutuhan memasak dan minum warga membeli air isi ulang. Untuk itu, warga harus membeli dengan harga Rp5 ribu untuk mendapatkan air bersih per galonnya. Selain air isi ulang itu, sebagian warga pun ada yang membeli air bersih per tanki. “Hanya biayanya lebih besar. Yaitu, Rp500.000 untuk 5.000 liter air bersih,” terang Samsu.

Selain kesulitan air, pihaknya terus mendapat laporan dari para petani yang sawahnya dipastikan gagal panen. “Hari tadi ada dua orang yang lapor dari kelompok tani, dua orang. Yang pertama 34 hektare dan lainnya 21 hektare,” sebut Samsu.

Samsu menjelaskan, sekira 200 hektare lebih sawah yang berada di wilayahnya itu habis akibat kekeringan.

Beberapa waktu lalu, Samsu mengaku telah melayangkan surat permohonan bantuan untuk warganya yang kesulitan air bersih kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Namun, lanjut dia, hingga saat ini belum ada respon sama sekali dari Pemkab terkait persoalan kekeringan di musim kemarau tahun ini.

“Bedasarkan hasil rapat dengan pihak kecamatan, semua desa yang mengalami kekeringan saat musim kemarau ini akan diusulkan langsung ke Bupati,” pungkasnya. (cr1/c)