25 radar bogor

DPD Uji Shahih RUU Wilayah Negara, Dorong Kesejahteraan di Perbatasan

DPD RI menggelar Uji Sahih RUU Wilayah Negara di hotel Swiss-Belhotel Maleosan, Manado. Sulawesi Utara. (dok DPD RI)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengambil momentum untuk menguatkan kebijakan pembangunan kawasan perbatasan melalui inisiatif pengusulan RUU Wilayah Negara.

Sebab, dalam pandangan DPD, UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, meskipun sudah memberikan penegasan teritori wilayah negara Indonesia, namun secara nyata belum memberi perhatian pada aspek kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.

Karena itu, pembangunan wilayah perbatasan harus diprioritaskan pemerintah, sebabselain sebagai garda depan dan harga diri bangsa, juga menjadi cermin kedaulatan negara.

“Kita bersyukur bahwa pemerintah sekarang memberikan perhatian penuh terhadap pembangunan Indonesia Timur dan wilayah-wilayah perbatasan, baik laut maupun darat. Ini harus kita sambut dengan memberikan payung hukum dalam bentuk undang-undang lebih kuat nantinya,” ujar Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani dalam sambutannya di Uji Sahih RUU Wilayah Negara di hotel Swiss-Belhotel Maleosan, Manado. Sulawesi Utara dikutip dari jawapos.com.

Menurut Benny, luasnya wilayah Indonesia dan strategisnya posisi Indonesia mendatangkan berkah sekaligus ancaman. Karena itu, Pemerintah wajib menjaga teritori wilayah perbatasan dari maraknya aktivitas kejahatan trans-nasional.

Seperti, penyelundupan, perompakan, penangkapan ikan ilegal, terorisme, narkoba dan lain-lain. Oleh karenanya, menjadi kewajiban para penyelenggara negara untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan amanah pembukaan UUD NRI 1945.

Sementara itu, dalam sambutan tertulisnya, Gubernur Sulawesi Utara yang disampaikan Asistensi I Pemprov Sulut Edison Humiang menyampaikan, membangun wilayah perbatasan harus menggunakan pendekatan di luar konteks normal. Maksudnya, tidak dalam hitungan untung rugi dan investasi namun diletakkan dalam kerangka kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan.

Di Sulut sendiri, kata Edison, ada dua Kabupaten yang bertetangga langsung dengan Filipina, yakni Miangas dan Marore. Karena itu, kebijakan program, kegiatan dan rencana pembangunan wilayah negara, khususnya perbatasan.

“Jadi harus mampu meng-cover setiap aspek kebutuhan daerah perbatasan sesuai dengan karakteristik daerah otonom itu sendiri,” ujarnya.

Hadir sebagai narasumber dalam forum uji sahih RUU Wilayah Negara Dr. Basilio Arraujo, ketua Tim Ahli RUU Wilayah Negara, pembicara dari Kepala BPP Sulawesi Utara, Dr. Jemmy Gagola, M.Si, ME, dari Kemendari, Drs. Alvius Dailami, M.Si, dan dua pakar masing-masing Dr. Flora Pricilia Kalalo, SH, MH, pakar hukum laut Universitas Sam Ratulangi dan Irfan Basri, S.IP, pemerhati wilayah perbatasan.

DPD memandang keberlakuan UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang meskipun sudah mengatur penegasan teritori wilayah Negara, namun absen dalam substansi pengelolaan perbatasan dan ini menjadi titik lemah dari UU Wilayah Negara.

Oleh karenanya, DPD mengambil momentum ini, dengan kewenangan legislasi dimiliki, DPD menginisiasi Rancangan Undang-Undang Wilayah Negara untuk mengganti UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, dengan menguatkan substansi pengelolaan perbatasan didalamnya, hal ini seiring dan sejalan dengan Nawacita ke-3 Presiden “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”

Penggantian UU 43 tahun 2008 ini akan menjadi momentum menguatkan kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan daerah perbatasan, dimana dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, daerah justru memiliki peran yang minimal dalam mengelola perbatasa. Padahal wilayah perbatasan sejatinya ada di daerah.

Akibat lemahnya kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola perbatasan, serta penanganan masalah keamanan di batas wilayah negara yang masih parsial dan sektoral makin menjadi dasar penguat DPD untuk memberikan perhatian serius pada masalah wilayah negara, terutama di wilayah-wilayah perbatasan RI. Reformasi dilakukan hendaknya mulai dari penyusunan produk hukum yang lebih rinci dan memberikan keberpihakan kepada daerah perbatasan, melalui penguatan substansi UU No. 43 Tahun 2008. (JPG/magang-damar)