25 radar bogor

Rionny Tanggapi Dingin Pergantian Pemain Tunggal Putri

STAGNAN: Tunggal putri andalan Indonesia Gregoria Mariska Tunjung belum menunjukkan performa memuaskan sepanjang 2019 (Chandra Satwika/Jawa Pos)
STAGNAN: Tunggal putri andalan Indonesia Gregoria Mariska Tunjung belum menunjukkan performa memuaskan sepanjang 2019 (Chandra Satwika/Jawa Pos)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Sudah hampir tiga bulan Rionny Mainaky menjabat sebagai pelatih kepala tunggal putri pelatnas. Selama itu pula belum ada perkembangan berarti yang ditunjukkan oleh Gregoria Mariska Tunjung dan kawan-kawan. Mereka masih sulit mencetak prestasi di turnamen apa pun. Tunggal putri juga menjadi kartu mati dalam kejuaraan beregu.

Padahal, saat ini, kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 terus berjalan. Bukannya tambah garang di lapangan, penampilan mereka bikin publik putus asa. Fisik kurang kuat. Masih ceroboh, banyak bikin kesalahan sendiri. Penempatan-penempatan bolanya pun tidak bagus.

”Prestasi” paling menyedihkan dicatat pada Australian Open dua pekan lalu. Dalam turnamen berlevel super 300 tersebut, tak ada tunggal putri Indonesia yang lolos dari babak pertama. Padahal, lawan yang dihadapi bukanlah dari kalangan peringkat 10 besar. ”Kacau,” kata Rionny, mengenang penampilan anak buahnya di ajang itu.

”Masih kurang, semuanya masih kurang. Persiapan juga cuma satu minggu,” lanjut Rionny. ”Masalah disiplin, mereka harus lebih dievaluasi oleh saya dan Minarti (Timur). Sudah coba dari latihan sampai pemanasan hingga start permainan masih bagus. Pas kejegal lawan lalu ada rasa takut,” ulas dia.

Rionny menilai anak buahnya kurang tegas mengambil keputusan di lapangan. Jika sudah ditekan lawan, Jorji (sapaan Gregoria), Fitriani, maupun Ruselli Hartawan langsung kehilangan pola permainan. Padahal, dalam kondisi seperti itu, dia selalu menegaskan untuk jangan ragu memilih strategi yang akan diterapkan.

Jika dalam keadaan leading, mereka juga punya kekurangan. Yakni terlalu terburu-buru ingin menang. Grusa-grusu. Sehingga malah banyak membuat kesalahan. ”Soal jam terbang sih sudah banyak. Tapi masalah pengalaman, lawan lebih banyak juara. Perbedaannya besarnya di situ,” ucap kakak kandung peraih emas Olimpiade Atlanta 1996 Rexy Mainaky itu.

Soal ketahanan fisik menambah daftar panjang persoalan yang harus diselesaikan sektor ini. Bukan hal baru kalau melihat Jorji sering terjatuh mengejar bola, lalu sulit bangkit lagi. Baik dia maupun Fitriani memiliki kekuatan kaki yang terbatas kalau harus melakukan reli panjang. Mereka gampang lelah.

Selama tiga bulan terakhir, tim pelatih sudah berupaya keras meningkatkan kekuatan fisik Jorji dkk. Membuat mereka lebih tahan banting. Namun kenyataannya, mereka tidak kuat. Rionny sering memberi porsi latihan tambahan. Namun Jorji dan Fitriani malah makin kelelahan.

Cara lain adalah mencari bibit pemain baru yang lebih mumpuni. Baik dari segi fisik maupun skill. Gagasan tersebut ditanggapi dingin oleh Rionny. Sebab, tidak semudah itu mencari pemain. Terlebih jika dipersiapkan untuk Olimpiade. Mengerek peringkat pemain debutan ke jajaran top 15 bukan perkara gampang.

”Mungkin banyak yang menyepelekan tunggal putri. Tapi ini tantangannya,” kata Kabid Binpres PP PBSI Susy Susanti. ”Bukannya mereka tak ada kemajuan. Paling tidak tahun ini tunggal putri bisa sumbang satu gelar,” imbuhnya, mengingatkan bahwa Fitriani sempat juara Thailand Masters, Januari silam.

Sebagai mantan tunggal putri yang sudah menyumbang emas Olimpiade bagi Indonesia, Susy berharap ada generasi baru yang bisa meneruskan prestasinya. Meski perkembangan lambat, dia tetap ingin meloloskan pemain dari sektor ini ke Tokyo tahun depan. (JPG/ulfah-magang)