25 radar bogor

Tren Co Working Space di Kota Bogor Meningkat

BOGOR-RADAR BOGOR,Tiga tahun terakhir, bisnis co working space mulai menjamur di Kota Bogor. Kehadiran co working space memang menjadi alternatif tersendiri bagi startup yang membutuhkan tempat kerja fleksibel dan tak memakan biaya banyak.

Salah satu pelaku bisnis co working space di Kota Bogor, yakni Muhammad Eka Pramudita melalui Kemenady co working space. Dirinya menjadi salah satu pioneer penyedia co working space, sejak medio 2017 silam.

“Ide awal kenapa buka co working space lebih ke sosial. Disisi lain ada coffee shop Kemenady, ingin juga menjalankan social business, maka dibuatlah co working space,” kata Eka.

Eka melanjutkan, selain startup, komunitas menjadi target utama pengguna co working space miliknya. Maka tidak heran, sambung Eka, Kemenady co working space banyak digunakan oleh komunitas, pun kegiatan yang sifatnya edukasi.

“Di awal sangat sulit menggaet konsumen co working space, karena masih menjadi hal yang awam. Jadi memang agak berat, menjelaskan kenapa harus beralih ke co working space dibanding coffee shop. Triknya gencar promosi melalui media sosial dan mengenalkannya langsung ke konsumen,” katanya.

Dalam satu hari, kata Eka, Kemenady co working space, bisa dijejali oleh 15-20 konsumen, khususnya saat bulan Ramadan lalu yang termasuk high season, dengan kapasitas hingga 30 orang. Fasilitas yang ditawarkan pun tak sedikit, mulai dari meeting room, jaringan internet, hingga berbagai macam pilihan kursi.

“Belakangan pengguna co working space memang mulai tumbuh, dari beberapa testimoni tak sedikit yang akhirnya menjalin kerjasama, bahkan melahirkan ide-ide baru, juga menemukan relasi baru,” kata dia.

Dengan hanya membayar Rp35 ribu yang berlaku tanpa batas waktu, Eka mengaku dalam satu bulan rata-rata omset yang didapatkan dari Kemenady co working space mencapai Rp10 jutaan.

“Hingga saat ini pun masih educate ke people soal co working space. Tidak terpengaruh dengan semakin bermunculannya co working space lain, karena ada program khusus yang disediakan, bekerjasama dengan komunitas,” tuturnya.

Tak jauh berbeda dengan CPROCOM co working space, kepunyaan Emilia Bassar. Berawal dari dirinya yang memiliki ruangan untuk kelas komunikasi, namun karena tidak semua ruangan terpakai, juga melihat potensi saat itu, ruangan lain dari CPROCOM pun berubah menjadi co working space.

“Co working spacenya berbeda, memiliki keunggulan dengan pemandangan yang lebih natural. Saya pikir ini bagus kalau ada yang mau belajar, bekerja dengan view berbeda, jika biasanya co working space hanya ruangan atau ruko saja,” bebernya.

Meski baru dirintis Januari 2019 lalu, CPROCOM co working space telah mendapat tempat di hati penggunanya, tidak hanya mahasiswa namun hingga profesional pun gemar beraktivitas di CPROCOM co working space.

“Pemakaian itu rata-rata 2-3 kali dalam satu minggu, paling banyak sekitar 10 orang. Untuk beberapa kesempatan tidak hanya oleh individu, seringkali juga digunakan oleh komunitas, juga startup dengan tarif untuk individu Rp9 ribu per jamnya, fasilitas internet, camilan, teh atau kopi,” bebernya.

Omset yang didapatkan Emilia dalam satu bulan melalui CPROCOM co working rata-rata Rp5 jutaan. “Bisa juga digunakan untuk gathering, special event, meeting room dengan harga yang beragam,” tandasnya. (wil/c)