25 radar bogor

Betah di Kawasan Puncak, Keberadaan Imigran Bisa Timbulkan Kesenjangan Sosial

RAZIA: Petugas Kantor Imigrasi Kelas 1 Bogor melakukan razia warga negara asing (WNA) yang menetap di kawasan Puncak.

CISARUA-RADAR BOGOR,Keberadaan imigran gelap di kawasan Puncak, Cisarua masih menjadi persoalan bagi imigrasi dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

Kian tahun keberadaan imigran semakin bertambah banyak, tercatat 1.749 jiwa imigran yang bermukim di Bumi Tegar Beriman dengan 1.300 jiwa bermukim di kawasan Puncak.

Hal ini memantik Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Kabupaten Bogor angkat bicara. Ketua Kompepar Puncak Bogor, Bowie menilai keberadaan imigran baik legal maupun ilegal dapat memicu kesenjangan sosial.

Kompepar meminta instansi bersangkutan dapat segera melakukan pendataan kembali berkaitan dengan keberadaan imigran.

Menurutnya, keberadaan imigran saat ini yang bermukim di luar wilayah Wisata di Kabupaten Bogor secara umum tidak berdampak tetapi untuk di Puncak akan menciptakan kesenjangan sosial lantaran sebagian imigran berusaha untuk menghidupi dirinya.

“Seperti bom waktu. Bukan berarti tidak akan terjadi, “tutur Bowie kepada Radar Bogor, Jumat (14/6).

Berkaitan dengan kecemburuan sosial, Bowie merasa keberadaan imigran saat ini sangat terfasilitasi. Mulai dari usaha, tempat tinggal dan lain sebagainya.

“Kalau kita lihat disalah satu tempat di Kecamatan Cisarua. Disitu ada ruko lantai dua yang isinya imigran yang menjual produk dari luar negeri. Keberadaan mereka justru akan semakin betah,” katanya.

Lanjut Bowie, beberapa titik lokasi kini menjadi tempat tinggal sejumlah imigran mulai dari Desa Tugu Selatan, Tugu Utara, Citeko dan Kelurahan Cisarua. Usaha yang dijalankan, kata dia, seperti sekolah imigran, salon, menjadi pengelola villa dan lain sebagainya.

Tak hanya itu, lanjut Bowie, populasi imigran kini semakin berkembang seperti di Desa Cibereum, Kampung Ciburial. Karena, sambung dia, tidak sedikit imigran yang telah melakukan pernikahan dengan warga lokal.

“Yang ditakutkan ini yang beranak pinak adalah imigran ilegal atau tidak di naungi United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR),” tuturnya.

Ia berharap, imigrasi dan Pemkab Bogor dapat segera bertindak sesuai dengan ketentuan yang ada. Jika perlu, pendataan secara masif terus dilakukan kepada para imigran. Dengan begitu, populasi, keberadaan hingga kegiatan imigran bisa tedeteksi. “ Kalau bisa para Imigran ini segera di pulangkan atau dipindahkan ke tempat lebih layak,” ucapnya.

Sementara itu, Kasie teknologi informasi dan komunikasi keimigrasian, Ryawantri mengatakan, wilayah Bogor merupakan pusat konsentrasi terbanyak para pengungsi.

Data yang didapatkan Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Bogor, jumlah pengungsi yang berada di wilayah Kota dan Kabupaten pada Desember 2018, tercatat sebanyak 1.733 jiwa.

Berkaitan dengan penanganan Imigran, lanjut Ryawantri, pengungsi yang diterima Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) dilakukan pendataan melalui pemeriksaan Dokumen Perjalanan, Status Keimigrasian, dan Identitas.

Setelah dilaksanaan pendataan terhadap para pengungsi maka Rudenim menyerahkan Pengungsi ke Pemerintah Daerah untuk ditempatkan di Penampungan.

“ Bilamana belum tersedia penampungan maka Walikota atau Bupati wajib menyediakan Tempat Akomodasi Sementara bagi para Pengungsi,” ujarnya.

Rudenim memiliki kewajiban untuk melakukan Pengawasan Keimigrasian berupa pemeriksaan dan pendataan baik saat ditemukan, saat berada di penampungan, maupun saat akan ditempatkan di negara tujuan.(drk/net/c)