25 radar bogor

Bawaslu Putus 114 Kasus Pidana Pemilu, Terbanyak dari Provinsi Ini

Ilustrasi Bawaslu RI temukan sejumlah masalah di TPS Kota Bogor.
Ilustrasi Bawaslu RI temukan sejumlah masalah di TPS Kota Bogor.

JAKARTA-RADAR BOGOR,Pelaksanaan Pemilu 2019 diwarnai cukup banyak pelanggaran yang masuk ranah pidana. Hingga selesainya pemungutan suara, telah ada 114 putusan pidana di Bawaslu. Sebanyak 106 putusan sudah dinyatakan inkracht, sedangkan 8 putusan lainnya dalam proses banding. Sidang akan segera dilanjutkan setelah libur Lebaran usai.

Berdasar catatan Bawaslu, Gorontalo menjadi provinsi dengan putusan pidana pemilu terbanyak/yang memiliki jumlah putusan terbanyak. Jumlahnya mencapai 15 putusan. Salah satu kasus yang pernah mencuat di Gorontalo adalah kasus pidana salah seorang caleg DPRD Kota Remi Ontalu.

Caleg partai Nasdem itu terpaksa dicoret dari daftar pencalonan oleh KPU setempat karena hakim sudah menjatuhinya hukuman penjara. Dia dipidana karena telah melanggar pasal 532 ayat 1 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Remi tertangkap basah melakukan kampanye yang menyerupai politik uang. Kepada pendukungnya, dia berjanji memberikan bantuan jika berhasil menjadi anggota DPRD Kota Gorontalo. Atas perbuatannya itu, Remi dijatuhi hukuman dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan.

Ketua Bawaslu Abhan menjelaskan, money politics memang menjadi salah satu persoalan pemilu yang mendapat perhatian khusus dari Bawaslu. Jika menemukan kasus semacam itu, Bawaslu tidak akan segan untuk segera melakukan penindakan. “Memang butuh pembuktian. Yang memutus bersalah bukan Bawaslu, tapi majelis hakim di peradilan,” ucapnya.

Selain politik uang, Bawaslu memberikan perhatian besar terhadap netralitas aparatur sipil negara (ASN). Apalagi, undang-undang sudah menegaskan bahwa mereka dilarang menyuarakan keberpihakan di ruang publik. Hal yang sama juga diberlakukan kepada TNI dan Polri.

Abhan menilai, perlu ada evaluasi terhadap regulasi yang mengatur pelanggaran netralitas ASN, TNI, dan Polri dalam pemilu. Misalnya, intuk ASN di daerah, wewenang menjatuhkan sanksi ada pada gubernur, bupati, dan wali kota. Sementara itu, Bawaslu tidak punya wewenang sama sekali. “Sanksinya hanya terkait aturan kepegawaian. Beda dengan pelanggaran yang dilakukan masyarakat sipil. Aturannya harus dikaji,” tegasnya.

Meski banyak kasus pidana, Abhan menilai pemilu kali dianggap sudah bagus. Evaluasi memang masih harus dilakukan di sana sini. Beberapa kasus yang masuk pun memang harus terus ditindaklanjuti. Namun, fakta pelaksanaan hari pemungutan suara berjalan lancar. Juga, tidak membutuhkan injury time dalam proses rekapitulasi akhir. “Bagi kami, pelaksanaan pemilu kali ini patut disyukuri,” tutur pria kelahiran Pekalongan itu.

Untuk penyempurnaan pelaksanaan pemilu di masa mendatang, Abhan berjanji mengumpulkan semua data pengawasan dari seluruh daerah selama masa pemilu dan kampanye. Data itu akan digunakan untuk evaluasi secara menyeluruh. “Nanti kami berikan beberapa catatan evaluasi untuk perkembangan ke depan,” ujar mantan ketua Bawaslu Jawa Tengah itu.

Evaluasi yang dilakukan Bawaslu juga akan digunakan sebagai sebuah pertanggungjawaban pada sidang sengketa hasil pemilu di MK. Sidang pendahuluan akan berlangsung pada 14 Juni 2019. Bawaslu akan hadir sebagai salah satu penyelenggara pemilu yang menjalankan tugas pengawasan. (JPG)