25 radar bogor

Anggaran Pengelolaan Sampah Kota Bogor Naik 100 Persen, Tembus Hingga Rp24,1 Miliar

Petugas tengah mengangkut sampah di salah satu tempat pembuangan sampah di Kota Bogor. Nelvi/Radar Bogor

BOGOR- RADAR BOGOR, Mulai tahun depan, Pemerintah Kota Bogor terpaksa menaikan anggaran pengelolaan sampah yang semula sekitar Rp9,6 miliar menjadi Rp 19,3 miliar sampai Rp 24,1 miliar per tahun.

Angka tersebut sesuai kesepakatan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) sebagai biaya kompensasi jasa pelayanan (tipping fee) pada tempat pengelolaan dan pemprosesan akhir sampah Lulut-Nambo, Kabupaten Bogor.

Dalam kerjasama tersebut, Kota Bogor harus membayar biaya antara Rp125 ribu atau Rp 134 ribu per ton yang dibuang ke TPA Nambo. Sejatinya, angka tersebut belum pasti karena masih harus menunggu keputusan dari Gubernur Jabar.

Namun, jika dikalikan dengan berat minimal sampah yang harus dikirim, yaitu sebanyak 400 ton dan maksimal 500 ton perhari, maka Pemkot Bogor dalam sehari harus mengeluarkan dana kurang lebih Rp53,6 juta.

Sedangkan untuk saat ini, volume sampah di Kota Bogor saja capai 600 ton perhari. Itu pun sudah dikurangi dengan berjalannya program Bogor Tanpa Plastik (BOTAK) yang mampu mengurangi volume sebesar 41 ton perhari.

Dikatakan Kepala Bidang Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor, Ade Nugraha, anggaran ini mulai berlangsung tahun depan. Kata dia, minimal sampah yang dikirim 400 ton dan maksimal 500 ton perhari. Dan kalau sampah yang dikirim tidak mencapai 400 ton, perhitungan akan tetap 400 ton. “Sehingga minimal dalam sehari harus mengeluarkan dana kurang lebih Rp 53,6 juta,” jelasnya kepada Radar Bogor ditemui diruang kerjanya, kemarin.

Untuk biaya maksimal yang harus dibayarkan sebesar Rp 67 juta untuk 500 ton. Ade mengatakan, biaya tersebut pun termasuk biaya operasional. “Jadi besarnya sudah include biaya operasional,” tambahnya.

Sementara, untuk saat ini, meski pemkot tak membayar tipping fee lantaran membuang sampah ke TPA milik Pemkot di Galuga. Namun, anggaran operasional yang dikeluarkan cukup besar. Yaitu kurang lebih Rp 700 juta hingga Rp 800 juta perbulan,” beber Ade.

Biaya tersebut digunakan untuk pengisian bahan bakar armada yang berjumlah 126 unit. Tiap harinya, masing-masing armada membutuhkan bahan bakar berupa solar subsidi kisaran 30-40 liter.

Walaupun dinilai akan menambah beban ABPD Kota Bogor, Ade menyebutkan pemkot tidak bisa menolak. Mau tidak mau harus menaati perjanjian bersama dengan Pemprov Jabar. Lantaran, TPA Nambo perlu memproduksi refuse derived fuel (RDF).

Dalam proses tersebut, membutuhkan kurang lebih 1800 ton sampah perhari untuk diolah menjadi RDF. Nantinya, bentuk padat itu akan dijual ke pabrik semen sebagai bahan bakar pengganti batu bara.

Pemilihan pembuangan sampah ke TPA Nambo juga dipilih Kota Bogor karena beberapa alasan. Pertama, akses jalan relatif lancar dan yang utama tidak bersinggungan dengan warga. Selama membuang sampah di Galuga, banyak kendala, seperti kemacetan dan melewati area perkampungan warga. Akibatnya, pembuangan sampah ke sana kerap dikeluhkan warga, cukup menggangu.

Menekan biaya tipping fee di TPA Nambo nanti, Pemkot Bogor lebih menggiatkan program pengurangan sampah. Ada beberapa program pengurangan sampah sudah berjalan. Namun masih belum mampu menekan produksi sampah setiap harinya.

Diantaranya R3, bank sampah, dan program botak, Bogor Tanpa Plastik. Sementara itu, produksi sampah di Kota Bogor mencapai 600 ton perhari.

Dalam hal ini, lanjut Ade, masyarakat Kota Bogor pun harus turut berperan menekan produksi sampah. Memilah sampah dari rumah tangga dinilai cukup efisien menekan produksi sampah. (mer/c)