25 radar bogor

Bocah 10 Tahun dan 3 Balita di Bogor Jadi Korban Kekerasan Seksual

Ilustrasi oknum guru SMPN 1 Cigombong terduka pelaku asusila.
Ilustrasi oknum guru SMPN 1 Cigombong terduka pelaku asusila.
Ilustrasi pencabulan

KLAPANUNGGAL-RADAR BOGOR, Wajahnya termenung. Tak banyak bicara. Sudah seminggu ini membisu. Murung dan lebih banyak diam. Begitulah kondisi S (10) saat ditemui Radar Bogor, Kamis (21/3/2019). Anak perempuan asal Kabupaten Bogor diduga menjadi korban kekerasan seksual.

Hal itu katakan oleh FR (30) paman S. Kepada radar Bogor ia menuturkan, kondisi yang dialami keponakannya itu sudah terjadi satu pekan lebih. Menurutnya, keponakannya tersebut tiba-tiba mengalami demam disertai kejang hingga kesadarannya menurun setelah pulang sekolah.

“Kejadiannya udah semingguan, saya juga enggak tahu persis. Karena saat itu lagi sakit. Itu yang ngurus istri saya sih, sama ibu-ibu PKK di sini,” tuturnya.

Lanjut FR, keponakanya tersebut langsung dibawa ke puskesmas. Namun, setelah dicek, diminta dibawa ke RSUD Cileungsi.

“Di sana, karena katanya alatnya enggak ada, suruh dibawa ke RS Polri. Di RS Polri setelah dicek kata dokter, kemaluannya luka, seperti ada kekerasan. Ya, kita mah gak tahu itu kenapa, akhirnya dibawa pulang lagi ke rumah. Pokonya semenjak itu enggak pernah ngomong, cuma nangis,” ujarnya.

Sementara itu, pihak RSUD Cileungsi membenarkan perihal kedatangan pasien anak perempuan berusia 10 tahun berinisial S tersebut. Namun berkenaan dengan diagnosa medis pihaknya enggan berkomentar.

“Kalau ditanya menerima pasien atas nama tersebut, benar. Tapi untuk kaitan diagnosa maaf kita tidak bisa menginformasikan. Intinya untuk pasiennya saat itu sangat membutuhkan pendampingan konseling,” tutup humas RSUD Cileungsi, Ringgo saat dihubungi Radar Bogor, kemarin.

Kasus ini terus menambah deretan panjang kasus kekerasan seksual pada anak. Sebelumnya, tiga balita di Kabupaten Bogor menjadi korban kekerasan seksual. Ironisnya, pelakunya pun masih dibawah umur.

“Ada tiga balita yang jadi korban. Masing-masing berinisial DS (4), IY (4), dan MI (5). Pelakunya HR (14) masih duduk di bangku SMP,” ujar Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, kepada Radar Cibubur, (13/3).

data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Perlindungan Anak, dua tahun belakangan ini, Kabupaten Bogor masuk urutan ketiga terbanyak kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah Jabodetabek.

“Sepanjang tahun 2018 di Kabupaten Bogor telah terjadi 229 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Data itu juga melaporkan bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak umumnya dilakukan oleh orang terdekat,” tuturnya.

Arist membeberkan, angka kejahatan seksual terhadap anak ini meningkat jika dibandingkan dengan laporan kasus ditahun 2017 yang hanya 188 kasus.

“Data ini juga menunjukkan bawa 26% pelakunya adalah usia anak dan selebihnya dilakukan oleh orang dewasa. Baik dilakukan secara sendiri-sendiri, maupun yang dilakukan secara bergerombol,” bebernya.

Selain angkanya terus meningkat, lanjut Arist, sebarannya juga merata dari kampung ke kampung dan dari kecamatan ke kecamatan. “Jadi tidak hanya di perkotaan. Sampai ke kampung-kampung,” jelasnya.

Sementara itu, penegakan hukumnya atas kasus-kasus kekerasan terhadap anak masih dirasakan masyarakat sangat lamban, lemah dan belum berkeadilan. Banyak predator kejahatan seksual terbebas dari jerat hukum lantaran kurangnya bukti.

Hal ini yang menjadi kendala pada setiap penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Pembuktian yang cukup sangat diperlukan untuk bisa menetapkan tersangka.

Selain visum et refrentum sebagai salah satu bukti hukum. Korban juga harus mampu menghadirkan saksi yang melihat terjadinya peristiwa kekerasan seksual itu.

“Inilah penyebab lambannya penanganan setiap perkara kekerasan seksual khususnya terhadap anak,” tutupnya. (all/c)