25 radar bogor

Dugaan Mainkan Dana BOS Pengadaan Soal Ulangan di Kota Bogor, Begini Modusnya

Ilustrasi

BOGOR-RADAR BOGOR, Jelang masa ujian sekolah di Kota Bogor, tercium aroma dugaan korupsi. Hal itu berasal dari penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pengadaan soal ulangan.

Angkanya miliaran rupiah. Oknum guru, jajaran Kelompok Kerja Kepala Sekolah hingga Dinas Pendidikan, disebut-sebut berbagi peran dalam memainkan anggaran.

Mereka kompak berbagi peran dalam memainkan secuil anggaran bantuan operasional sekolah (BOS). Tepatnya ketika masa ulangan tengah semester (UTS) dan ulangan akhir semester (UAS) untuk siswa SD dilaksanakan.

Dimana setiap siswa SD di Kota Hujan “dipungut” Rp27.500 jelang ulangan. Duit ini digunakan untuk membiayai pengadaan soal. “Biaya pengadaan soal diambil langsung dari dana BOS setiap sekolah. Jadi jarang ada orang tua yang tahu,” ujar sumber Radar Bogor, pekan lalu.

Secara nominal, nilai Rp27.500/siswa memang kecil. Tak terlihat pula. Karena diambil langsung dari BOS masing-masing siswa. Tapi jika diakumulasi dengan total jumlah siswa SD yang ada di Kota Bogor maka jumlah duit pengadaan soal mencapai Rp3,3 miliar setiap ulangan. Angka itu dengan asumsi Rp27.500 (biaya pengadaan soal) dikali dengan total jumlah siswa Kota Bogor (120.335 siswa:BPS tahun 2017).

Jumlah ini sejatinya bisa lebih besar lagi, lantaran pengadaan soal ulangan/ujian dilakukan sebanyak empat kali dalam setahun. Yakni, untuk UTS atau penilaian tengah semester (dua kali dalam setahun), UAS atau penilaian akhir semester (PAS) dan penilaian kenaikan kelas.

Yang menjadi masalah, seharusnya pelaksanaan pengadaan soal dilakukan langsung oleh sekolah. Itu pun bukan dengan cara menyetak soal ulangan layaknya soal UN. Namun hanya penggandaan (fotocopy).

Akan tetapi yang terjadi di Kota Bogor mekanisme tersebut tidak berjalan sesuai dengan petunjuk teknis karena dikoordinir melalui kelompok kerja kepala sekolah (K3S). Sehingga biaya penggandaan soal yang tadinya hanya Rp1.000-10.000 setiap siswa, membengkak menjadi Rp27.500.

“Kenaikan ini untuk membayar pihak ketiga. Yakni :guru-guru pilihan pengawas dari Dinas Pendidikan Kota Bogor yang dikoordinir K3S. Mereka ini bertugas membuat soal ulangan/ujian. Serta biaya percetakan,” ungkap sang sumber yang juga mantan kepala SD Negeri di Kota Bogor itu.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum Tiga Belas (Kurtilas) penilaian ulangan seharusnya dilaksanakan langsung oleh guru yang bersangkutan.

Itu kemudian dikuatkan oleh petunjuk teknis (juknis) dana BOS yang menyebutkan soal ulangan/ujian siswa yang dicetak diperbanyak dengan fotokopi.

“Tapi yang terjadi sekarang tidak demikian. Soal dibuat oleh guru-guru pilihan pengawas pembina dan dicetak ke pihak ketiga,” tambah dia.

Dia menilai cara ini sudah tidak benar. Sebab soal dibuat oleh pengawas pembina yang memilih beberapa guru. Kemudian soal yang telah jadi “dijual” ke K3S. Lalu oleh K3S dicetak ke pihak ketiga. Sepengetahuannya, keuntungan dari angka Rp27.500/siswa itu dibagi-bagi kepada mereka yang terlibat dalam pengadaan. Berdasarkan catatannya. Dalam setiap kali pengadaan soal ulangan, percetakan yang mendapat proyek pengadaan, menyisihkan fee Rp500 setiap soal.

“Jika fee Rp500 dikali 120.335 siswa berarti sekali ulangan fee yang didapat sekitar Rp60,1 juta. Jika dikumulatif setahun maka fee yang disediakan percetakan mencapai Rp240,6 juta. Nah, duit ini yang digunakan untuk jalan-jalan pengawas ujian. Kalau tidak salah tanggal 17-20 Maret ini pengawas diajak ke Thailand, uangnya dari situ,” ungkapnya lagi.

Pengadaan soal itu seharusnya diserahkan kepada masing-masing sekolah. Karena dalam aturan penilaian hak sekolah dalam hal ini guru yang dikoordinir sekolah. Kecuali ujian. Sebab itu hak lembaga sekolah.

Fungsi pengawas seharusnya membina sekolah binaannya untuk membuat soal yang sesuai standar. Namun malah mengkoordinir soal dengan cara memanggil para guru pilihan untuk membuat soal.

“Sebenarnya tidak boleh ada jual beli, yang benar soal yang sudah jadi itu diserahkan ke sekolah lalu diminta untuk digandakan atau di fotokopi tanpa ada biaya yang besar,” terangnya. (gal/dka/d)