25 radar bogor

Waduh! Toko Kosmetik di Depok Jual Bebal Obat G

Ilustrasi obat
Ilustrasi obat

DEPOK-RADAR BOGOR,Pil koplo alias obat daftar G ternyata sangat mudah didapatkan di Kota Depok. Obat yang dianggap para penggunanya bisa ngefly, dijual bebas di sejumlah toko.

Menariknya lagi, obat yang semestinya dibeli pakai resep dokter, muda-mudi cukup datang ke toko kosmetik, obat daftar G bisa langsung didapat.

Rabu (13/3) sekira pukul 15:30 WIB, di Jalan Proklamasi, Sukmajaya, Depok ramai lancar. Di jalan itu ada toko yang menjajakan kosmetik, obat, dan perlengkapan bayi. Sebelah toko tersebut ada warung kopi. Harian Radar Depok memantau aktifitas yang dilakukan penjaga toko obat kosmetik tersebut.

Berangsur-angsur jarum jam terus bergerak. Tak terasa sudah 2 jam lebih di warkop dengan ditemani segelas kopi. Selama 2 jam, kurang lebih ada 4 motor berkunjung ke toko tersebut yang konsumennya pria dengan usia dibawah umur. Bahkan, masih ada yang menggunakan seragam sekolah mengunjungi tempat tersebut.

Rasa penasaran makin timbul, apa yang sebenarnya di jual kepada anak-anak dibawah umur ini di toko yang luasnya 6X5 meter.

Tak lama kemudian, datang pasangan pria wanita ke toko tersebut. Radar Depok (Radar Bogor Grup) sangat beruntung. Setelah dari toko, pembeli pasangan ini singgah di warung kopi tempat Radar Depok memantau kegiatan toko tersebut.

Pasangan ini berinisial JW (pria) dan M (wanita). Setelah ngobrol panjang lebar, sedikit demi sedikit JW mulai memberitahukan bahwa toko tersebut menjual obat golongan G, seperti, Riklona, Tramadol, Alprazolam, Nerlopam, dan lainnya lagi.

“Paling mahal riklona setablet 50ribu, kalau Alprazolam 30ribu, nerlopam Rp20 ribu. Saya sempat berjualan sama teman kampus di Kelapa dua, tapi sekarang sudah tutup,” jelas JW sambil memakan obat dibarengi dengan minum kopi.

Ketika sedang asik berbincang, tiga orang masih mengenakan seragam Pramuka dengan menggunakan motor bonceng tiga mampir ke toko tersebut. Dan tak lama kemudian langsung pergi dengan terburu-buru.

Rasa penasaran kembali memuncak, dengan mengajak JW diimingi dibelikan sebutir obat untuk menjadi guide penelusuran ini. Radar Depok berdua berjalan dan semakin mendekat. Setelah tiba, ternyata seluruh dagangan ini hanya modus semata, untuk menutupi aktifitas jual-beli obat golongan G. Kardus kosmetik berdebu, kemasan pampers bayi sudah pudar, sampai etalese penuh dengan jamur, seakan tidak layak untuk dijadikan usaha.

Tapi, siapa sangka penghasilan toko tersebut tidak mempengaruhi kumuhnya toko tersebut. Bayangkan saja dalam sehari mereka bisa mengantongi Rp2-Rp4 juta dari hasil penjualan. Untung yang menggiurkan menjadi alasan utama penjual obat golongan G.

JW yang dulu pernah berdagang mengaku, mengambil pasokan obat dari Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta Timur. Biasanya mereka sudah kenal dengan orang dalam dan diberikan resep secara banyak. Kemudian dibagikan kepada beberapa orang yang mau membeli.

Setiap orang dikasih satu resep atau surat kuning, agar obat ini dapat ditebus dengan harga murah sekitar R-20-30ribu satu papannya. Biasanya dalam satu resep biasa menebus berbagi macam obat gologan G, dengan jumlah yang beragam tergantung dari resep yang diberikan.

“Untuk beli ke dalem biasanya saya sama teman 5 orang. Saya komunikasi sama orang dalem nanti yang anter OB atau CS, nah baru kita beli di tempat pembelian obat di RSKO. Suster pasti curiga tapi mungkin ini menjadi bisnis sampingan untuk mereka,” beber JW sebelum dia pergi bersama pasangannya.

Penjualan obat daftar G di Sukmajya ada di Jalan Bahagia Raya dan Jalan Keadilan Raya. Tak hanya di Sukmajaya. Radar Deok kembali mecari kemiripan modus yang dilakukan penjual. Lagi-lagi, toko kosmetik. Di Jalan Raya Citayam, juga menjual obat dengan golongan G. Kondisi toko kosmetik yang menjual obat G ini tidak terlalu rapih.

Di Jalan Raya Citayam toko kosmetik yang menjual obat golongan G, tidak memiliki plang nama toko. Bahkan, sang pelayan seorang pria muda yang hanya menggunakan kaos oblong, dan bercelana jeans. Dia bukan seorang apoteker yang seharunya memiliki keahlian di bidang obat-obatan.

Saat pertama mendatangi toko obat tersebut, sepertinya pelayan sudang mengetahui kedatangan Radar Depok, yang ingin membeli obat Golongan G. Tampak didepan etalase toko berbagai produk kecantikan sebagai kedok menutupi obat terlarang itu.

“Dumolid ngga ada bang, itu dosisnya terlalu tinggi, saya ngga berani jual,” kata penjaga toko.

Dia menawarkan tiga jenis obat yang dijual di tokonya, Amprazolam, Valium, Tramadol, dan Trihexyphenidyl.

Dia mengaku, sudah lama menjadi penjaga toko berukuran 2×3 itu. Menurutnya, sebagian besar omset yang didapatkan toko diperoleh dari hasil penjualan obat-obatan golongan G. “Sekarang mah lebih banyak yang beli obat itu dibandingkan kosmetik,” katanya.
Berbagai macam jenis obat dapat dibeli tanpa ada syarat tertentu. Bahkan, penjualan tidak dibatasi. “Orang mau beli satu hingga lima pack juga bisa kita kasih. Kami menjual dengan harga murah dari Rp30 hingga Rp50 ribu perbungkus. Satu bungkus biasanya berisi 5 sampai 10 butir,” terangnya.

Obat yang dilrang ini benar-benar membuat kecaduan yang mendarah daging. Ditemui di Cilodong, James (Bukan nama sebenarnya) sudah hampir tiga tahun kecanduan Pil Excimer, yang sejatinya dipergunakan untuk penderita gangguan kejiwaan. Dia mengaku hampir setiap hari mengkonsumsi obat yang termasuk dalam Golongan G atau Gevaarlijk yang berarti berbahaya.

‎Berbagai macam pil koplo telah coba dikonsumsinya sejak sekitar tiga tahun terakhir. Warga Kecamatan Cilodong, itu mulai mengenal obat-obatan yang masuk daftar G sejak tahun 2016. Tepat saat dia masuk ke sekolah menengah atas.

“Pertama kenal pil sejak masih SMP, sampai sekarang masih suka pakai,” katanya.

Dia mengaku, tertarik mengonsumsi obat-obatan berbahaya lantaran terpengaruh lingkungan. Kala itu, yang pertama ia cicipi adalah Trihexyphenidyl (trihex), yang merupakan obat untuk penyakit parkinson.

“Awalnya hanya coba-coba, tapi kok rasanya bikin nyaman dan enak di badan, akhirnya keterusan,” ucapnya.

Sampai saat ini, James masih sering mengonsumsi berbagai jenis pil.‎ Satu kali mengonsumsi, rata-rata ia menenggak dua sampai tiga butir pil‎ berbagai jenis. “Hampir semua sudah saya coba, sekali tenggak rata-rata dua sampai tiga butir pil. Efeknya bisa terasa sampai sekitar lima jam,” ujarnya.

Dia menyebut, terdapat berbagai macam jenis pil yang biasa dia konsumsi bersama teman-temannya. Antara lain hexymer, dextromethorphan atau biasa disebut dengan DMP, trihexyphenidyl, dumolid, riklona clonazepam, xanax alprazolam, dan lain-lain.

“Dari semua obat yang pernah dicoba, paling enak riklona clonazepam, naiknya halus tapi efeknya paling kerasa. Kalau pakai trihex dan sejenis biasanya tiga sampai empat butir, ini cukup satu butir saja. Tapi harganya mahal bisa Rp50 ribu perbutir,” tuturnya.

Dia mengaku, sangat mudah untuk mendapatkan obat tersebut di Kota Depok, biasanya dia membeli obat tersebut di toko kosmetik.(rub/cr2)