25 radar bogor

Dua Obat Ini tak Lagi Ditanggung BPJS Kesehatan, Berlaku Mulai Maret 2019

BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan.

JAKARTA – RADAR BOGOR, Kementerian Kesehatan RI memutuskan untuk menghapus obat kanker usus besar atau kolorektal dari daftar obat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan Penghapusan yang berlaku per 1 Maret 2019 ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/707/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/659/2017 tentang Formularium Nasional.

Jenis obat yang dihapus adalah Bevacizumab dan Cetuximab. Obat bevasizumab merupakan penghambat pertumbuhan kanker. Sedangkan cetuximab digunakan untuk pengobatan kanker kolorektal (kanker usus besar). Ini artinya, apabila pasien kanker kolorektal yang menggunakan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) membutuhkan kedua obat ini harus mengeluarkan biaya sendiri.

Menurut Menteri Kesehatan Nila Moelok, penghapusan dua obat ini dari Formularium Nasional (Fornas) sudah melalui pertimbangan tim penilai. Salah satu pertimbangan penilaiannya adalah dari sisi efektivitas harga dibandingkan dengan manfaat. “Untuk JKN ada penilaian cost effectiveness. Kalau sebuah obat ini terlalu mahal lalu ada obat yang lebih murah, kenapa tidak? Makanya sekarang lebih banyak pakai obat generik, ternyata obat generik manfaatnya sama,” jelas Nila.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyayangkan keputusan ini karena obat tersebut sangat dibutuhkan pasien kanker kolorektal. Menurutnya keputusan tersebut akan menurunkan manfaat bagi peserta JKN penyintas kanker.

Tidak hanya pasien JKN, keputusan Menkes tersebut dikhawatirkan akan membatasi kalangan dokter dalam memberikan obat-obatan sesuai indikasi medis. ”Bahwa kami meyakini Keputusan Menkes ini dibuat hanya untuk diabdikan bagi pengendalian defisit program JKN dengan mengorbankan pelayanan kesehatan bagi peserta JKN,” tuturnya.

Sehingga dengan adanya keputusan ini, Timboel menganggap pemerintah belum mampu mencarikan solusi atas masalah defisit tanpa menurunkan manfaat pelayanan kesehatan. “Pemerintah tidak belajar dari kasus tahun lalu yang mengeluarkan obat kanker Transtuzumab dari fornas. Setelah digugat oleh Ibu Yuni dan dilakukan perdamaian di Pengadila Negeri, akhirnya obat kanker ini kembali dimasukkan dalam fornas,” ucapnya.

Dia meminta agar Kemenkes dan BPJS Kesehatan menghentikan pembuatan regulasi yang menurunkan manfaat pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Menurutnya seluruh proses pembuatan regulasi harus melibatkan publik dengan melakukan uji publik dan sosialisasi. Sementara itu dikalangan dokter, penghapusan obat masih kontroversi.

Dokter spesialis bedah kepala leher RSUD dr Soetomo dr Urip Murtedjo SpB-KL menyatakan bahwa obat Cetuximab jarang digunakan sebagai obat kanker nasofaring. Sehingga jika dihapus pun tidak menjadi masalah. ”Selama ini saya menggunakan kemoterapi dan radiasi dengan obat selain itu (Cetuximab, Red) tidak masalah,” ungkapnya.

Bahkan Urip sempat menanyakan dengan beberapa koleganya apakah menggunakan obat tersebut? Dia mendapati jawaban bahwa Cetuximab yang merupakan obat untuk kemoterapi, jarang digunakan. ”Mungkin di beberapa negara digunakan, jadi ada dokter yang juga menggunakan,” imbuhnya.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas menjelaskan kewenangan BPJS Kesehatan hanyalah menjalani regulasi. Sedangkan Permenkes yang menyebutkan bahwa dua obat kanker tersebut dikeluarkan dari fornas merupakan rekomendasi oleh Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK). Sehingga ketika obat tidak tercantum dalam fornas maka BPJS Kesehatan tidak akan memberikan klaim. ”Kalau manfaat langsung ke bpjs kesehatan tentu bukan tentang menutup pembiayaan,” ucapnya. (lyn)