25 radar bogor

Komisi III Minta Ketua DPR Mediasi Pertemuan MA, MK dan KPU

BOGOR – RADAR BOGOR, Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) resmi tidak dimasukkan dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019 untuk DPD. Padahal Mahkamah Agung (MA) dan juga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) meminta KPU memasukan nama OSO.

‎Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal meminta supaya Ketua DPR Bambang Soesatyo melakukan mediasi pertemuan antara Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan KPU.

Karena dia menduga persoalan hukum antara KPU dengan PTUN, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berpotensi mengganggu jalannya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, bulan Oktober mendatang.

“Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh MPR yang berasal dari dua unsur, yakni DPR dan DPD hasil Pemilu 2019. Saat ini, legalitas hukum calon anggota DPD tengah dipersoalkan, karena PTUN Jakarta membatalkan keputusan KPU tentang DCT Anggota DPD Tahun 2019. Jadi, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden bisa terhambat karena legalitas anggota DPD dapat dipersoalkan secara hukum,” ujar Akbar dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Selasa (11/2).

Akbar meminta Ketua DPR Bambang Soesatyo turun tangan, mempertemukan pihak-pihak terkait agar persoalan hukum yang ada saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Menurutnya, persoalan DCT DPD dapat berdampak pada kekosongan kepemimpinan nasional, karena pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang kalah dalam Pilpres 2019 dapat menggunakan ‘ruang’ tersebut untuk melakukan gugatan.

“Ini masalah serius. Saya sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR, meminta kesedian Pak Bambang (Soesatyo) untuk memediasi masalah ini. Dalam komunikasi tersebut, Ketua DPR menyatakan kesediaanya, akan menghubungi Ketua MK dan Ketua MA agar polemik yang terjadi saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari. Apalagi, sampai menggangu jalannya pelantikan presiden terpilih,” tegas Politisi Partai Nasdem ini.

Akbar berharap, pertemuan Ketua DPR dengan pihak-pihak terkait dapat memberi solusi hukum, dan masalah tersebut dapat diselesaikan sebelum pelaksanaan Pemilu 17 April mendatang.

“Masing-masing pihak punya argumentasi dan dasar hukum sesuai undang-undang. Mudah-mudahan mediasi dapat menyelesaikan persoalan,” ungkapnya.

Sekadar informasi, polemik antara PTUN Jakarta dan KPU berawal dari gugatan Ketua Umum Partai Hanura OSO. Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO, memerintahkan KPU menerbitkan DCT anggota DPD baru yang memasukan nama OSO.

Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019. Bawaslu pun telah memutus sengketa tersebut.

Dalam putusannya Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Namun, KPU terus beralasan menjalankan putusan MK, sehingga tim kuasa hukum OSO melaporkan komisioner KPU ke Polda Metro Jaya.

Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi diperiksa Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (30/1), dengan sangkaan melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) KUHP, karena tidak melaksanakan perintah undang-undang, serta putusan PTUN dan Bawaslu.