25 radar bogor

Mardani: Sektor Pertanian Jokowi-JK Sangat Memprihatinkan

Mardani Ali Sera (Dok. JawaPos.com)

JAKARTA – RADAR BOGOR, Dalam debat perdana Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto menyindir sektor pertanian pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Prabowo menyebut produksi pangan dalam negeri cukup, tetapi pemerintah melakukan impor.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Mardani Ali Sera mengatakan, sektor pertanian pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sangat memprihatinkan. “Ya, sektor pertanian pemerintahan ini sangat memprihatinkan,” kata Mardani, di Jakarta, Jumat (18/1).

Seperti diketahui, usai dilantik menjadi presiden, Jokowi pernah berjanji akan memperbaiki produksi pertanian yang tertuang dalam program swasembada pangan. Terkait hal ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pernah mengklaim Indonesia telah swasembada untuk empat komoditi yakni padi, bawang, jagung, dan cabai. Faktanya, dikatakan Mardani, hingga saat ini, pemerintah terus melakukan impor pangan.

Dari data yang diperoleh BPN, Mardani menegaskan, swasembada pangan Indonesia belum terwujud. Bahkan, luas lahan pertanian terus mengalami penyusutan.

“Manajemen pupuk juga berantakan dan kesejahteraan pertani jauh dari target. Jadi banyak masalahnya,” tegasnya.

Mestinya, kata Politikus PKS ini, Pemerintahan Jokowi memprioritaskan perbaikan sektor pertanian Indonesia. Apalagi, mayoritas masyarakat Indonesia berprofesi sebagai petani.

Juru Bicara BPN Ahmad Riza Patria melancarkan kritik sama. Riza menilai, pemerintah gagal mensukseskan program swasembada pangan. Sebab, belakangan, pemerintah kerap melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri.

“Pak Jokowi juga janji. Faktanya, tak ada kedaulatan pangan dan impor terus,” jelas Riza.

Riza menambahkan, seharusnya, Kementerian Pertanian (Kementan) bisa menstabilkan produksi pangan dalam negeri. Tujuannya, agar dapat menekan impor pangan.

Sebaliknya, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Johnny G Plate menuturkan, tingginya angka impor pangan dalam negeri disebabkan oleh konversi lahan pertanian sebanyak 30 persen. Koversi lahan ini, tegas Johnny, membuat jumlah produksi pangan dalam negeri turun sebanyak persentase yang sama.

“Konversi lahan ini tidak pernah dibuka dari Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Di atas kertas lahan seakan bertambang, tapi di lapangan tidak,” tutur Johnny.

Konversi lahan ini, jelas Johnny, terkuak saat debat menteri dalam rapat kabinet. Dalam rapat itu juga diputuskan untuk mengimpor. Lebih jauh, Johnny menambahkan, impor itu dilakukan agar harga pangan di pasaran stabil. Ia mencontohkan, bila produksi pangan berkurang dan kebutuhan naik maka harga beras di pasaran akan tinggi.

“Tugas pemerintah adalah menstabilkan harga,” katanya.

Belakangan, Johnny menyebut, banyak berpandangan total produksi pangan dalam negeri melebihi kebutuhan. Faktanya, hingga saat ini, produksi pangan belum mencukupi kebutuhan masyarakat.

“Produksi tidak sesuai dengan kebutuhan, karena konversi lahan,” imbuhnya.

Sementara, pengamat politik Emrus Sihombing meminta, Menteri Pertanian untuk membuka data pangan dalam negeri. Tujuannya, agar masyarakat Indonesia mengetahui jumlah produksi pangan dalam negeri.

“Yang bertanggungjawab terhadap produksi adalah Menteri Pertanian. Jadi, buka saja faktanya. Kalau terjamin sesuai dengan stok beras nasional secara rasional, ya bisa diterima,” tutur Emrus.

Selain itu, dia berharap, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution melakukan evaluasi produksi pangan ini. “Menko Darmin berdiskusi dengan Menteri Pertanian, Kepala Bulog, Menteri Perdagangan, agar aja jalan keluarnya,” tandasnya.

Editor : Saugi Riyandi