25 radar bogor

Geram Disebut Merusak Situs Budaya Sumur Tujuh, Pemilik Lahan Blak-Blakan Faktanya

pria di sumur tujuh
Kawasan situs budaya sumur tujuh

BOGOR–RADAR BOGOR,Pemilik lahan Sumur Tujuh yang berlokasi di Jalan Lawanggintung, Keca­­matan Bogor Selatan, Kota Bogor, akhirnya angkat bicara terkait situs pening­­galan kerajaan. Abdurrahman Said Bajenet, membantah adanya cagar budaya yang disebut-sebut berada di tanah miliknya itu.

Ia bahkan memuntahkan kekesalannya atas tudingan-tudingan dikabarkan akan dibangun bangunan komersil di atas lahanya itu.

Dia meminta kepada semua pihak untuk melakukan pengecekan ulang kepada Wali Kota tentang sertifikat situs itu sendiri. Pasalnya, Abdurrah­man membeli tanah itu awalnya dari tangan pemilik pertama, Ginanjar Kartasasmita.

Abdurrahman justru mempertanyakan mengapa keberadaan situs itu tidak dipersoalkan dari sejak 40 tahun yang lalu, saat tanah masih dimiliki Ginanjar. Dia menye­salkan, sebelumnya tempat itu jarang disentuh pemerintah, bahkan tidak ada wisatawan maupun pengunjung yang datang untuk melihat tempatnya sebagai salah satu objek wisata kebudayaan.

’’Apakah Anda sudah bertanya ke Wali Kota bahwa di tanah itu ada sertifikat situs atau cagar budaya? Coba tunjukkan mana sertifikatnya? Empat puluh tahun dia punya tanah itu dan tidak pernah dipersoalkan. Sejak ada puting beliung, jadi ramai,” ketus dia kepada Radar Bogor belum lama ini.

Jika memang, lanjut dia, tanah ini adalah cagar budaya atau dilindungi oleh pemerintah, seharusnya awal sudah ada warning dari pemerintah.

’’Permasalahannya, peme­rintah tidak memper­soalkan itu saat saya beli tanah. Kenapa justru sekarang dipersoalkan,” ketusnya.

Ia juga mengakui jika di tanah miliknya ada sebuah bungker. Namun, ia membantah jika bungker tersebut bekas peninggalan sejarah Kerajaan Padjajaran sebagaimana yang ramai dibicarakan berbagai pihak.

Versi Abdurrahman sendiri, bungker itu adalah bekas peninggalan kolonial Belanda di masa penjajahan dulu sebagai tempat gerilya saat ini menghancurkan para penguasa di wilayah Batu Tulis.

’’Dulu bungker itu tidak terawat sama sekali. Dan sejak saya beli, bungker itu justru saya percantik dan sampai sekarang rapi sekali. Saya tidak mengkritik pemerintah. Saya hanya menyampaikan fakta apa adanya tanpa mengkritik siapa pun. Dan saya juga persilakan kalau ada yang ingin beli tanah itu, silakan beli. Anda atau pengusaha, yang mau beli silakan,” tegas dia.

Abdurrahman juga kesal dengan tudingan lahannya akan hendak dibangun bangu­nan komersil. Ia mengakui bahwa di Indonesia ini tidak mungkin ada orang yang berani membangun bangunan tanpa izin dari pemerintah.

’’Silakan dicek, apa pernah saya meminta izin bangunan seperti hotel, apartemen, SPBU, WC Umum, toilet umum. Ada enggak izinnya? Kalau tidak ada, itu hoaks semua,” tukasnya.

Dia menjelaskan, jika saat ini ada aktivitas membangun di atas tanah miliknya, itu adalah sebuah tembok yang ia pasang di bagian pinggir untuk menjaga agar tanah tidak longsor. Ia khawatir jika nantinya longsor, warga yang akan menjadi imbas longsoran tanahnya, karena di bawah lokasi lahannya ada permu­kiman padat warga.

’’Sebenarnya antara saya dan peme­rintah sudah tidak memper­soalkan ini. Saya juga tidak tahu siapa yang memper­soalkan ini. Dari dulu juga tanah itu sudah seperti itu,” terangnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Daerah Kota Bogor Sahlan Rasyidi mengatakan bahwa dirinya pernah memperta­nyakan adanya alat berat yang beroperasi di dekat makam Mbah Dalem di area sumur tujuh.

Syahlan menjelaskan bahwa dari penjelasan para budayawan bahwa sumur tujuh itu merupakan tujuh mata air. Dulunya mata air tersebut merupakan pemandian para ratu.(rp2/c)