25 radar bogor

Tak Mau Jauh dengan Ayahnya, Ini Perasan Orangtua Korban Longsor Proyek Double Track Perlintasan KA Bogor-Sukabumi

Suasana rumah duka
Suasana rumah duka Heri Supriadi (41) dan Nurhayati (37)  yang harus kehilangan anak kesayangannya akibat tertimbun longsor proyek pembangunan perlintasan KA Bogor-Sukabumi. Foto Radar Sukabumi

SUKABUMI–RADAR BOGOR, Bak disambar petir disiang bolong. Seperti itulah mungkin perasaan kedua orang tua Muhammad Rifki (10) warga Kampung Pakemitan, RT 1/4, Kelurahan/Kecamatan Cicurug yang meninggal dunia setelah tertimbun material longsor proyek double track Sukabumi-Bogor.

Keluarga pasangan Heri Supriadi (41) dan Nurhayati (37) tak menyangka bakal kehilangan anak bungsunya untuk selama-lamanya. Pihaknya mengaku, sebelum anak bungsunya tersebut meninggal, keluarga tak mendapatkan pirasat apapun. Namun, ia merasa ada yang aneh lantaran korban sehari sebelum meninggal tidak mau jauh dengan ayahnya.

“Dari Rabu (9/1) sore hingga menjelang malam, M Rifki tidak mau berjauhan dengan saya. Bahkan, sampai tidur pun tidak mau berjauhan. Saya bersama M Rifki tidak berjauhan sampai pukul 10.00 WIB, kemarin (10/1). Memang tidak seperti biasanya ia bersikap seperti itu,” aku Heri yang merupakan ayah kandung korban saat disambangi rumah duka, kemarin (10/1).

Diakuinya, Rifki memang dikenal anak yang hiperaktif. “Rifki ini merupakan anak ke dua saya. Ia memang anaknya hiperaktif. Namun karena ini musibah, saya tidak bisa berbuat apa-apa,” jelasnya.

Saat kejadian, ia mengaku sedang tertidur lelap di rumahnya. Namun, saat terbangun sekitar pukul 15.00 WIB, ia langsung menanyakan Rifki kepada istrinya. “Saat itu, saya tanya ke istri kemana Rifki, kenapa udah mau hujan dan sore seperti ini belum kunjung pulang. Istri saya menjawab lagi bermain di lokasi proyek sambil liat beko,” paparnya.

Saat ia keluar rumah dan berniat menjemput Rifki, ia dikagetkan dengan datangnya teman-teman korban dan memberikan kabar terkait anaknya yang tertimbun material longsor. “Setelah itu, saya langsung datang ke lokasi proyek.

Tenyata sudah tidak ada di lokasi karena sudah dibawa ke Puskesmas. Saat saya datang ke Puskemas, ternyata anak saya sudah dibawa lagi keluar pintu dan mereka sudah tidak mampu. Akhirnya, anak saya langsung di rujuk ke RS Medicare Cicurug. Namun saat berada di IGD, anak saya tidak tertolong,” paparnya.

Heri mengaku, dirinya tak mengetahui anaknya tersebut mengalami luka apa saja sehingga tewas setelah tertimbun longsor. “Sebab, anak saya tidak sempat di visum. Karena secara logika, anak saya tidak selamat karena tertimbun tanah bercampur air,” ujarnya.

Untuk itu, ia berharap kepada pemerintah agar lokasi proyek double track tersebut secara standarnya harus di tutup menggunakan partisi pagar yang menggunakan seng. “Ya, artinya tidak boleh ada orang umum apalagi anak-anak yang datang ke lokasi proyek tersebut. Tapi yang sudah terjadi biarlah terjadi. Namun, saya harapkan kedepannya agar tidak terulang kembali,” bebernya.

Menurutnya, korban yang merupakan siswa kelas 3 di SDN Bangkongreang, Kecamatan Cicurug ini, akan dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) di Kampung Pojok Hanjuang, Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug pada hari ini (11/1).

“Insya Allah besok (hari ini. red) pukul 07.00 WIB atau lambatnya pukul 08.00 WIB akan dikebumikan,” pungkasnya. Korban selamat, yakni Nurkiman (9), Zikri (9), Padil (9) warga Kampung Nyalindung, RT 3/4, Kelurahan/Kecamatan Cicurug.(den/e)