25 radar bogor

Menelisik Data, Seberapa Untung Tinggal di Apartemen TOD?

Ilustrasi hunian apartemen di pinggiran kota dengan memudahkan moda transportasi publik

JAKARTA-RADAR BOGOR, jakarta sebagai kota metropolitan memiliki karakteristik unik layaknya kota-kota besar di dunia. Data Badan Pusat Statisik mencatat jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2015 mencapai 10,18 juta jiwa. Kemudian meningkat menjadi 10,28 juta jiwa pada 2016, dan bertambah menjadi 10,37 juta jiwa pada 2017.

Jumlah penduduk tersebut, masih bertambah setiap harinya, dengan keberadaan warga kawasan sisi luar Jakarta, seperti Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang, yang tinggal di kawasan luar tersebut, namun memiliki pekerjaan di Jakarta.

Melansir data Biro Pusat Statistik DKI Jakarta di tahun 2016, kendaraan yang berada di Jakarta mencapai 18 juta unit. Dengan total panjang jalan di DKI Jakarta yang mencapai sekitar 7000 km, dampak langsung yang terjadi adalah terjadinya kemacetan yang terjadi hampir setiap hari.

Kerugian akibat kemacetan ini, diperkirakan mencapai Rp 6 Triliun setiap tahunnya. Pemerintah dengan langkah strategisnya, yaitu membangun sistem transportasi massal, baik itu MRT, LRT maupun BRT, diharapkan akan menjadi solusi jangka panjang atas problem kemacetan tersebut.

Pengamat Properti David Cornelis mengatakan, pertumbuhan penduduk yang cepat telah meningkatkan mobilitas orang, yang mengarah ke lalu lintas kemacetan. Transit-oriented development (TOD) adalah pendekatan perencanaan yang sedang diadopsi banyak kota karena menguntungkan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan mengembangkan stasiun transit massal.

Menurutnya, pengembangan TOD ke depannya mengintensifkan rasio luas lantai, menambahkan ruang hijau, dan meningkatkan desain yang berorientasi pada transit dan pejalan kaki.

“Pola distribusi TOD di wilayah-wilayah kota satelit memiliki hubungan yang kuat dengan tingkat perkembangan perkotaan dan ekonomi daerah. Pembangunan dan perencanaan TOD harus dilakukan dengan sungguh-sungguh karena akan tidak secara otomatis mengikuti ketika transportasi umum massal dibangun,” ujarnya seperti diberitakan Minggu (16/12).

Mengacu data BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabotabek) tahun 2015, setiap hari terjadi mobilitas kaum suburban dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sebanyak 996 ribu dan sebanyak 38 persen diantaranya berasal dari Bekasi.

Data dari Ditlantas Polda Metro Jaya tahun 2015 menyebutkan, jumlah sepeda motor setiap harinya bertambah 4.500 unit, dan mobil bertambah sejumlah 1.500 unit per hari. Sedangkan total panjang jalan di DKI Jakarta mencapai 5.621,5 km dan hanya bertambah 0,01 persen per tahun.

Peta situasi ini jelas memberikan gambaran tentang problem kemacetan yang melanda akses masuk Ibukota setiap harinya. Kerugian akibat kemacetan ini diperkirakan mencapai 28 Triliun setiap tahun.

Pemerintah pusat telah mengambil langkah strategis, dengan membangun LRT Jabodebek dengan total panjang jalur mencapai 82 km. Untuk fase pertama, akan dibangun jalur Cawang – Cibubur sepanjang 14,8 km, Cawang – Kuningan – Dukuh Atas 11,5 km, dan Cawang – Bekasi Timur 18,5 km. Sedangkan untuk fase 2, meliputi jalur Dukuh Atas – Palmerah – Senayan sepanjang 7,8 km, Cibubur – Bogor 25 km, dan Palmerah – Grogol 5,7 Km.

Dengan adanya moda transportasi ini, yang akan mendapatkan keuntungan adalah kaum suburban yang tinggal di sisi luar Jakarta, namun sehari-hari bekerja di Jakarta.

Kehadiran LRT, selain memberikan alternatif moda transportasi publik, juga akan mengurangi waktu tempuh para kaum suburban yang tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta.

Dikutip dari situs www.lrtjabodebek.com tanggal 9 November 2018, Pembangunan LRT Jabodebek tahap 1 telah mencapai 48,3 persen. Untuk persentase dari lintas pelayanan Cawang-Cibubur sudah mencapai 70,7 persen. Sedangkan, pada lintas pelayanan Cawang-Dukuh Atas, saat ini mencapai 36,3 persen, dan Cawang-Bekasi Timur, telah mencapai 41,2 persen

David menilai, properti yang ada di kawasan stasiun LRT memiliki nilai investasi yang tinggi, karena adanya konsep pengembangan properti berorientasi transit yang akan masif ke depannya.

“Kota megakosmopolitan seperti Jakarta, memerlukan kawasan TOD sebagai jawaban terhadap kemacetan, karena nantinya hunian maupun komersial yang ada, akan terintegrasi satu sama lain dan satu area sistem transportasi massal seperti TransJakarta, Kereta Komuter, LRT, MRT serta BRT (Bus Rapid Transit),” tandasnya.

(mys/JPC)