25 radar bogor

Jalur R3 Jadi Ditutup, Pemkot Siapkan Rekayasa Lalu Lintasnya

Spanduk rencana rekayasa lalu lintas yang dipasang Pemkot Bogor di Jalur R3. Nelvi/Radar Bogor
Spanduk rencana rekayasa lalu lintas yang dipasang Pemkot Bogor di Jalur R3. Nelvi/Radar Bogor

BOGOR – RADAR BOGOR, Jalan Regional Ring Road (R3) nampaknya bakal jadi ditutup. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor saat ini tengah menyiapkan rekayasa lalu lintas di jalur tersebut.

“Nanti akan dilakukan pertemuan teknis untuk rekayasa lalu lintas,” ujar Sekda Kota Bogor Ade Sarip kepada Radar Bogor, Minggu (16/12/2018).

Menurutnya, pembangunan jalur R3 dilatarbelakangi oleh jaringan Kota Bogor yang perlu dibuat. Sebab, jika mengandalkan Jalan Pajajaran untuk menuju ke Ciawi akan terjadi penumpukan di tengah kota. Dengan dibangunnya jalan tersebut, manfaatnya bukan hanya akses bagi masyarakat. Termasuk, menumbuhkan perekonomian baru. “Sekarang juga masyarakat sudah merasakan itu karena multidimensi juga manfaatnya,” kata dia.

Pembangunan R3 bukan rencana yang baru diadakan. Sebab, prosesnya sudah cukup panjang. Terutama masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bogor.

Dalam perencanaan, jalur itu akan terbangun hingga Jalan Wangun. “Dipastikan bahwa tugas di leading sektor PUPR jalan tidak boleh putus perencanaannya sampai selesai RPJPD di tahun 2025,” terangnya.

Polemik yang terjadi antara Pemkot Bogor dengan pemilik lahan diawali saat dilakukan pembayaran. Pemkot Bogor mengalami kekurangan anggaran. Kemudian, dibangun komunikasi dengan pemilik lahan sehingga ada keikhlasan bahwa pembayaran tidak harus dilakukan saat itu.

Di sisi lain Pemkot Bogor juga berupaya melakukan ruislag dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melalui konsinyasi di Pengadilan Negeri Bogor di lahan DJKN seluas lebih dari 14 ribu meter.

Sehingga, bisa menggantikan lahan warga yang telah digunakan untuk pembangunan jalan. Namun, hal itu gagal. Sebab DJKN belum bisa mengambil karena alas hak yang tidak utuh karena baru memiliki Surat Pengakuan Hak (SPH) dalam bentuk fotokopi.

Terkecuali, lahan yang telah digunakan untuk pembangunan kantor Kelurahan dan Puskesmas yang berhasil didapatkan melalui hibah.

“Di akhir tahun 2018 ternyata itu sudah bersertifikat atas nama pengembang yang sudah disita oleh negara, setelah itu kita informasikan ke DJKN terkait sertifikat itu, lalu BPN merapatkan dan diakui sertifikat itu, padahal sekian tahun seolah-olah hanya SPH saja, kalau tahu dari awal bersertifikat tidak perlu kita konsinyasi,” bebernya.

Menurutnya, hal yang wajar ketika pihak pemilik lahan meminta Pemkot untuk melakukan penutupan. Sebab, itu merupakan putusan hukum. Namun, Ade ingin meminta maaf sebab tidak langsung dilakukan penutupan.

Sebab, selain melakukan sosialisasi terlebih dahulu, pemerintah juga ingin melakukan rekayasa lalu lintas untuk jalur alternatifnya.

“Untuk 2019 tidak ada pembangunan dulu, kita fokus menyelesaikan ini dan prioritas yang lain, tapi harus tuntas di 2025 sambil juga ke depan harus dibangun komunikasi dengan dewan agar pemahamannya tuntas untuk kepentingan masyarakat Bogor. Saya yakin Bogor akan tambah baik dan bagus ketika jalur itu terbangun sampai ke Wangun,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman mengungkapkan, rencana pembangunan jalan R3 mulai dirancang pada tahun 2005 dengan panjang 10,6 kilometer. Pembangunan fase awal, kata dia, dilakukan pada tahun 2009/2010 dari simpang Jambu 2 hingga traffic light Taman Corat-Coret dengan anggaran fisik sekitar Rp10 sampai Rp12 milyar sepanjang 1 sampai 1,5 kilometer.

Berikutnya dilanjut hingga Villa Duta. Lalu, sektor 2 hingga panjang seperti saat ini dengan anggaran sekitar Rp2,3 milyar untuk panjang sekitar 2,1 kilometer. Sementara untuk permasalahan persoalan tanah terjadi pada tahun 2017. Sehingga, membuat sebagian jalan tidak di cor. “Kalau adanya perosalan tanah di tahun 2011, menyisakan sekitar 70 meter yang belum di cor karena persoalan pembebasan lahan,” kata dia.

Selain APBD Kota Bogor, pembangunan itu juga mendapatkan bantuan dari Provinsi Jawa Barat yakni sekitar Rp23 milyar. Namun pembangunan tak juga selesai dari lokasi Katulampa hingga Bendung Katulampa.

Kendalanya sama, kata dia, pada sta 400 terjadi persoalan ganti rugi yang tak selesai. Sehingga, pembangunan yang direncanakan menelan kurang lebih Rp23 milyar hanya terserap sebagian dan rigit beton sepanjang 400 meter saja dari rencana 2,1 kilometer.

“Hal itu pun menyebabkan terjadinya temuan-temuan di lapangan oleh BPKP Provinsi Jabar dengan persoalan one prestasi dan denda-denda pekerjaan yang dananya di kembalikan ke Kas Daerah Provinsi kurang lebih sekitar Rp150 sampai Rp175 juta dari temuan sekitar Rp700 jutaan hasil audit BPKP Provinsi dan kabarnya sudah selesai tahun itu juga di 2015-2016. Semua yang bapak sampaikan tolong di kroscek ke dinas teknis di PUPR, angka-angka perkiraan karena sudah lama,” paparnya.

Saat ini yang belum dikerjakan masih lebih dari 50 persen. Usmar memprediksi, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan seksi 3A mencapai antara Rp80 sampai Rp90 milyar untuk sampai Bendung Katulampa yang di selang jembatan.

Kemudian masuk di sesi akhir sepanjang 2,6 kilometer dari Bendung Katulampa sampai ke Wangun. “Banyak masih 50 persen lebih lah untuk sampai selesai,” katanya.

Menurutnya, persoalan pembebasan tanah yang tak kunjung usai karena aspek komunikasi. Baik komunikasi dengan pemilik lahan maupun dengan DPRD selaku pemilik mandat anggaran.   Namun sebenarnya, kata Usmar, adanya permasalahan itu karena memang masing-masing menjalankan tugas fungsi masing-masing.

Pemerintah melaksanakan APBD yang telah disepakati bersama legislatif dan legislatif di sisi lain menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran dan perundang-undangan. “Miss komunikasi lah, kalau bahasa UU atau PP Otonomi Daerah kan pemerintahan itu adalah eksekutif dan legislatif,” pungkasnya. (gal/c)