25 radar bogor

Polemik TPA Bantargebang Belum Usai, Warga Kembali Ancam Lakukan Penutupan

Ilustrasi Sampah
POLEMIK SAMPAH: Warga kembali mengancam akan menutup TPA Bantargebang

BEKASI-RADAR BOGOR, Kegaduhan mulai tampak di Desa Burangkeng. Kabar soal penutupan TPA Burangkeng pun mencuat belakangan ini.

Demikian dikatakan oleh Kepala Desa Burangkeng Nemin saat ditemui di kantornya baru-baru ini. Menurutnya, itu merupakan akumulasi kekecewaan warga selama ini.

Kata Nemin, pihaknya sudah didesak oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan tokoh masyarakat untuk menghentikan operasional TPA Burangkeng.

Akhiri Polemik TPST Bantargebang, Pemprov DKI Jakarta dan Kota Bekasi Sepakat Lanjutkan Kerjasama

“TPA sudah overload, saya didesak agar TPA ini tidak boleh beroperasi. Harus sepakat menolak,” ucapnya kepada pojokbekasi.com.

Luas TPA Burangkeng memang tak bertambah sejak awal pemanfaatan, yakni tahun 1996: tetap 11,8 hektare. Upaya perluasan masih terbentur regulasi.

Sejak 2014-an, status TPA itu sudah kelebihan muat. Jadi, sampah ditumpuk secara vertikal. Otomatis, semakin hari sampah semakin menggunung.

Tegas! Truk Sampah Bakal Dilarang Lewat Gerbang Tol Bekasi Barat

“Warga bisa marah, paling tidak penutupan TPA. Kalau itu sudah terjadi, kami tidak bisa halang-halangi. Itu hak masyarakat,” jelasnya.

Nemin khawatir, apabila ia menghalangi masyarakat ia akan dituduh sudah bermain mata. “Kata rakyat kades udah kenyang, pasti dapet dari sana. Sampai hari ini, baik lewat saya atau lewat desa, tidak ada,” tegasnya.

“Boro-boro 20 rebu sebulan, boro-boro Rp1 juta sebulan. Semua desa dapat ADD, bukan hanya Burangkeng. Gak punya TPA pun dapat ADD. Nilai plus karena ada TPA ke Burangkeng tidak ada,” sambung mantan anggota DPRD Kabupaten Bekasi ini.

Ia mengaku sejak lama sudah meminta Pemkab Bekasi melalui dinas terkait agar memeriksa kelayakan air, tanah dan udara di sekitar TPA. Bahkan, permintaan itu dilayangkan Nemin tiap bulan sampai saat ini. Namun, gayung tak bersambut.

“Sepintas di lingkungan situ air sudah buruk. Tidak bisa layak minum lagi. Kita berharap pemerintah daerah jemput bola. Jangan menunggu penyakit, musibah datang, masalah datang,” katanya.

Padahal kajian itu diperlukan Desa Burangkeng agar dapat mengambil keputusan terbaik untuk warga. Apabila air, tanah dan udara memang tercemar sesuai kajian dinas terkait, Desa Burangkeng akan mengambil tindak lanjut.

“Diperluas enggak, dipindah enggak, dikelola secara modern enggak. Apa maunya? Sampai kapan masalah sampah mau diselesaikan?” demikian Nemin.(see/pojokbekasi)