25 radar bogor

Bappenas Dorong Percepatan Pembangunan Papua Berbasis Pendekatan Adat

Presiden Jokowi dan beberapa menteri memantau proyek Trans Papua.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pendekatan sosiologi-antropologi menjadi faktor penting dalam proses perencanaan pembangunan nasional untuk Tanah Papua. Pendekatan kultural ini tercermin dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua.

Inpres ini menekankan strategi pembangunan berbasis budaya, wilayah adat dan fokus pada Orang Asli Papua khususnya yang berada di wilayah pendalaman dan pegunungan serta kepulauan yang sulit dijangkau. Pendekatan berbasis wilayah adat merupakan terobosan penting yang dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas dengan mengakokomodasi pendekatan berbasis wilayah adat di dalam RPJMN 2015-2019.

Dengan pendekatan baru ini, Pemerintah menghargai kearifan lokal, potensi sumber daya alam lokal dan karakteristik sosial budaya di setiap wilayah adat. Di Tanah Papua, setiap wilayah memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda. Terdapat 7 suku besar di Tanah Papua dan 256 suku kecil yang masing-masing memiliki bahasa daerah yang berbeda pula.

Menurut penelitian Balai Bahasa Papua dan Papua Barat Kemdikbud pada 2013, terdapat 307 bahasa daerah. Sehingga pembangunan yang dilaksanakan perlu dilakukan melalui pendekatan yang berbeda pula yang disesuaikan dengan kondisi sosiologi-antropologi. Setiap wilayah adat memiliki potensi ekonomi yang berbeda, sehingga Kementerian PPN/Bappenas menekankan pendekatan pembangunan yang bersifat Tematik, Holistik, Integratif dan Spasial atau yang lebih populer disebut THIS dalam perumusan perencanaan pembangunan untuk wilayah papua.

Kementerian PPN/Bappenas melalukan pendekatan pembangunan di beberapa wilayah strategis yang berbasis wilayah adat di Provinsi Papua, yaitu wilayah adat Saireri, wilayah adat Mamta, wilayah adat Animha, wilayah adat Meepago dan wilayah adat Laapago. Sedangkan di Provinsi Papua Barat, dikembangkan pendekatan pengembangan kawasan-kawasan potensial seperti kawasan industri Bintuni, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, kawasan wisata Raja Ampat maupun kawasan wisata situs sejarah Pulau Mansinam.

Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Pemerataan dan Kewilayahan Oktorialdi mengatakan, dalam setahun terakhir Pemerintah menerbitkan dua Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Papua, yakni Inpres No 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dan Inpres No 10 Tahun 2017 tentang Dukungan Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XX dan Pekan Paralimpik Nasional XVI 2020 di Provinsi Papua.

Menurut Okto, Paket Kebijakan Inpres 9/2017 menekankan komitmen untuk percepatan bidang kesehatan dan pendidikan, pengembangan ekonomi lokal, infrastruktur dasar, infrastruktur digital dan konektivitas guna membuka isolasi wilayah, kelembagaan dan tata kelola pemerintahan serta mendorong pengembangan kawasan potensial.

“Paket kebijakan ini ditujukan kepada 27 pimpinan kementerian/lembaga, Gubernur Papua dan Papua Barat dan para Bupati/Walikota se-Tanah Papua,” ujar Okto di Jakarta, Rabu (12/12).

Dalam melaksanakan paket kebijakan Inpres 10/2017 tentang Dukungan PON XX 2020 di Papua, lanjut Okto, Pemerintah melihat bahwa proyek pembangunan venue PON di Papua memiliki arti penting, bukan saja keolahragaan di Papua, namun kebanggaan Indonesia di wilayah Timur dan sebagai tanda kebangkitan olahraga dari Papua. Dampak ke depan melalui pelaksanaan PON ini diharapkan mampu menggerakkan perekonomian sehingga PON XX Papua tahun 2020 ini bukan hanya sukses prestasi tapi juga sukses ekonomi/kesejahteraan.

Komitmen Pemerintah pada Tahun Anggaran 2018 dan 2019 adalah membangun prasarana dan sarana olahraga Istora, akuatik, hoki, kricket dan velodrome di Kabupaten Jayapura, penataan kawasan olahraga, serta pembangunan baru dan/atau perawatan rumah susun sebagai wisma atlet di Jayapura, Merauke dan Mimika.

“Melalui kebijakan percepatan pembangunan ini, Pemerintah memperkuat koordinasi dan sinergisitas perencanaan dan pelaksanan kebijakan, program, kegiatan, proyek, lokasi dan output percepatan pembangunan kesejahteraan di Tanah Papua,” katanya.

Beberapa terobosan penting antara lain penerapan dan penguatan sekolah berpola asrama dan pengembangan pendidikan vokasi, pemberian kesempatan yang lebih luas untuk menempuh pendidikan menengah dan tinggi bagi putra-putri Orang Asli Papua, termasuk pelayanan kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (telemedicine) terutama di daerah terisolir yang minim tenaga kesehatan.

Sekretaris Desk Papua Velix V Wanggai menjelaskan, dalam melaksanakan paket kebijakan Inpres 10/2017 tentang Dukungan PON XX 2020 di Papua, Pemerintah melihat bahwa proyek pembangunan venue PON di Papua memiliki arti penting, bukan saja bidang keolahragaan di Papua, namun kebanggaan Indonesia di wilayah Timur dan sebagai tanda kebangkitan olahraga dari Papua. Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi perencanaan penyelenggaraan PON XX 2020 di Papua sesuai dengan arah kebijakan RPJMN dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

“Dari hasil pertemuan Menteri PPN/Bappenas dan Gubernur Papua pada 31 Oktober 2018, disepakati langkah-langkah pemantapan dan penajaman program pengembangan kluster-kluster kawasan secara terpadu di 5 kluster Biak, Jayapura, Merauke, Mimika dan Wamena,” kata Velix.

Sejalan dengan kebijakan konektivitas di Tanah Papua, lanjut Velix, Pemerintah melihat bahwa infrastruktur merupakan tulang punggung di dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, membuka isolasi wilayah dan memperlancar pelayanan dasar seperti akses ke pusat kesehatan dan pendidikan.

Saat ini Kementerian PPN/Bappenas secara intens mempertajam kebijakan dan program pengembangan sosial ekonomi kawasan di sepanjang koridor Trans Papua baik di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. Langkah awal yang dilakukan melalui pemetaan segmen-segmen Trans Papua dan memadukannya dengan kebijakan sektoral secara terpadu baik pertanian, perkebunan, pariwisata, kawasan industri lokal yang terintegrasi dari hulu ke hilir, peningkatan pelabuhan laut/sungai dan bandara di kawasan potensial lainnya.

“Hal ini diikuti dengan peningkatan aktivitas komoditas unggulan lokal yang selama ini dijalankan baik kopi, coklat, karet, pala, ubi jalar dan sagu. Harapannya, Trans Papua memiliki makna dalam mendorong tumbuhnya pengembangan ekonomi komoditas dan melayani komunitas lokal di wilayah terpencil,” katanya.

Velix mengakui bahwa membangun Papua tidaklah mudah, ada kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Bappenas mendorong pengembangan komoditas wilayah lokal, lalu pengembangan kualitas SDM, pengembangan SDM dengan intervensi yang berbeda-beda. “Komunitas unggulan, SDM, konektivitas, dan iklim, ini penekanan penting yang kita lakukan,” ujarnya.

Menurut Velix, lebih dari separuh penduduk di Papua berada di atas pegunungan sehingga fokus pemerintah ke daerah pedalaman/pegunungan. Pesan penting pemerintah adalah soal kewirausahaan.

Dia menilai pelaksanaan PON di Papua jangan hanya dilihat sebagai kompetisi saja, tapi percepatan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan yang akan terjadi di Papua. Bappenas akan terus melakukan pendekatan dasar yang sudah dilakukan lima tahun terakhir ini. “Bappenas merupakan bagian dari open governance, bisa mempertimbangkan saran dan masukan dari publik. Kemarin Bappenas memberi ruang dari saudara-saudara dari Papua untuk arah kebijakan pembangunan ke depan,” katanya.

Bersamaan dengan tugas Kementerian PPN/Bappenas dalam mempersiapkan rancangan teknokratik RPJMN 2020-2024, saat ini Bappenas terus menggali gagasan baru bagi arah baru pembangunan Tanah Papua ke dalam kebijakan nasional lima tahun ke depan. Terobosan awal di RPJMN 2015-2019 yang telah memasukkan pendekatan wilayah adat, akan terus dilanjutkan di tahun 2020-2024. Ke depan, Bappenas akan mempertajam pendekatan sosiologis antropologis Papua ke dalam kebijakan nasional.

“Tentu sejalan dengan pendekatan SDGs 2030, pendekatan green growth, dan pelayanan publik di era digital,”katanya.

Program Manager Desk Papua Bappenas Theresia Ronny Andayani menambahkan, pembangunan di Papua juga mengedepankan aspek lokalitas, terutama di sektor pertanian dan perkebunan. Dia mencontohkan perkebunan kopi. Kopi asal Papua bagus dan enak, namun di lapangan lahan untuk produksi masih terbatas.

Dari sisi hulu, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian memperluas titik-titik produksi. Sedangkan di sisi hilir sudah dijalankan oleh beberpaa mitra sehingga ke depannya perlu disinergikan.

“Ke depan kita akan mengembangkan bagaimana orang Papua bisa hidup dengan apa yang sudah mereka miliki,” jelas Theresia.

(srs/JPC)