25 radar bogor

Birokrasi Pemerintah Belum Maksimal, Indonesia di Posisi Buncit

Ilustrasi PNS. Hasil survei ACGA and CLSA Limited menyatakan jika birokrasi pemerintahan di Indonesia belum berjalan maksimal. (Radar Mojokerto/JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR,Asian Corporate Governance Association (ACGA) and CLSA Limited baru saja mengeluarkan hasil rating ‘Corporate Governance (CG) Watch’, sebuah studi tentang penerapan Corporate Governance di Asia-Pasifik. Dalam studi dua tahunan terhadap 1.100 korporasi tersebut, Indonesia berada pada rangking terbawah dari 12 negara yang disurvei di Asia Pasifik.

Posisi Indonesia tahun 2018 tidak berubah dari studi yang sama tahun 2016.

Harryadin Mahardika, Pengamat Kebijakan Publik dan Anggota BPN Prabowo-Sandi mengatakan, laporan tersebut mengingatkan bahwa rating Indonesia memburuk. Secara spesifik, rating Indonesia dianggap lemah pada skor government & public governance, regulators, reform, enforcement, dan investors.

“Skor-skor tersebut terkait erat dengan jalannya birokrasi dan pemerintahan. Sehingga menurut ACGA, tema perbaikan yang perlu disuarakan oleh praktisi CG Indonesia adalah CG reform low on the government’s priorities, direction unclear,” kata Harryadin dalam keterangannya, Minggu (9/12).

Artinya, menurut Harryadin, pemerintah tidak berhasil mendorong perbaikan corporate governance di Indonesia, di mana problem utamanya justru ada di birokrasi pemerintahan itu sendiri.

Menurutnya, agenda perbaikan CG yang digagas pemerintah juga dianggap tidak jelas. Bahkan ditemukan banyak praktik-praktik CG yang dilanggar, justru diduga atas intervensi secara langsung maupun tidak langsung dari pemerintah atau afiliasi politik yang berkuasa.

“Hasil studi ini mengkonfirmasi keprihatinan BPN Prabowo-Sandi atas melemahnya penegakan corporate governance di sektor swasta dan BUMN di Indonesia. Kami melihat indikasinya ada pada semakin meningkatnya kasus pelanggaran CG yang tidak mendapat teguran dari regulator,” paparnya.

Selain itu, Harryadin menambahkan, yang tidak kalah memprihatinkan adalah menurunnya kualitas corporate governance di BUMN Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran CG banyak dilaporkan secara internal, namun jarang yang ditindaklanjuti.

Artinya, menurut Harryadin, pemerintah tidak berhasil mendorong perbaikan corporate governance di Indonesia, di mana problem utamanya justru ada di birokrasi pemerintahan itu sendiri.

Menurutnya, agenda perbaikan CG yang digagas pemerintah juga dianggap tidak jelas. Bahkan ditemukan banyak praktik-praktik CG yang dilanggar, justru diduga atas intervensi secara langsung maupun tidak langsung dari pemerintah atau afiliasi politik yang berkuasa.

“Hasil studi ini mengkonfirmasi keprihatinan BPN Prabowo-Sandi atas melemahnya penegakan corporate governance di sektor swasta dan BUMN di Indonesia. Kami melihat indikasinya ada pada semakin meningkatnya kasus pelanggaran CG yang tidak mendapat teguran dari regulator,” paparnya.

Selain itu, Harryadin menambahkan, yang tidak kalah memprihatinkan adalah menurunnya kualitas corporate governance di BUMN Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran CG banyak dilaporkan secara internal, namun jarang yang ditindaklanjuti.

BPN Prabowo-Sandi, kata Harryadin, melihat hal ini sebagai sebuah output dari pemerintahan yang tidak berkomitmen dalam penegakan CG. Jika terus dibiarkan, maka hal ini membuat rating CG Indonesia turun di mata investor.

“Mereka tentunya tidak akan tertarik berbisnis di negara yang pemerintahnya tidak punya komitmen serius dalam penegakan CG. Ini mungkin yang menyebabkan pertumbuhan investasi di Indonesia melambat sejak tiga tahun terakhir,” pungkasnya.

(aim/JPC)