BOGOR–RADAR BOGOR,DPRD Kota Bogor mempertanyakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terhadap pembangunan hunian vertikal atau apartemen di sekitar kawasan Stasiun Bogor.
Musababnya, DPRD belum mengetahui apakah hunian vertikal itu akan masuk ke konsep Transit Oriented Development (TOD) yang sedang digodok atau tidak. Hal itu, diungkapkan Anggota Komisi III DPRD Kota Bogor Teguh Rihananto.
“Stasiun Bogor mau membangun saja menunggu TOD, sedangkan ini tidak,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin (5/12).
Menurut politisi PKS ini, prinsipnya semua proses perizinan perlu diikuti. Terutama, TOD di kawasan tersebut sudah clear. Sehingga, tidak ada masalah di kemudian hari. Pihaknya tak mau ketika sudah dimulai pembangunan malah menjadi kebingungan karena tak memasukkan konsep TOD yang akan diterapkan.
“Jangan sampai sudah bangun bingung, dampak lalu lintasnya seperti apa, karena di situ Stasiun Bogor sudah jelas, apalagi Sukaresmi belum clear, kalau TOD-nya sudah clear tidak masalah karena bangkitan manusianya banyak di situ,” tegasnya.
Selain itu, sambung dia, kini marak pembangunan apartemen di Kota Bogor yang berhenti di tengah-tengah pengerjaannya. Dikhawatirkan para investor akan enggan untuk berinvestasi sebab proses perizinan dirasa tidak memiliki kepastian hukum. “Kalau orang sudah berinvestasi di Kota Bogor, terutama apartemen, lalu berkali-kali kejadian seperti ini bisa kapok,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Perizinan Pemanfaatan Ruang pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bogor, Rudy Mashudi mengungkapkan, pembangunan apartemen tersebut berbeda dengan konsep TOD.
Sebab, konsepsinya sudah ada di sekitar stasiun dan menggunakan lahan milik sendiri untuk membangunnya. IMB yang dikeluarkan karena pengembang telah menyelesaikan proses administrasi dengan dinas teknis yang berwenang.
Terutama, untuk Amdal Lalin dan Amdal Lingkungan. Sehingga, telah memenuhi syarat sesuai ketentuan dan prosedur.
“Kami memiliki kewenangan terkait peraturan penataan bangunan, development right ada di pemerintah, property right ada di pengusaha, kewajiban kita memfasilitasi proses izinnya,” ungkapnya.
Menanggapi banyaknya pembangunan apartemen yang mangkrak, Rudy membantah jika pemkot terlalu mudah memberikan izin. Hal itu, menurutnya kembali pada investor untuk menyelesaikan apa yang sudah direncanakan.
Dia meyakini para investor sudah pasti melakukan uji kelayakan atau feasibility study (FS) sebelum melakukan investasi.
“Kalau proses pembangunan kan ada banyak faktor, misal tidak berlanjut atau mangkrak itu kan tidak hanya kondisi pengusahanya tetapi kondisi ekonomi yang berpengaruh, kita tidak mengetahui sampai sedetail itu tapi ini memang harus kita klarifikasi bersama kenapa bisa terjadi,” pungkasnya.(gal/c)