25 radar bogor

Sukses Bisnis cara Queen

Penulis : Mohamad Cholid ( Business & Executive Coach, sertifikasi Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching)

ANDA sudah nonton Bohemian Rhapsody, film biografi Queen dalam meraih kejayaan sebagai rock band? Film ini lebih dari sekedar cerita pergulatan batin dan keuangan anak-anak muda yang mengembangkan profesi sebagai para musisi di jalur rock, tapi juga merupakan cerita strategi menumbuhkan bisnis menjadi kuat. Kita sepatutnya dapat menyimaknya dengan baik.

Film Bohemian Rhapsody sebagai tontonan sudah sukses, dengan budget US$ 55 juta, belakangan dikabarkan sudah meraih box office US$ 490 juta.

Kisah Freddie Mercury (lead singer – piano) dan Queen adalah pembelajaran praktis tentang bagaimana membangun brand dan mengembangkan bisnis (scaling up). Sejak awal memasuki dunia rekaman, Freddie Mercury dan kawan-kawannya dalam Queen telah sepakat bersikap, yaitu siap tampil ke publik dengan identitas yang jelas, memiliki keistimewaan dibanding kelompok rock band yang sudah eksis.

Awal 1970-an itu, ditengah grup-grup lain seperti the Beatles atau Led Zeppelin yang sudah lebih dulu top, debut (album pertama) Queen berhasil sangat mengesakan publik. Penulis kritik musik Majalah Rolling Stone Gordon Fletcher memujinya sebagai “superb”, koran Daily Herald Chicago menilainya “above average debut”.

Cara kerja para personel Queen terbuka, saling mendukung, untuk terus melakukan inovasi produk, yaitu musik dan performance mereka. Konsistensi terus melakukan inovasi menyebabkan Queen berpisah dengan nanajemen lama, yang bersikap kaku dalam menilai musik. Saat itu Queen tengah berproses melahirkan lagu Bohemian Rhapsody – yang belakangan terbukti meraih sukses besar di pasar. Dari pelbagai poll, Bohemian Rhapsody masuk kategori “the greatest song of all time.”

Pembelajaran yang dapat kita petik: entrepreneurship adalah kemampuan untuk membangun diferensiasi dalam merebut pasar, menyatakan dengan gamblang, dan membuktikan bahwa para pengritik (yang cenderung berpikir dan bertindak normaif) salah. Menumbuhkan kemampuan untuk terus melakukan inovasi dan membangun keunggulan brand merupakan esensi strategi bisnis.

Kekuatan lain dari Queen sebagai institusi bisnis adalah unsur people (kesatuan orang-orang di dalam organisasi). Freddie Mercury (nama aslinya Farrokh Bulsara, ayahnya imigran dari Zanzibar), akibat bujukan “pengaruh gelap” sempat berkarir solo, berbasis di Munich, Jerman. Freddie dikelilingi oleh tim yes men, para pemain musik yang selalu mengikuti apa maunya. Ini berbuah kegagalan – para pebisnis menyebut situasi itu sebagai akibat dysfunctional team.

Lantas Freddie balik ke Inggris, menemui teman-teman lamanya, mengakui khilaf dan minta dimaafkan. Disamping rendah hati mengakui kesalahannya, Freddie juga terus terang membutuhkan teman-teman yang bisa berdebat sehat, saling memacu untuk menghasilkan produk lebih baik.

Bagaimana dengan tim di perusahaan Anda? Apakah mereka cukup berbakat, memiliki kompetensi dan siap tumbuh sebagai para profesional yang mampu berdebat secara sehat dan produktif dalam meraih sukses bersama?

A Night at the Opera, album Queen yang meledak di pasar (menampilkan Bohemian Rhapsody), disusun dan disiapkan, termasuk gladi resik menampilkannya, dengan konsentrasi penuh di sebuah rumah sewaan di pelosok Herefordshire, Inggris. Selama tiga minggu di situ para personel Queen fokus. Kemampuan untuk fokus secara intens seperti ini sama seperti yang juga dipelajari Steve Jobs saat di Pixar — ia membawa kebiasaan istimewa tersebut ketika kembali ke Apple Inc. dan sukses memimpin.

Apakah Anda dan tim para personel kunci siap pula bekerja dengan sangat fokus dan melakukan eksekusi dengan jitu? Dalam mengembangkan strategi, melakukan inovasi produk/jasa, serta upaya lain untuk memenangi pasar, cara kerja Queen dan tim Pixar yang fokus secara intens semacam itu, layak diterapkan di organisasi Anda. (ysp)

(Untuk konsultasi mengembangkan bisnis Anda secara sehat, kontak Nella – 085280538449)