25 radar bogor

Dewan Makin Malas, Pengesahan Tiga Raperda pun Ditunda

Suasana rapat paripurna di DPRD Kota Bogor.

BOGOR – RADAR BOGOR, Entah apa yang ada dipikiran para wakil rakyat di DPRD Kota Bogor ini. Saat rapat paripurna pengesahan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), Senin (19/11/2018), mayoritas dari mereka tak hadir.

“Harusnya dalam peraturan nomor 75 itu memang 2/3 anggota DPRD harus hadir. Saya hitung harusnya ada 31 dan disaat saya mau ngambil keputusan baru ada 24. Makanya saya lewati, dan saya beri kesempatan kepada ketua-ketua fraksi untuk memanggil anggotanya,” beber Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Heri Cahyono kepada Radar Bogor.

Saat pemberian kesempatan tersebut, justru anggota dewan kembali tak memenuhi kuorum. Bahkan, kata dia, saat pimpinan dewan mengambil sikap untuk membacakan keputusan pansus (panitia khusus). Hingga akhir sidang, hanya bertambah tiga orang menjadi 27 orang.

Heri mengaku, tak mengetahui ketidakhadiran para wakil rakyat yang harusnya mengikuti pengambilan keputusan tersebut. Heri juga belum memastikan kapan paripurna bakal diselenggarakan lagi. “Alasannya tidak tahu. Kecuali, pengambilan keputusan pansus itu bisa 1/2,” tukasnya.

Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman mengatakan, ada tiga Raperda yang seharusnya diputuskan yakni tentang Kesehatan, Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dan Informatika. Selain itu, dalam paripurna Senin lalu juga diusulkan dua Raperda baru yakni Perda Penyertaan Modal Daerah (PMD) Bank Jabar Banten (BJB) dan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

“Terkait dengan usulan itu penyertaan modal terhadap Perda 9 Tahun 2015 tentang PDAM tentunya itu menjadi penting karena itu adalah sisa penyertaan modal yang tidak terserap sebesar 33 Miliar di 2017 karena ada hal urgent saat itu,” beber Usmar.

Sekarang ini, diusulkan kembali dikarenakan adanya program nasional. Dimana seluruh daerah termasuk Kota Bogor harus memenuhi pelayanan seratus persen di 2019. “Total anggarannya kalau di Perda 8 2015 itu 98 Miliar. Sisanya sekitar 33 Miliar itu yang kita usulkan lagi,” tuturnya.

Peneliti Senior JPPR, Yusfitriadi menilai para anggota dewan semakin malas. Menurutnya, para anggota dewan orientasinya didominasi oleh kekuasaan, pada akhirnya yang menjadi kewajibannya tidak akan menjadi prioritas.

“Orientasi kekuasaan dominan, fungsi dan peran kepartaian termasuk orang-orang dewan di dalamnya tidak berjalan,” kata Direktur Democracy and Elektoral Empowerment Partnership (DEEP) itu.

Ia berharap, dewan kehormatan jangan menutup mata terhadap kondisi ini dan harus bertindak secara tegas. Begitupun ke partai politik, harus proporsional terhadap kadernya yang ada di parlemen untuk tidak lalay terhadai tugasnya.

“Begitupun masyarakat untuk mampu menghukum incumbent yang tak menjalankan fungsinya untuk tak memilihnya kembali,” tuturnya.

Divisi Advokasi Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Anwar Razak menilai, para anggota dewan terlalu sibuk dengan kepentingan politik. Akibatnya, rapat tak memenuhi kuorum.

“Sudah tidak ada lagi konsistensi mereka dalam pekerjaannya. Mereka lebih mementingkan kepentingan politik dibanding dengan melayani rakyat,” beber Anwar kemarin.

Seharusnya, kata dia, pimpinan dewan bisa mengambil tindakan terhadap hal tersebut. Dengan kata lain, sikap yang ditunjukan pimpinan harus lebih keras dalam mengultimatum anggotanya.

Di sisi lain, Badan Kehormatan Dewan (BKD) bisa mengambil tindakan tegas. Menurut Anwar, dalam Undang – Undang sudah tercantum bahwa anggota yang sudah berkali – kali tidak hadir dalam paripurna bisa langsung dilakukan Pemilihan Antar Waktu (PAW). (dka/c)