25 radar bogor

Angka Perkawinan Anak Tinggi, Indonesia Peringkat ke-7 di Dunia

Foto pasangan pengantin yang diduga menikah di bawah umur

JAKARTA-RADAR BOGOR, Tingginya angka perkawinan anak masih menjadi masalah di negeri ini. Data terkahir menunjukan Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka tertinggi.

Selain memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), perkawinan anak juga memengaruhi Indeks Kedalaman Kemiskinan.

Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Lenny Rosalin mengatakan, siapapun calon pengantinnya, baik salah satu, maupun kedua mempelai yang masih berusia anak, merupakan bentuk pelanggaran hak anak.

“Pelanggaran hak anak juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena bagaimanapun Perkawinan anak mengancam kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” ujar Lenny, Sabtu (17/11).

Lenny menuturkan, dari segi pendidikan, pasti banyak anak yang putus sekolah karena sebagian besar anak yang menikah di bawah usia 18 tahun yang akhirnya tidak melanjutkan sekolahnya. Selain itu, perkawinan anak juga berdampak pada kesehatan ibu dan anak.

“Jika usia anak telah mengalami kehamilan, maka mempunyai resiko kesehatan yang lebih besar terhadap angka kematian ibu dan anak dibandingkan orang dewasa karena kondisi rahimnya rentan,” paparnya.

Sementara itu lanjut Lenny, dampak ekonominya adalah munculnya pekerja anak. Karena si anak tersebut harus bekerja untuk menafkahi keluarganya.

Dia harus bekerja dengan ijazah, keterampilan, dan kemampuan yang rendah dan seadanya, sehingga mereka akan mendapatkan upah yang rendah juga,.

Sementara itu, Peneliti sekaligus dosen Universitas Paramadina Suraya mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak.

Antara lain ekonomi keluarga, utang keluarga yang dibebankan pada anak perempuan yang dianggap sebagai aset, pendidikan rendah, pendapatan rendah, interpretasi agama dan keluarga, serta stereotip pada anak perempuan.

Fenomena lainnya yang menyebabkan tingginya angka perkawinan anak adalah tingginya tingkat kehamilan di kalangan perempuan muda.

Berbagai upaya dan strategi perubahan telah dilakukan KemenPPPA sejak 2010. Salah satu strategi yang dilakukan oleh KemenPPPA bersama The United Nations Population Fund (UNFPA) adalah melakukan pendokumentasian praktik terbaik terkait pencegahan perkawinan anak di 5 kabupaten di Indonesia, yakni Rembang, Gunung Kidul, Lombok Utara, Maros, dan Pamekasan.

Kelima kabupaten tersebut terpilih karena berbagai alasan, di antaranya mampu menekan masalah perkawinanan anak.

Hasil pendokumentasian memperlihatkan bahwa 5 daerah tersebut memiliki komitmen yang tinggi dalam mencegah pernikahan dini, mulai dari tingkat pemerintah daerah hingga masyarakatnya.

Kabupaten Rembang juga telah mengambil langkah koordinasi PUSPAGA dan Pengadilan Agama dalam upaya pencegahan perkawinan anak di daerahnya.

Terobosan yang sangat baik juga dilakukan oleh Kabupaten Pamekasan sebagai daerah religius dengan jumlah pesantren yang cukup banyak. Tokoh agama ikut menjadi aktor penting dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

Beberapa pesantren juga menambah satu tahun masa pembelajaran untuk menyelesaikan kitab yang berisi tentang pembelajaran keluarga. Sedangkan Kabupaten Maros terus berusaha mendorong kebijakan daerah terhadap perlindungan anak. (jpg/JPC)