25 radar bogor

Perbesar Saham Asing, Perluas Penerima Tax Holiday

BURSA SAHAM:

JAKARTA-RADAR BOGOR, Investor asing bisa memiliki saham lebih besar di berbagai bidang usaha di Indonesia. Hal itu menyusul adanya kebijakan relaksasi atau pelonggaran dalam daftar negatif investasi (DNI) terhadap 54 bidang usaha dalam paket kebijakan ekonomi ke-16 yang diumumkan pemerintah di istana kepresidenan, Jakarta, kemarin (16/11).

Berbagai kebijakan itu ditargetkan berlaku pekan depan. Selain relaksasi DNI, ada dua kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah dalam paket tersebut. Yakni, perluasan cakupan insentif pajak (tax holiday) dan pengaturan devisa hasil ekspor (DHE).

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, upaya relaksasi DNI sebetulnya sudah dilakukan melalui Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016. Pasca keluarnya perpres tersebut, minat investasi asing meningkat 108 persen dan investasi dalam negeri naik 82,5 persen. Meski demikian, pemerintah menilai, masih ada bidang usaha yang belum optimal.

Sebanyak 51 di antara 101 bidang usaha yang memberikan keterbukaan terhadap investasi asing tidak memiliki peminat. “Jangan-jangan kurang relaksasi, cuma dibolehkan (saham) 51 persen. (Kepemilikan asing) akan kita tambah jadi 67, 75, atau 100 persen,” tuturnya. Adanya penambahan relaksasi DNI diharapkan dapat memperluas sumber investasi baru.

Selain itu, kenaikan investasi diharapkan dapat memunculkan produk baru yang memiliki jaringan pasar internasional. Dengan demikian, peran ekspor Indonesia dapat meningkat. Darmin menegaskan, selain meningkatkan investasi, paket kebijakan yang dikeluarkan bertujuan memperkuat ekonomi nasional dengan menekan defisit transaksi berjalan (CAD).

Saat ini pemerintah tengah merampungkan draf revisi perpres yang akan mengatur ketentuan tersebut. “Akhir pekan depan berlaku,” kata mantan gubernur Bank Indonesia tersebut.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menambahkan, beberapa contoh bidang usaha yang akan dibuka adalah industri percetakan kain dan rajut. Kemudian, bidang usaha yang sebelumnya mewajibkan kemitraan asing dengan UMKM dan koperasi. Misalnya, kopra, kecap, pengolahan susu, susu kental, kayu, minyak asiri, paku, mur, dan baut. Bidang usaha itu akan dibuka penuh. “Kami buka karena tidak ada kemitraan yang melakukan ini,” ujarnya. Selain itu, industri karet yang sebelumnya mewajibkan memiliki kebun juga dibuka.

Sementara itu, terkait perluasan cakupan tax holiday, Darmin menjelaskan, dalam kebijakan baru, fasilitas pengurangan pajak penghasilan (tax holiday) diambil untuk meningkatkan investasi langsung. Teknisnya, pemerintah memperluas sektor usaha yang dapat fasilitas tax holiday.

Misalnya, penambahan dua sektor usaha, yakni sektor pengolahan berbasis pertanian, perkebunan, dan kehutanan serta sektor ekonomi digital. Selain itu, pemerintah akan memperluas cakupan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) yang berhak mendapat tax holiday. Jumlah cakupan yang ditambahkan sebanyak 70 KBLI. Dengan begitu, total KBLI yang mendapat tax holiday mencapai 169.

Kemudian, untuk memberikan kemudahan dan kepastian fasilitas tax holiday, teknisnya melalui sistem online single submission (OSS). Dalam sistem tersebut, hitungan teknisnya sudah jelas. “Sehingga tidak lagi memerlukan diskusi,” ujar Darmin. Selanjutnya soal pengaturan devisa hasil ekspor (DHE). Darmin mengatakan, kebijakan itu hanya berlaku untuk DHE sumber daya alam.

Sebab, nilai ekspor di sektor tersebut jauh lebih besar daripada impornya sehingga akan berdampak signifikan jika diterapkan. Nanti DHE wajib masuk sistem keuangan Indonesia (SKI) dan ditempatkan dalam rekening khusus bank devisa. Selama ini DHE hanya perlu dilaporkan. Nah, DHE SDA yang tidak dimasukkan ke SKI bisa dikenai sanksi administratif.

“Berupa tidak dapat melakukan ekspor, denda, dan/atau pencabutan izin usaha, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Darmin. Sebagai timbal balik, bunga deposito DHE SDA yang ditempatkan pada bank devisa diberi insentif pajak penghasilan yang bersifat final sesuai peraturan.

Yakni, bagi yang dikonversi ke rupiah sebesar 7,5 persen untuk 1 bulan, 5 persen untuk 3 bulan, dan nol persen untuk 6 bulan atau lebih. Yang tidak dikonversi ke rupiah (dalam USD), pajaknya 10 persen untuk 1 bulan; 7,5 persen untuk 3 bulan; 2,5 persen untuk 6 bulan; dan nol persen bagi yang lebih dari enam bulan.(far/vir/c10/agm)