25 radar bogor

Sekian Lama jadi Ketum Parpol, Megawati Berharap Ada yang Menggantikan

PDI Perjuangan (PDIP) menggelar sekolah Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI Gelombang III atau yang terakhir menjelang Pemilu 2019 di Kantor DPP Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (15/11). (Issak Ramadhani/JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri memiliki keinginan besar untuk pensiun di partai yang ia besarkan. Mega merasa, di umurnya yang menginjak 71 tahun, perlu regenerasi di tingkat pimpinan partai berlambang banteng moncong putih itu.

“Saya sudah sekian lama berharap diganti, karena umur saya yang sudah plus 17 (71 tahun),” ujar Megawati dalam pembekalan caleg di DPP PDIP, Jakarta, Kamis (15/11).

Di sisi lain, Megawati tak menyangka, di usia senjanya, ia masih dipercaya memegang jabatan di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Sebagaimana diketahui, putri sang proklamator itu menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Sekian Lama jadi Ketum Parpol, Megawati Berharap Ada yang Menggantikan
Sekolah caleg dibuka langsung oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan sekaligus menutup sekolah kader fungsional. (Issak Ramadhani/JawaPos.com)

“Padahal umur saja sudah 71 tapi malah ditambahi tugas ideologi Pancasila,” katanya.

Presiden ke-5 Indonesia ini pun berseloroh dirinya adalah tokoh yang paling lama menjabat sebagai ketua umum partai politik di Indonesia. Ketua umum di partai-partai lain selalu berganti.

“Memang kalau dilihat perjalanan politik sudah cukup lama. Saya ketum parpol paling senior karena sekian lama belum diganti-ganti. Padahal sudah berharap diganti,” ungkapnya.

Selain itu Megawati juga menyoroti kurangnya perempuan di kancah perpolitikan di Indonesia. Sehingga Megawati merasa kesepian karena sangat kurangnya perempuan yang ingin berpolitik.

“Jadi, saya makin hari makin kesal pada diri saya sendiri. Mengapa mereka tidak mau menjadi tokoh politik seperti saya,” pungkasnya.

Sekadar informasi, dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.

Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.

Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah.

Bahkan Mega makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan.

Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terpisah menjadi PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.

(gwn/JPC)