25 radar bogor

Dukungan Terus Mengalir, Anak Korban Pelecehan Seksual yang Jadi Terpidana Surati Presiden

TERDAKWA:

JAKARTA-RADAR BOGOR, Dukungan untuk Baiq Nuril Maknun (36) terus mengalir. Berbagai pihak mendorong agar perempuan korban pelecehan seksual yang menjadi terpidana pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu mendapat keadilan dan terbebas dari hukuman.

Nuril masih shock atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memvonisnya dengan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Dia terbukti melanggar pasal 27 ayat (1) UU ITE dalam penyebaran rekaman percakapan mesum atasannya, Muslim, semasa menjadi kepala SMAN 7 Mataram.

Saat ditemui di rumahnya kemarin (15/11), Nuril terduduk lesu sembari menerima tamu yang datang. Namun, banyaknya dukungan yang mengalir membuat Nuril sedikit lebih tegar. Senyum masih terlihat di balik matanya yang sembap dengan air mata. Dia benar-benar terpukul dengan putusan kasasi itu.

Miris, Korban Pelecehan Seksual ini Tetap Dipenjara dan Didenda Rp500 Juta

Setelah MA menyatakan bersalah, Nuril kini hanya pasrah sembari menunggu keajaiban yang membebaskannya dari hukuman. Karena itu, mantan staf honorer SMAN 7 tersebut menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.

Surat itu ditulis di atas selembar kertas buku tulis, tertanggal 14 November 2018. Berikut isi surat Nuril, “Kepada Bapak Presiden Jokowi, saya minta keadilan. Saya mohon kepada Bapak Presiden bebaskan saya dari jeratan hukum yang sedang saya alami. Saya tidak bersalah. Saya minta keadilan yang seadil-adilnya. Hormat saya, Baiq Nuril Maknun.”

Nuril berharap melalui surat yang ditulisnya itu, presiden mendengar permasalahan yang dihadapinya. Dia hanya bisa melawan ketidakadilan tersebut hanya melalui surat tersebut. Sebagai ibu rumah tangga biasa, tidak banyak yang bisa dilakukannya. “Saya berharap Presiden bisa menolong saya,” kata Nuril.

Anak bungsu Nuril, Rafi, juga menulis surat kepada Jokowi. Bocah berusia 7 tahun itu meminta agar ibunya tidak disuruh “bersekolah” lagi. Saat ditemui kemarin, Rafi membaca ulang isi surat yang ditulisnya tersebut. “Bapak Jokowi, jangan suruh ibu saya ‘sekolah’ lagi,” kata Rafi. “Sekolah” yang dimaksud adalah kembali masuk sel.

Pada 2017, saat kasusnya ditangani kepolisian, Nuril memang sempat ditahan polisi. Saat hendak ditahan, Nuril mengaku kepada Rafi sedang ke sekolah. “Jadi, sampai sekarang anaknya tidak tahu kalau ibunya ditahan, tahunya ibunya mau sekolah,” kata Joko Jumadi, pengacara Nuril. Saat kasusnya disidang di PN Mataram, Nuril mendapat keringanan dari hakim dan menjadi tahanan kota. Majelis hakim belakangan membebaskan Nuril. Hakim menyatakan bahwa Nuril tidak melanggar pasal 27 ayat (1) UU ITE sebagaimana dakwaan jaksa. Sayang, putusan tersebut dianulir hakim kasasi dan kini Nuril terancam masuk penjara.

Dukungan moral untuk Nuril datang dari berbagai kalangan. Tidak terkecuali Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Sitti Rohmi Djalilah. Sebagai perempuan, dia juga mengaku sangat prihatin dengan yang dialami Nuril. “Saya menyesalkan (kejadian) itu bisa terjadi,” katanya.

Namun, Pemprov NTB pun tidak bisa berbuat banyak. Pemprov yang dipimpinnya baru bisa memberikan dukungan moral. Bantuan lainnya belum bisa diputuskan karena kasus tersebut harus dipelajari dulu. Khususnya, pokok perkara dan kronologi awal kasusnya. “Saya tidak bisa bertindak di luar kewenangan saya. Hukum tidak bisa kita tabrak begitu saja,” ujar Rohmi.

Sementara itu, Sekda Kota Mataram Effendi Eko Saswiot juga mengaku prihatin dengan apa yang dialami Nuril. Pemkot Mataram bakal mempelajari kasus Nuril melalui berbagai pemberitaan di media massa. “Banyak aspek yang harus kami lihat,” katanya.

Selaku pembina kepegawaian Pemkot Mataram, tidak tertutup kemungkinan Sekda akan memanggil Nuril dan Muslim yang keduanya merupakan pegawai Pemkot Mataram. “Kalau memang kami harus lakukan, kami akan memanggil mereka,” katanya.

Dukungan juga disampaikan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Lembaga tersebut mendorong Presiden Jokowi memberikan amnesti untuk Nurul. Direktur Ekeskutif ICJR Anggara menyampaikan bahwa selain peninjauan kembali (PK), amnesti dari presiden merupakan salah satu jalan untuk menyelamatkan Nuril dari hukuman penjara maupun denda. “Meminta presiden menggunakan haknya berdasarkan konstitusi. Yaitu, memberikan amnesti,” imbuhnya. Dasar hukumnya adalah UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.

Menurut Anggara, amnesti untuk Nuril juga akan menjadi bukti bahwa Jokowi berkomitmen memperkuat perlindungan hak korban. Dalam perkara Nuril, sambung dia, Nuril merupakan korban yang mendapat kekerasan seksual secara verbal dari mantan atasannya. “Ibu Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang seharusnya diberi perlindungan oleh negara,” tegas dia.

Sementara itu, di tengah dukungan kepada Nuril yang terus mengalir, Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram tetap melanjutkan rencana eksekusi putusan MA. Tim jaksa telah mengirim surat panggilan kepada Nuril.

Kepala Kejari (Kajari) Mataram Ketut Sumedana mengatakan, langkah strategis menindaklanjuti putusan MA telah dilakukan. Dia sudah mengumpulkan penuntut umum yang menangani perkara tersebut dan kepala seksi pidana umum (Kasipidum). “Langkahnya tidak ada lain yaitu memanggil Nuril. Kapan siapnya dieksekusi,” kata Sumedana kemarin (15/11).

Pemanggilan Nuril telah dilakukan jaksa kemarin. Sumedana mengatakan, berdasar KUHAP, jaksa bisa kapan saja mengeksekusi Nuril setelah putusan berkekuatan hukum tetap alias inkracht. “Paling lama itu satu bulan setelah menerima putusan harus dieksekusi,” ujarnya.

“Hukumnya begitu, karena (perkaranya) sudah inkracht,” terang Sumedana. Mengenai rencana pengajuan peninjauan kembali (PK) dari penasihat hukum Nuril, kata Sumedana, itu tidak akan menghalangi proses eksekusi. “Bunyi KUHAP memang begitu, PK tidak menghalangi proses (eksekusi).”

Menurut Sumedana, langkah eksekusi terhadap Nuril merupakan upaya jaksa untuk bertindak sesuai koridor hukum. Termasuk menghormati putusan pengadilan yang menyatakan Nuril bersalah dan dipidana penjara selama enam bulan. “Putusannya menyatakan bersalah, ya, kita jalankan. Kita bertindak sesuai koridor hukum, apalagi ini putusan (pengadilan) di tingkat akhir,” terang Sumedana.

Sementara itu, pengacara Joko Jumadi menyakini bahwa pihaknya akan mendapatkan bukti baru alias novum sebagai syarat pengajuan PK. “Yakin bisa dapat. Ada beberapa teman Nuril yang belum didalami mengenai proses penyebaran rekaman itu,” kata Joko. Upaya PK akan dimatangkan tim penasihat hukum setelah mendapat salinan putusan. “Tapi, kita lihat dulu salinan putusan, apa saja pertimbangan hakim atas putusan bersalah terhadap Baiq Nuril,” ujar dia.

Menurut Joko, fakta persidangan ketika perkara bergulir di PN Mataram sudah sangat jelas menyatakan kliennya bukan orang yang mentransmisikan rekaman. Terungkap bahwa rekan Nuril, yakni Imam Mudawin, yang berperan memindahkan rekaman dari handphone ke laptopnya.

Dari Imam itulah, rekaman percakapan asusila yang dilakukan Muslim menyebar. “Kalau karena persoalan (transmisi rekaman) itu, yang lebih pantas jadi tersangka, ya, Imam itu. Karena dia yang menyebarkan. Dan, itu ada di fakta persidangan,” papar Joko.

Sebelumnya, putusan kasasi yang dikeluarkan MA bernomor 574K/Pid.Sus/2018 pada 26 September menyatakan mengabulkan kasasi penuntut umum. Putusan tersebut sekaligus membatalkan vonis bebas dari PN Mataram terhadap Nuril. Hakim kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada Nuril selama enam bulan. Terdakwa juga diminta membayar denda Rp 500 juta.(ili/dit/r2/lyn/syn/c10/agm)