25 radar bogor

Bakal Masuk ‘Kuburan Pemilu’, Bro and Sis Sadar PDIP Untung Besar

Ketua Umum PSI Grace Natalie.

JAKARTA-RADAR BOGOR Partai Solidaritas Indonesia (PSI) blak-blakan mengenai coattail effect (efek ekor jas) yang di dapat dari pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin di Pemilu serentak 2019 ini. Partai dibawah komando Grace Natalie ini sadar kalau tidak mendapat limpahan suara karena mendukung capres petahana.

Juru Bicara PSI Rian Ernest mengatakan, tidak bisa mengharapkan coattail effect dari dukungan ke Jokowi. Karena keuntungan besar hanya didapatkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), lantaran Jokowi adalah kader partai berlogo banteng ini.

“Kami mendukug Pak Jokowi enggak berharap limpahan coattail effect. Karena berkah itu yang lebih merasakannya teman-teman di PDIP,” ujar Rian kepada JawaPos.com, Jumat (16/11).

Diakui Rian, dalam setiap rapat internal partai yang menyebut kadernya ini dengan panggilan Bro dan Sis itu tidak pernah membicarakan mengenai coattail effect di Pemilu 2019 ini. Sehingga memang dukungan yang diberikan oleh PSI bukan karena ada limpahan keuntungan.

“Kita jarang mikirin coattail effect. Bahkan dalam rapat-rapat internal kita enggak pernah membahas coattail effect,” katanya.

Di setiap rapat internal PSI hanya membicarakan strategi untuk bisa masuk di parlementary treshold, dan juga pembenahan terhadap masing-masing kader saat muncul di publik.

“Ya tentu kita harus lebih kerja lagi, dan paling misalnya saya ada di TV, terus apa yang dianggap kurang kita evaluasi,” pungkasnya.

Diketahui, adapun 4 partai politik baru yang akan bertarung adalah PSI, Berkarya, Perindo, dan Partai Garuda. Di antara keempat partai baru tersebut, bisa dibilang PSI menjadi partai yang sering menjadi pemberitaan dan sorotan. Sejumlah kader partai berbasis anak muda itu tak jarang menghiasi media sosial dan televisi.

Namun sayangnya, partai yang eksis di media sosial itu harus menerima kondisi memprihatinkan elektabilitas partainya. Adjie menyebutkan, dari beberapa hasil temuan survei terakhir, elektabilitas PSI masih stagnan di bawah 0 persen. Alias nanokom (nasib nol koma).

Pada survei yang dilakukan LSI pada 4-14 Oktober lalu di sepuluh provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, dan Sulawesi Selatan, PSI masih meraih suara sebesar 0,2 persen.

“PSI relatif stagnan, tak lebih dari 0 koma, dan tidak akan pernah di atas 3 persen dan 4 persen,” paparnya.

Kondisi tersebut semakin dipersulit dengan situasi pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dilaksanakan serentak. Menurutnya, situasi ini semakin membuat citra partai politik semakin tergerus dengan paslon di pilpres. Itulah sebabnya, partai-partai politik semakin sulit untuk mendulang elektoral.

“Pemilih sulit membedakan mana program-program partai, termasuk PSI. Secara konten dan program kan relatif bagus ya, tapi karena ketutup pilpres akhirnya kurang mengetahui apa program-program PSI,” ungkap dia.

Lebih lanjut, kata Adjie, persepsi terhadap partai juga bisa menjadi momok para partai baru untuk menghadapi pileg. Pemilih yang bingung cenderung akan lebih melirik partai-partai lama. Khususnya yang memiliki track record panjang di kancah politik.

Di sisi lain, kata dia, kalau bicara coat-tail effect pun bisa jadi akan tertutup ruang untuk masuk mengambil keuntungan. Kendati PSI memiliki dominasi di koalisi petahana, akan tetapi dominasi efek elektoralnya masih lebih ke PDIP.

“Ini faktor-faktornya kenapa elektabilitas PSI selalu di bawah 4 persen,” tutupnya.

(gwn/JPC)