25 radar bogor

Pileg 2019 Kuburan Parpol Baru, Elektabilitas PSI Cuman Nol Koma

Elite pengurus PSI saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara. (instagram Raja Juli Antoni)

JAKARTA-RADAR BOGOR Pemilu legislatif menjadi ajang pertarungan partai politik lama maupun baru untuk lolos ambang batas parlemen alias parliamentary threshold (PT). Khusus partai baru, bisa jadi upaya yang dilakukannya jauh akan lebih berat. Pasalnya, mereka masih belum memiliki pemilih loyal.

“Pemilih partai itu landasannya itu party id alias pemilih loyal. Itu biasanya terjadi karena proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai partai yang berlangsung sejak lama. Itu lah kenapa setiap survei partai PDIP, Golkar, PKB selalu di atas karena mereka memiliki pemilih loyalnya,” kata Peneliti Senior LSI Adjie Alfaraby kepada JawaPos.com, Jakarta, Rabu (14/11).

Adapun 4 partai politik baru yang akan bertarung adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Berkarya, Perindo dan partai Garuda. Di antara keempat partai baru tersebut, bisa dibilang PSI menjadi partai yang sering menjadi pemberitaan dan sorotan. Sejumlah kader partai berbasis anak muda itu tak jarang menghiasi sosial media dan televisi.

Namun sayangnya, partai besutan Grace Natalie yang eksis di sosial media itu belum berbanding lurus dengan elektabilitas partainya. Adjie menyebutkan, dari beberapa hasil temuan survei terakhir, elektabilitas PSI masih stagnan di bawah 0 persen. Alias nanokom (nasib nol koma).

Pada survei yang dilakukan LSI pada 4-14 Oktober lalu di sepuluh provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, dan Sulawesi Selatan. PSI masih meraih suara sebesar 0,2 persen.

“PSI relatif stagnan, tak lebih dari 0 koma, dan tidak akan pernah di atas 3 persen dan 4 persen,” paparnya.

Kondisi tersebut semakin dipersulit dengan situasi pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dilaksanakan serentak. Menurtnya, situasi ini semakin membuat citra partai politik semakin tergerus dengan paslon di pilpres. Itulah sebabnya, partai-partai politik semakin sulit untuk mendulang elektoral.

“Pemilih sulit membedakan mana program-program partai, termasuk PSI. secara konten dan program kan relatif bagus ya, tapi karena ke tutup pilpres akhirnya kurang mengetahui apa program-program PSI,” ungkap dia.

Lebih lanjut, kata Adjie, persepsi terhadap partai juga bisa menjadi momok para partai baru untuk menghadapi pileg. Pemilih yang bingung, cenderung akan lebih melirik partai-partai lama. Khususnya yang memiliki track record panjang di kancah politik.

Di sisi lain, kata dia, kalau bicara coat-tail effect pun bisa jadi akan tertutup ruang untuk masuk mengambil keuntungan. Kendati PSI memiliki dominasi di koalisi petahana, akantetapi dominasi efek elektoralnya masih lebih ke PDIP.

“Ini faktor-faktornya kenapa elektabilitas PSI selalu di bawah 4 persen,” tutupnya.

Namun, PSI masih memiliki harapan untuk melaju ke Senayan. Pengamat Politik dari UIN Adi Prayitno menyebut saat ini masih ada sekitar 70 persen penduduk Indonesia yang belum menentukan partai politik. Tapi, ini bisa juga jadi kabar buruk bagi seluruh partai politik lantaran masyarakat mulai malas berpartai.

“Kabar baiknya, partai-partai baru seperti PSI cukup terbuka merebut ceruk pemilih yang masih banyak untuk lolos ke Senayan,” tuturnya.

Kendati begitu, dia juga tak menampik merebut ceruk pemilih di pileg tak mudah. Tapi, peluang tetap masih terbuka. Dia sebut, PSI memiliki modal bagus untuk menghadapi pileg.

“PSI punya modal menonjolkan anak-anak muda dengan ragam latar belakang yang memadai. Ini bisa menjadi modal penting untuk merebut simpati pemilih,” pungkasnya.

(aim/JPC)