25 radar bogor

314 Pengajuan Pemekaran Daerah Numpuk di Kemendagri, Gimana Nasib DOB Kabupaten Bogor Barat?

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Hingga kini masih ada 314 pengajuan pemekaran daerah yang menumpuk di meja Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Baik pemekaran provinsi maupun kabupaten/kota. Bagaimana dengan nasib pengajuan daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Bogor Barat (KBB).

Kemendagri beralasan sumber daya manusia (SDM) masih menjadi problem daerah-daerah hasil pemekaran. Alhasil, potensi yang ada tidak mampu digarap maksimal untuk meningkatkan pendapatan daerah. Ditambah lagi kurangnya inovasi Pemda. Opsi moratorium pun tidak bisa terelakkan.

Sejumlah bupati di kabupaten hasil pemekaran sepakat dengan satu hal bahwa SDM memang menjadi bagian yang perlu mendapat pembenahan.

Bupati Sukamara, Kalteng, Windu Subagio tak menampik hal tersebut. Bahkan, SDM menjadi faktor utama yang berpotensi menghambat perkembangan di wilayahnya.

“Terlebih lagi pada kemauan, niat, dan semangat untuk memberikan yang terbaik,” ujarnya di sela pembekalan kepala daerah di Balai Pengembangan SDM Kemendagri kemarin (12/11). Komitmen awal itu yang selalu ditekankan pada jajaran pemerintahan di Sukamara. Sebab, semangat pemekaran kabupaten tersebut dari Kotawaringin Barat pada 2002 adalah memangkas birokrasi. Dengan begitu, masyarakat lebih mudah dijangkau.

Sejumlah daerah lain yang mengalami pemekaran mengalami masalah serupa. Misalnya, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Juga daerah otonomi baru (DOB) lainnya yang diperkirakan berjumlah lebih dari 225. Berdasar catatan Kemendagri, saat ini masih ada 314 pengajuan pemekaran daerah yang menumpuk di meja Dirjen Otonomi Daerah. Baik pemekaran provinsi maupun kabupaten/kota.

Mendagri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, di antara 314 pengajuan itu, tidak sedikit yang meminta secara paksa melalui DPR maupun DPD. “Papua minta dipecah tiga provinsi, Kepulauan Buton minta jadi provinsi,” terangnya. Belum lagi ratusan kabupaten/kota yang masih mengantre.

Memang, pemekaran adalah hak konstitusional masyarakat di daerah. Sepanjang untuk mempercepat kesejahteraan dan pemerataan pembangunan, tentu itu boleh dilakukan. “Tapi, kalau mendadak harus 314 bagaimana?” lanjut menteri kelahiran Surakarta itu. Pemerintah juga tidak mungkin mencicil dalam mengabulkan permintaan pemekaran tersebut karena bisa menimbulkan rasa cemburu.

Akhirnya, lanjut Tjahjo, pihaknya melapor ke presiden bahwa pemekaran distop. Pengajuan yang ada untuk sementara tidak diproses. “Dengan percepatan pembangunan infrastruktur di pusat dan daerah yang sedang dibangun, mudah-mudahan tidak (perlu peme­karan),” ucap menteri yang berulang tahun ke-61 pada 1 Desember mendatang itu.

Tjahjo mengingatkan, membangun DOB atau daerah hasil pemekaran bukan sesuatu yang mudah. Di Maybrat, Papua Barat, misalnya. Selama 12 tahun berdiri, penentuan ibu kota kabupaten tidak kunjung selesai. Setelah Kemendagri memaksa menggunakan cara adat, akhirnya persoalan bisa selesai.

Belum lagi persoalan sebaran SDM. Bukan hanya ASN, melainkan juga hukum, keamanan, hingga pertahanan. Ada Dandim dan Kapolres yang memimpin beberapa kabupaten sekaligus. Ada pula kejaksaan negerinya memiliki staf yang minim, bahkan bisa dihitung jari.

Tjahjo menjelaskan, persiapan membuat DOB butuh waktu tiga tahun setelah dinyatakan disetujui. Dalam setahun, butuh setidaknya Rp300 miliar. Anggaran itu digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan untuk memulai roda pemerintahan yang baru. “Apa mau kabupaten induk menyisihkan anggaran segitu, kan nggak mau juga,” ujar Tjahjo. Belum lagi seabrek syarat teknis yang harus dipenuhi calon DOB.

Menurut dia, ketimbang memaksakan pemekaran, lebih baik mengoptimalkan kondisi yang ada saat ini. Salah satunya, lewat percepatan pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Maju tidaknya DOB, lanjut dia, tidak bergantung pada melimpahnya sumber daya alam. SDM juga penting. ”Yang penting kepala daerah berani melakukan inovasi, membangun sinergi, dan fokus programnya.”
(byu/c17/oni)