BOGOR–RADAR BOGOR,Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor semakin serius menciptakan udara segar tanpa asap rokok. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) rutin merazia ke berbagai tempat yang memang sebenarnya tidak diperuntukkan bagi perokok.
Kepala Bidang (Kabid) Penegakan Peraturan Daerah (Gakperda) Satpol PP Kota Bogor, Danny Suhendar mengatakan, selama ini yang dilaksanakan adalah mengeliminasi para perokok aktif supaya merokok pada tempatnya. Bukan melarang, namun harus merokok pada tempatnya.
“Tidak boleh merokok itu sopir angkutan, penumpang angkutan itu sudah jelas. Lalu merokok di kantor, tempat ibadah, sekolah, karena itu mengganggu yang tidak merokok,” bebernya pada Radar Bogor, di ruang kerjanya.
Sambung Danny, berkaitan dengan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini, Bogor memang sering kedatangan dari Satpol PP atau DPRD Kota dan Kabupaten se-Indonesia. Seperti minggu depan saja akan kedatangan tamu dari Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Probolinggo. “
Karena di Bogor, KTR ini sudah berjalan lebih dari sembilan tahun, yakni Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang KTR,” ujarnya.
Ia menambahkan, melakukan razia biasanya bekerja sama dengan Dinas Perhubungan (Dishub) paling banyak pelanggar di angkutan umum, lalu ada yang berlalu lalang di jalan, kemudian di mal, itu akan dilakukan penindakan dengan tindakan langsung (tilang).
“Biasanya teknisnya ditegur dan diberitahu terlebih dahulu, misal orang tersebut kedapatan merokok tidak pada tempatnya, langsung diambil tindakan dengan bukti rokok orang tersebut masih menyala, kemudian diambil petugas serta dimintai kartu tanda penduduk (KTP),” paparnya.
Setelah itu, kata dia, langsung dicatat dan dibawa ke kendaraan tindak pidana ringan (tipiring) yang ada di Satpol PP.
“Contoh kemarin di Bogor Tengah lebih tepatnya di Gereja Zeboath, dibawa ke kendaraan yang sudah tersedia meja Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang akan mendata nama pelanggar sesuai KTP, jenis pelanggar ada rokok dan asapnya yang dimasukkan ke dalam plastik. Nah itu menunggu, kemudian anggota lain melakukan penjemputan hakim dan jaksa,” terangnya.
Masih kata Danny, setelah terkumpul banyak, misal 15-20 pelanggar, baru melakukan sidang tipiring hari itu juga.
“Lalu dipanggil sesuai urutan, diproses sidang tipiring, dipimpin hakim ditemani panitera kemudian dijatuhi hukuman denda paling kecil Rp50 ribu, paling besar Rp100 ribu,” katanya.
Razia yang dilakukan Satpol PP biasanya bergantian dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, dalam satu bulan satu kali. Itu tindakan untuk melakukan tipiring, kalau untuk sidak bisa satu bulan dua kali. Biasanya melakukan sidak ke tempat-tempat umum seperti kafe, restoran.
“Misal ke restoran ada yang merokok tidak pada tempatnya, langsung diambil tindakan. Minimal melakukan teguran dulu, karena itu masuknya sosialisasi, belum masuk tilang. Kalau yang tilang itu, sudah ada mobil sidak, ada hakim dan jaksa, dilengkapi dengan PPNS dan penyidik, baru dilakukan penindakan,” tandasnya.
Ketua No Tobacco Community (NOTC), Bambang Priyono mengatakan tentang masih banyaknya pelanggaran di KTR. Ia mengatakan, hal itu disebabkan lemahnya pengawasan dari tim pembina atau Pengawas KTR itu sendiri, baik pengawas internal maupun pengawasan dari pemerintah.
“Pemerintah kurang tegas dalam memberikan sanksi bagi para pelanggar sehingga para pelanggar merasa biasa membuat pelanggaran. Kurangnya kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk mematuhi aturan KTR,” imbuhnya.
Ia menambahkan, kurangnya pengetahuan atau mungkin juga kurang kepedulian masyarakat akan bahaya merokok bagi si perokok sendiri maupun orang lain yang menghirup asap rokoknya.
“Harus ditingkatkan lagi dengan kampanye-kampanye untuk menyadarkan masyarakat agar bisa mematuhi aturan demi ketertiban dan kenyamanan bersama,” pungkasnya.(cr4/c)