25 radar bogor

Pembahasan KUA-PPAS Tertunda hingga Tiga Program Ditolak, Hubungan Dewan-Pemkot Memanas

SIDANG: Anggota DPRD Kota Bogor saat melaksanakan sidang, belum lama ini.

BOGOR–RADAR BOGOR, Pembahasan KUA-PPAS yang tertunda karena mayoritas anggota dewan tak hadir hingga tiga program ditolak, membuat hubungan antara DPRD dan Pemkot Bogor Bogor, memanas.

Hal itu menjadi perhatian khusus Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Yusfitriadi. Menurutnya, hal tersebut bukan hanya di Kota Bogor karena akibat implikasi momentum pilkada.

“Indikasinya ada beberapa faktor, pertama politik pilkada masih tersisa, kedua ada kekhawatiran bagaimana kalau tidak ketemu deal-deal pada anggaran,” ujarnya kepada Radar Bogor, Kamis (8/11/2018),

Pria yang juga Direktur Democracy Electoral Empowement Partnership (DEEP) menilai, politik berujung pada dua aspek yakni kompromi dan kekuasaan.

“Oposisi harus selesai dengan kompromi, win-win solution atau apapun, kalau tidak maka rakyat akan dikorbankan, selalu ini yang terjadi, jadi saya pikir kuncinya komunikasi politik,” tegasnya.

Sementara itu, Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat angkat bicara terkait penolakan tiga program prioritas.

Terkait pengajuan untuk anggaran Regional Ring Road (R3), kata dia, dilakukan sudah atas perhitungan yang cukup jelas dan berlandaskan hukum.

Apalagi, anggaran yang diajukan untuk melaksanakan putusan pengadilan. Yakni ruislag atau membayar terhadap pemilik tanah.

“Bagi kami lebih baik dibayar karena memungkinkan dan anggarannya ada, lagi pula kita berhadapan dengan perintah hukum bukan dengan perlakukan pembebasan lahan,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin.

Namun, sambungnya, hal itu tidak disetujui Badan Anggaran (Banggar). Yang disetujui dan disepakati, kata Ade, hanya dua yaitu biaya appraisal dan penutupan jalan pada anggaran perubahan.

Padahal, menurutnya jika appraisal dianggarkan pada APBD 2019 akan lebih bermanfaat. Jika tidak dirasa akan mubajir.

“Saya sudah sampaikan itu, karena appraisal itu untuk kepentingan pembayaran bukan penganggaran dan berlakunya juga hanya enam bulan,” terangnya.

Kemudian terkait subsidi angkutan, selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Ade tak begitu paham ketika ditanya mengenai regulasi, perhitungan dan lain-lain.

Bukan tanpa sebab. Karena sebetulnya perihal tersebut tak perlu lagi ditanyakan dan seharusnya sudah tuntas saat rapat perkomisi. Artinya dalam hal ini Komisi III dengan Dinas Perhubungan (Dishub).

Lebih lanjut dikatakan Ade, berdasarkan Permendagri 38.2018 tentang pedoman penyusunan APBD 2019 KUA PPAS yang dibahas oleh Banggar perlu disetujui bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah.

Karena itu teknis penyusunan APBD 2019 harus selesai paling tidak satu bulan sebelum dimulainya anggaran 2019. Ade juga telah membentuk dua tim TAPD untuk berbagi tugas. Tim pertama melakukan konsultasi ke Kemendagri, tim kedua melakukan konsultasi ke TAPD Provinsi Jawa Barat.

Sementara itu, program sekolah ibu menjadi salah satu program prioritas yang ditolak. Menanggapi perihal tersebut Ketua PKK Kota Bogor, Yane Adrian, masih yakin Banggar akan menyetujui anggaran untuk program Sekolah Ibu. “Saya masih optimis dewan akan menyetujui anggaran Sekolah Ibu,” ujarnya.

Namun dia masih enggan memberikan komentar lebih jauh. Sebab masih menunggu keputusan akhir pembahasan.

“Sebelum ketuk palu saya tidak akan mengomentari terkait penolakan tersebut,” kata dia.

Yane meyakinkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan Sekolah Ibu sudah matang. Anggaran yang diajukan sebesar Rp10,2 milyar pun untuk empat angkatan dalam satu tahun anggaran. “

Kalau 10 (milyar) untuk empat angkatan, (mekanismenya) masih tetap sama, sesuai modul 20 kali pertemuan,” ungkapnya.

Anggota Banggar Abuzar mengatakan, dari hasil rapat Banggar dengan TAPD belum menemukan kesepakatan. Menurutnya, apapun program yang diajukan sesuai dengan rencana yang ada.

Baik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Keuangan Pemerintah Daerah (RKPD) ataupun Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

“Yang pasti, ketika diajukan secara normatif harus sesuai dengan aturan yang ada, karena Banggar bekerja sesuai aturan yang ada dan setuju atau tidak tergantung aturan dan kebijakan,” ujarnya. (gal/c)