25 radar bogor

Biarkan Jadi Monumen, Bangun Kota Baru

CEO Radar Bogor Grup Hazairin Sitepu

Karekteristik lumpur dan cerita-cerita bagaimana tahapan bencana itu terjadi relatif sama. Di Petobo, Balaroa maupun di Jono Oge. Warna lumpurnya pun sama. Se­mentara jarak antara Petobo de­­ngan Balaroa cukup jauh. Petobo di Palu Selatan, Balaroa di Palu Barat. Lebih jauh lagi jarak Jono Oge dari Petobo maupun Balaroa. Jono Oge di Kabupaten Sigi.

Fakta itu menimbulkan tiga pan­dangan. Pertama, tiga wilayah bencana itu­ memiliki karakter geologis yang relatif sama. Kedua, daratan mulai dari Petobo, Balaroa sampai dengan Jono Oge kemungkinan memiliki karakter yang sama, yang tersambung satu sama lain. Ketiga, semua daratan di Teluk Palu itu kemungkinan memiliki karakter geologis yang sama.

Hasil penelitian Risna Widya­­ningrum pada 2012 menemukan bahwa memang hampir semua daratan di Teluk Palu memiliki potensi likuefaksi (perubahan wujud tanah dari padat menjadi cair akibat guncangan atau getaran skala besar). Belum tau, sejauh apa hasil penelitian itu digunakan.

Secara gelogis, lapisan tanah di sebagian besar daratan Teluk Palu itu terdiri dari pasir, lanau dan lempung. Lanau adalah lumpur yang disebabkan antara lain oleh debu batuan. Sedangkan lempung adalah tanah liat. Tanah padat. Pasir ditambah lumpur, ditambah tanah liat, ketika digetarkan oleh gempa 7,4 SR, maka struktur tiga lapisan itu mencari menjadi satu. Terjadilah likuefaksi itu.

Ketebalan pasir di wilayah yang diteliti, antara 1 sampai 7,2 meter. Lanau di lapisan kedua, antara 0,2 sampai 0,7 sentimeter. Dan ketebalan lempung antara 0,1 sampai 2,7 meter. Jadi total ketebalan lapisan yang memiliki potensi menimbulkan likuefaksi adalah 10,9 meter. Itu belum ditambah kontribusi air tanah yang di wilayah teluk Palu itu kedalamannya antara 0,5 sampai 16 meter.

Kedalaman 10,9 meter itu-lah yang menyebabkan ada bangu­­nan tinggi kehilangan sampai lebih dari satu lantai ke dalam tanah. Ribuan rumah hilang dari permukaan tanah. Ada ba­ngunan-bangunan, pohon-pohon dan lahan-lahan berpin­dah tempat sangat jauh.

Secara risiko, lebih dari 60 persen wilayah Palu memiliki potensi terjadinya likuefaksi. Hampir 70 persennya berpotensi sangat tinggi, kira-kira 25 persen berpotensi tinggi dan sisanya kira-kira 5 persen berpotensi rendah atau sangat rendah.

Tiga hal penting yang bisa dilakukan oleh pemerintah prihal malapetaka di Palu dan Sigi itu. Pertama, daerah-daerah seperti Petobo, Balaroa dan Jono Oge, birkan saja begitu. Tidak perlu dibangun. Biarkan ia menjadi monumen sejarah yang besar.

Buatlah dinding besar di situ yang memuat semua nama pendudukknya yang tewas. Buatkan peta wilayah itu lengkap dengan simbol-simbol penting di dalamnya. Tapi buatkan juga tempat yang memadai untuk siapa saja yang ingin menaruh karangan bunga di situ. Selain fakta sejarah, ia kelak menjadi daerah wisata yang sangat penting. Dan setiap 28 September orang akan mengenangnya.

Kedua, wilayah kota Palu tidak perlu ada izin pembangunan rumah lagi ataupun gedung. Hotel atau lainnya. Biarkan saja seperti saat ini. Buat saja Kota Palu baru di dataran tinggi yang membentang dari bagian atas Palu Selatan sampai wilayah Sigi.

Saya sudah melintasi dataran tinggi itu Jumat lalu. Sangat indah. Kita dapat menyaksikan keseluruhan Teluk Palu dari situ. Saat ini sebagian wilayah itu dijadikan tempat pengungsi. Lokasi dataran tinggi itu agak jauh dari sesar Palu Koro, juga sesar Matano.

https://www.instagram.com/p/BpY6my-nk3S/?hl=id&taken-by=hazairinsitepu

Ketiga, semua bangunan baru di wilayah Palu, Sigi dan Donggala, salah satu persyaratan izinnya, tiang fondasinya harus jauh di bawah lapisan lempung. Atau jauh di bawah kedalaman 10,9 meter. Jangan menaruh fondasi di atas lapisan lempung, atau lapisan lanau. Apa lagi lapisan pasir.

Satu lagi, Bandara Mutiara juga harus ada pertimbangan. Wilayah itu dekat dengan jalur Palu Koro. Sangat dekat dengan Petobo. Memiliki potensi tinggi terjadinya likuefaksi.

https://www.instagram.com/p/BpY6pyCH4k0/?hl=id&taken-by=hazairinsitepu

Bencana 28 September 2018 hendaklah menjadi triger bagi pemerintah untuk segera melakukan penelitian yang lebih komprehensif lagi terhadap semua wilayah di Palu, Sigi, Donggala. Daerah itu merupakan jalur sesar Palu Koro. Juga di wilayah-wilayah yang dekat dengan jalur sesar Matano.****

Instagram :hazairinsitepu

Facebook: Bang HS