25 radar bogor

Puluhan Guru Kutim Datangi Parlemen, MPR Bahas Sila Keempat Pancasila

Wakil Ketua MPR Mahyudin saat berdialog dengan Puluhan guru dan kepala sekolah dari Kabupaten Kutai Timur yang berkunjung ke kompleks parlemen. Mereka datang untuk menghadiri Sosialisasi Empat Pilar MPR di Ruang GBHN, (MPR)

JAKARTA-RADAR BOGOR Puluhan guru dan kepala sekolah dari Kabupaten Kutai Timur (Kutim) yang berkunjung ke kompleks parlemen. Mereka datang untuk menghadiri Sosialisasi Empat Pilar MPR di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks MPR, DPR dan DPD RI, Senin (22/10).

Rombongan delegasi guru-guru, itu dipimpin Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pendidikan Sangatta Utara, H. Suyatno itu diterima oleh Wakil Ketua MPR Mahyudin.

Berbagai pertanyaan disampaikan oleh para guru, kepada mantan Bupati Kutai Timur itu. Mulai dari efek negatif pelaksanaan demokrasi yang mahal dan mengakibatkan maraknya praktik korupsi. Hingga peluang berlakunya kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Menjawab berbagai pertanyaan, itu Mahyudin mengatakan, sistem pemilihan langsung yang berlaku saat ini tidak sesuai dengan nilai-nilai sila keempat Pancasila. Bahkan akibat pemilihan langsung bukan hanya banyak pejabat yang berurusan dengn KPK. Namun yang lebih membahayakan adalahancaman perpecahan di antara para pendukung yang makin kentara.

Karena itu, Mahyudin mengaku setuju dengan usul para guru jika suatu saat nanti Indonesia harus kembali pada demokrasi perwakilan khususnya pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Bahkan dirinya menuturkan, kalau pendapatan masyarakat Indonesia sudah meningkat dan tidak mudah disusupi politik uang.

Namun, lanjutnya, kalau rata-rata pendidikan masyarakat sudah semakin baik dibanding saat sekarang, mungkin pada saat itu kita bisa praktekkan pemilu langsung. Tetapi, kalau pemilu langsung dilakukan saat ini, maka tinggal tunggu saja waktunya, akan makin banyak pejabat negara yang terkena kasus tindak pidana korupsi.

Peluang pejabat melakukan tindak pidana korupsi, kata Mahyudin akan semakin kecil bila dana kampanye ditanggung oleh negara. Karena kenyataannya, para pejabat yang melakukan korupsi, dipengaruhi oleh biaya kampanye yang sangat besar.

“Karena itu mereka berusaha mengembalikan dana yang digunakan selama kampanye, melalui cara yang tidak benar. Yaitu melakukan korupsi,” paparnya.

(gwn/JPC)