25 radar bogor

Mengenang Petobo yang ‘Ditelan’ Bumi, Warga:Judi, Prostitusi, Narkoba Jadi Satu

PALU-RADAR BOGOR,Wilayah Petobo, Kota Palu tinggal sejarah. Namun, permukiman yang kini rata digulung lumpur itu meninggalkan banyak kenangan. Di antara kenangan itu adalah Petobo yang dikenal sebagai tempat prostitusi hingga perjudian.

Tepat pukul 23.00 malam saya datang ke kompleks permukiman di wilayah Kelurahan Petobo, Kota Palu. Di sana saya bertemu dengan salah satu tokoh masyarakat di Petobo bernama Muhammad Salih (42). Pada Saya, dia ceritakan tentang sejarah permukiman yang kini rata digulung lumpur itu.

Salih juga heran, mengapa bencana di Palu, Sigi, ataupun Donggala terkesan dipilih- pilih. Dengan keheranan Salih tersebut saya jadi berpikir, ada apa dengan Petobo? Sebagian orang mungkin sudah tahu, bahwa wilayah permukiman di Petobo tak jauh berbeda dengan Las Vegas atau episentrum di kawasan Makau.

Suara Seram Hingga Diganggu Mahluk Halus, Begini Aura Malam Hari di Petobo Pasca Bencana

Ya, segala macam bentuk maksiat ada di sana. Salih sendiri yang menceritakannya lansung ke saya malam itu. Bahwa judi, prostitusi, bahkan narkoba ada di tempat itu. Tak tanggung-tanggung, perputaran uang di sana mencapai 1 miliar per hari.

“Banyak yang datang ke sini itu, dari Toli-Toli, Makassar, bahkan yang jauh dari Surabaya,” kata Salih sambil menawarkan teh hangat untuk saya.

Salih adalah salah satu dari sekian banyak ‘preman’ di Petobo. Saat ini, dia hanya menjaga portal menuju arah lokasi permukiman yang tergulung lumpur. Khawatir ada penjarah yang memanfaatkan kesempatan untuk mengambil barang.

Kumpulan Video Sepekan Pasca Gempa Bumi dan Tsunami Sulteng

Sudah hampir sepuluh tahun ke belakang, Petobo diisi dengan kegiatan maksiat. Pertama judi, bandar-bandar dari mulai kelas teri hingga kelas kakap ada di sana. Semua jenis judi juga dimainkan.

“Ada pacuan kuda, sabung ayam, dadu, sampai ibu hamil pun dijadikan judi untuk tebak anaknya laki-laki atau perempuan. Kadang ada yang datang dengan uang satu koper,” jelas Salih.

Sekitar tiga ribu lebih warga bermukim di sana. Petobo hanya wilayah biasa yang penuh dengan permukiman, tempat ibadah, dan aktivitas masyarakat yang biasa. Namun jika berjalan sedikit ke arah gunung, ada sebuah lahan lapang yang dijadikan arena.

Ibu-ibu dan anak kecil juga kadang bergabung untuk mengais rezeki dengan berjualan di sana.

“ Di sana 24 jam, tujuh hari, terus aktif. Tapi kalau di permukimannya ya biasa saja aktivitasnya,” sambungnya.

Kedua soal prostitusi. Wanita–wanita pemuas nafsu silih keluar masuk ke arena yang dijadikan perjudian. Ibarat menjamu tamu yang datang, kadang ada beberapa koordinator yang mengurusi soal wanita penghibur.

Dan soal narkoba, jangan ditanya. Salih mengatakan bahwa peredaran narkoba di atas bukit itu sudah tak bisa dihindarkan. Menurutnya, ada saja penyalur barang haram yang masuk ke dalam arena.

“Sudah pasti ada di sana. Banyak yang ngantar itu masuk ke sana. Paling banyak sabu-sabu,” tegasnya.

Ketiga indikator itu memang tidak bisa dijadikan pemicu terjadinya perataan permukaan tanah oleh lumpur di Petobo. Namun, Salih meyakini, masih banyak warga yang terkubur hingga saat ini.

Kemarin (14/10) sore, saya coba mendatangi lagi untuk melihat kondisi terkini kawasan itu. Banyak warga yang datang untuk sekadar berswafoto, ataupun penduduk Petobo yang masih penasaran dengan tempat tinggalnya. Tanah yang sudah bercampur lumpur itu juga masih lembek untuk diinjak.

Di sana saya bertemu lagi dengan salah satu tokoh masyarakat yang enggan dikorankan namanya. Ia menceritakan bagaimana proses terjadinya pergeseran permukaan tanah oleh lumpur itu. Saat gempa hebat terjadi dan mengguncang perbukitan yang tak jauh dari arena yang dijadikan tempat perjudian tadi, kulit gunung mulai berjatuhan.

“Lalu reruntuhan kulit gunung itu jatuh ke sawah, setelah itu menghantam rawa-rawa yang ada air dan lumpurnya, baru menghantam permukiman,” kata dia di hadapan banyak orang.

Ternyata ia juga merupakan seorang warga Petobo. Saat kejadian Jumat (28/9) lalu, sekitar pukul 20.30 malam ia datang untuk mengecek apa yang terjadi. Karena kebetulan, dia sedang ke luar rumah.

Kondisi salah satu kawasan di Palu yang porak poranda akibat gempa.

“Pas saya pulang sudah ada gunung hampir 25 meter di depan jalan, saya bingung,” aku dia lagi.

Saat itu pula, kondisi penerangan mati total. Beberapa suara minta tolong juga bersahutan terdengar.

“Ini yang kita injak (tanah) sekarang ini mungkin masih ada ribuan mayat yang terkubur,” serunya.

Di tempat lainnya, Kelurahan Balaroa di Kecamatan Palu Barat juga jadi salah satu wilayah yang hilang ditelan lumpur dan bumi. Karena lahan terbatas, warga terpaksa bangun tenda pengungsian yang berdampingan dengan pemakaman alias kuburan.

Tenda-tenda warga yang sudah terisi banyak pengungsi membuat sebagian warga memilih untuk tidur di atas tanah pekuburan. Terlihat pula tumpukan pakaian di atas pekuburan dengan jumlah yang sangat banyak.

Menurut informasi, mereka dijanjikan oleh pemerintah bakal diberikan tempat tinggal sementara, paling lambat dalam dua bulan ke depan.(dka/d)