25 radar bogor

LGBT di Cianjur Tenggelam Tapi Tetap Eksis, Ini Penyebabnya

ilustrasi tolak LGBT liburan di puncak
ilustrasi tolak LGBT liburan di puncak

CIANJUR-RADAR BOGOR,Kaum LGBT seakan semakin hadir dan menunjukan eksistensinya di khalayak umum tanpa segan serta malu lagi, fenomena ini menjadi semakin terbuka dan sulit untuk dihentikan.

Di Kabupaten Cianjur sendiri, perkembangan serta kehadiran kaum yang mengatas namakan hak asasi ini seakan terus bertambah.

Fenomena yang sedikit sulit ini menjadi sesuatu yang dilarang akan tetapi para LGBT ini tetap terus melakukan aktivitasnya, kendati dalam hatinya merasa perbuatan ini salah.

“Memang pada dasarnya fenomena ini agak sulit karena ini sesuatu yang dilarang, bahkan dalam hati kecil yang bersangkutan juga merasa seperti itu,” ujar Pakar Sosiolog, Fu Xie.

Hal ini pada zaman dulu merupakan sesuatu yang aneh dan tabu, akan tetapi dewasa ini menjadikan mereka merasa hebat, berani dan percaya diri. Itu dikarenakan atas dorongan dari luar, seperti jaringan komunikasi kelompoknya mulai dari nasional hingga internasional.

Kecenderungan LGBT mengganggu, seperti memberikan sinyal mengajak dan secara garis besar harus tegas untuk menolak.

“Jaringan mereka tidak kecil, nasional bahkan internasional dan yang pasti ada kecenderungan LGBT itu mengganggu dengan memberikan sinyal mengajak,” jelas Dosen Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia ini.

Dirinya pun menambahkan, harus ada tindakan yang nyata seperti memberikan pengertian secara merangkul tanpa menyisihkan mereka dan menjelaskan tindakan tersebut salah.

Sementara tindakan yang dilakukan secara kekerasan dapat menimbulkan efek yang semakin menguatkan tindakan kaum LGBT.

Peningkatan dari bertambahnya LGBT dapat berpengaruh dari berbagai faktor, mulai dari globalisasi dan pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Ini harus menjadi evaluasi dari hasil sosialisasi yang dilakukan pemda setempat secara khusus Pemda Kabupaten Cianjur, yang kurang efektif dalam penyampaiannya.

“Harus tau dahulu cara menyampaikannya, dari mulai membedakan kalangan usia yang akan diberikan sosialisasinya dan pemberi penyampaiannya sesuai koridor kalangan audien,” papar Fu Xie.

Sebagai contoh, ketika akan melakukan sosialisasi terhadap kaum muda, diharapkan penyampai atau sebagai narasumbernya adalah yang diidolakan anak muda. Sehingga penyampaian tersebut mudah untuk diterima, sementara audiens yang rata-rata kalangan milenial pun dapat memahami.

Selama ini langkah Pemda Cianjur dirasa cukup baik, akan tetapi dari pengehentiannya perlu lebih tegas lagi. “Langkahnya sudah cukup pakem jika secara istilah rem, akan tetapi remnya kurang kuat,” tambahnya.

Disisi psikologi, LGBT tidak ada yang berakhir dengan bahagia atau happy ending. Kebanyakan selalu berakhir dengan penyakit, mulai dari HIV/ Aids, meningitis dan penyakit mengerikan lainnya.

Dari propagandanya pun kelompok LGBT sangat kuat yang rata-rata beralasan adalah hak preferensi dalam memilih pasangan seksual, sehingga kelompok ini merajalela.

“Ya yang kita waspadai adalah propagandanya yang mengatas namakan hak prefensi dalam memilih pasangan, sehingga semakin mengakarnya kelompok ini,” ujar pakar Psikologi, Retno Lelyana Dewi.

Perlu pendekatan secara psikologis kepada anak-anak yang mulai diindikasi mulai menunjukan sikap seperti kelompok LGBT, namun tanpa melakukan pelarangan akan tetapi dengan memberikan pengertian dari dampak yang ditimbulkan.

Tugas Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur pun bertambah, bukan melakukan pemahaman melarang. Tapi memberikan penjelasan baik dan buruk, serta memberikan fasilitas anak muda yang dapat memotivasi untuk bisa mengeksplor potensinya agar terhindar dari pergaulan LGBT.

“Harusnya Pemda Cianjur memberikan pemahaman baik buruknya bukan dengan pelarangan dan memberikan fasilitas anak-anak muda untuk bisa menggali potensi dalam diri, sehingga ini bisa terhindar terhadap pergaulan LGBT,” tegasnya.

Peran serta orang tua dan lingkungan pun sangat diperlukan, dengan pendekatan secara emosional dan mendengarkan keluh kesah yang dialami. Sehingga ketika ada permasalahan, mereka tidak salah arah dalam mencurahkan apalagi terjerumus dalam melampiaskannya.

Sementara itu, Retno pun menjelaskan, untuk komunitas-komunitas yang berkaitan untuk diberikan pembinaan namun tidak hanya sekedar pembinaan keterampilan. Keterampilan tersebut dari mulai mental dan pemahaman agar tidak mengajak atau mendoktrin.

“Jadi pemda harus mendekati juga komunitas tersebut, bahkan semua lini turut mendukung dan juga masyarakat diberikan edukasi,” tegas Retno.
(radar cianjur/kim)