25 radar bogor

Pilpres 2019 Gara-gara Harga Sepiring Nasi Ayam, Ace Tuding Sandi Sebar Hoax

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Ace Hasan Sadziliy bahkan menganggap pernyataan Sandi sama dengan hoax. Karena tidak ada pembuktian harga sepiring nasi dengan ayam seharga Rp 50 ribu di Jakarta. (Jpnn/JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR Pernyataan calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno terkait perbedaan harga makan siang di Indonesia dan Singapura masih diperdebatkan. Sejumlah pihak berpendapat omongan itu tidak sesuai kenyataan.

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Ace Hasan Sadzily bahkan menganggap pernyataan Sandi sama dengan hoax. Karena tidak ada pembuktian harga sepiring nasi dengan ayam seharga Rp 50 ribu di Jakarta.

“Soal pernyataan Pak Sandi itu bagian hoax karena itu nggak sesuai kenyataan di lapangan. Jangan-jangan tim ekonominya yang menyampaikan informasi itu juga melakukan kebohongan di lapangan,” ujar Ace di Rumah Cemara Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/10).

Seharusnya setiap pihak melakukan verifikasi terhadap data-data masuk. Sehingga tidak ada penyampaian data yang tidak sesuai dengan fakta.

“Siapa pun termasuk kami, setiap informasi yang diterima kita semua tentu harus dicek lagi realita dan faktanya di lapangan,” imbuh Ace.

Ketua DPP Partai Golkar itu menyakinkan bahwa omongan Sandi adalah hoax, yakni di restoran fast food saja, yang notabennya lebih mahal dari warung nasi biasa, harga sepaket nasi ayam tidak mencapai Rp 50 ribu.

“Kita kalau mau makan di salah satu fast food aja kan nggak sampai Rp 50 ribu satu potong. Menurut saya tentu hal semacam ini menyesatkan,” sambungnya.

Lebih jauh, Ace pun heran dengan strategi yang dilakukan oleh kubu Prabowo-Sandi. Sebab apa yang disampaikan seperti harga nasi ayam ini seperti memublikasi hoax.

“Saya nggak tahu strategi politik apa yang dibangun pihak sebelah, yang nyatanya memproduksi hoax-hoax itu,” tukasnya.

Sebelumnya, dalam kunjungannya ke kantor redaksi Jawa Pos, Sandi mengatakan, harga bahan makanan di Indonesia lebih mahal dengan negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini karena panjangnya rantai distribusi yang menjadi kendala sejak lama.

“Bahan makanan di Indonesia lebih mahal dibandingkan di negara (ASEAN) lain. Sepiring makan siang di Jakarta lebih mahal dari sepiring makan siang dengan kualitas yang sama di Singapura, Thailand juga sama,” kata Sandi di kantor Jawa Pos, Jakarta, Kamis (4/10).

Akan tetapi, kata Sandi, mahalnya harga sepiring makan siang itu tak sebanding dengan pendapatan yang dihasilkan oleh petani. Pasalnya, petani yang juga merupakan konsumen beras mesti mengeluarkan biaya juga untuk membeli pupuk sehingga kalaupun penghasilannya naik namun tetap tergerus.

“Harga bahan pokok itu tak mencerminkan menguatkan nilai tukar petani. Harga belinya tinggi tapi ongkos petani juga meningkat dari pupuk dan penghasilannya tidak naik. Itu yang bikin petani jadi tidak sejahtera,” kata Sandi.

Beberapa waktu lalu, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengeluarkan riset bahwa lima jenis bahan pangan Indonesia lebih mahal dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Terutama beras dan garam.

Berdasarkan Indeks Bulanan Rumah Tangga CIPS pada Juli 2018, harga beras dengan jenis yang sama di Indonesia mencapai Rp 12.560 per kg, sedangkan Singapura hanya Rp 11.635/kg, Malaysia Rp 9.183/kg, dan Thailand Rp 7.419/kg. Sementara garam di Indonesia Rp 10.980, Singapura Rp 8.779, Malaysia Rp 3.013, dan Thailand Rp 4.313.

CIPS juga melaporkan jika dua per tiga petani di Indonesia masih lebih banyak membeli makanannya daripada yang mereka tanam sendiri. Namun, sebanyak 62 persen atau 34,3 juta jiwa di antaranya tergolong miskin atau rentan, dengan penghasilan kurang dari USD 1,90 per hari atau hanya Rp 850 ribu per bulan.

(ce1/aim/JPC)