25 radar bogor

Parah! Diiming-Imingi Pekerjaan dan Gaji Besar di China, Gadis Jabar Dipaksa Kawin Kontrak

Ilustrasi oknum guru SMPN 1 Cigombong terduka pelaku asusila.
Ilustrasi oknum guru SMPN 1 Cigombong terduka pelaku asusila.

JAKARTA-RADAR BOGOR,Praktik kawin kontrak tak cuma ada di Puncak, tetapi juga di Tiongkok. Parahnya, banyak gadis belia asal Jawa Barat ( Jabar) yang dieksploitasi dengan iming-iming kerja enak di luar negeri. Padahal, mereka dijual dengan harga fantastis dan dipaksa jadi budak seks lewat kawin kontrak.

Kasus ini diketahui setelah keluarga korban mengadu ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ketua Jaringan Advokasi Ra­kyat Partai Solidaritas Indonesia (Jangkar Solidaritas) Muannas Alaidid mengungkapkan, kasus ini berawal pada Mei 2018 lalu, saat 16 perempuan Indonesia dari Purwakarta, Subang, Bandung, Tangerang dan Tegal diberangkatkan ke China.

Mereka diiming-imingi peker­jaan dan gaji besar sebagai pen­jual kosmetik di sana. Ternyata sesampainya di sana, para kor­ban malah dinikahkan dengan para pria setempat, dengan surat izin orang tua yang dip­alsukan. “Berdasarkan penga­kuan korban, mereka diperju­albelikan oleh calo atau agen perusahaan dengan nilai Rp400 juta per orang,” kata Muannas.

Muannas mengatakan, tran­saksi Rp400 juta itu baru dike­tahui para korban setelah me­reka meminta dipulangkan ke Indonesia. Mereka ditahan untuk pulang ke Indonesia ka­rena suaminya merasa sudah membeli dengan harga ratusan juta. ”Ketika dia ingin pulang, direspons, ’kamu tuh sudah saya beli. Saya kasih agen kamu Rp400 juta’. Jadi ini seperti kawin kon­trak tapi terselubung. Korbannya tidak mengetahui,” beber Muan­nas.

Berdasarkan pengakuan para korban kepada keluarganya melalui telepon yang dilakukan sembunyi-sembunyi, diketahui mereka dipaksa melakukan pernikahan di bawah ancaman, bila tidak mengikuti maunya itu akan dilakukan kekerasan dengan dalih telah ‘membeli’ dari agen sepakat produksi anak.

Bahkan ketika pernikahan terjadi dan sudah berlangsung sekitar empat bulan hingga kini, tuturnya, para korban tidak per­nah dinafkahi, dicekoki obat sehari tiga kali merangsang kesuburan, dipaksa hamil diik­uti kekerasan seksual lainnya secara terus-menerus. ”Ini ke­jahatan kemanusiaan, perbu­dakan,” tegasnya.

Hal itu diamini Yuni Ela, tan­te salah seorang WNI yang di­jual ke China atau Tiongkok. ”Dia cerita mau pulang terus. ’Tolong, ma. Nggak kuat, ma. Terus dicekokin obat. Dipaksa melulu, ma. Ini juga lagi di kamar mandi bisa WA. Tolong, ma. Jangan sampai nanti bunuh diri di sini,’” kata Yuni mengulang percakapan dengan keponakan­nya.

Yuni, yang sudah menganggap keponakannya sebagai anaknya, itu mengaku sudah tak bisa berkomunikasi lagi. Terakhir kali berkomunikasi, keponakan­nya itu terus menangis minta segera dipulangkan.

”Di sana dia dulu sering komunikasi, cerita sering dipukul, dipaksa berhubungan suami-istri yang nggak sewajarnya. Dia telepon minta jangan disuarain, takut dirampas. Kasihan banget,” tuturnya.

Ai Maemunah, ibunda DF, yang juga jadi korban perdagangan orang, menuturkan bahwa anaknya ditawari bekerja ke China saat di Jakarta pada awal Mei 2018. Anaknya dijanjikan akan diberi upah Rp5 juta per bulan.

”Dewi ke Jakarta dulu main sama dua temannya. Di Jakarta dua minggu, terus balik lagi ke Purwakarta. Pas pulang, dia ce­rita ditawarin kerja sama orang buat kerja di China. Dijanjiin di sana digaji Rp4-5 juta. Dia bilang pas mau berangkat ke Jakarta lagi. Sampai sekarang sudah empat bulan nggak ada kiriman,” ungkap Maemunah.

Kemudian ayah korban beri­nisial M, Nur Hidayat, juga me­rasa ditipu pelaku yang mem­bawa putrinya ke China. Hiday­at tak menyangka niat anaknya mencari kerja justru dikawin paksa di China.

”Awal mula mau main sama temannya di Jakarta. Sampai akhirnya di Jakarta, saya tanya ‘Mau apa? Mau kerja. Kerja dengan bos’. Dugaan saya meleset, tahunya sepuluh hari jelang puasa, dia nangis ada di China. Dia minta dipulangin. Disekap,” paparnya. ”Saya kira dia tuh kerja, nggak tahunya di­nikahkan. Nikahnya secara apa juga nggak tahu,” ujar Hidayat.

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Jabar mengungkap praktik per­budakan tersebut lewat kawin kontrak.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana mengaku berhasil menangkap tiga pelaku yang berperan sebagai perekrut dalam kasus perdagangan manusia. Yakni GCS WNA Tiongkok, TTD (WNI perempuan perekrut) dan YH (anak buah TTD).

Umar menjelaskan, para pe­rempuan ini didapat dari hasil pencarian yang dilakukan TTD dan YH. Keduanya mendapatkan pesanan dari GCS.

TTD dan YH mencari perem­puan-perempuan ke kampung-kampung yang kebanyakan berasal dari Jabar. Para pelaku bahkan meminta langsung izin dari orang tua dengan mem­bayar Rp10 juta dan menjanjikan anaknya bekerja enak.

Sebelum dibawa ke Tiongkok, mereka dibawa dulu di rumah singgah, di apartemen Green Hill, Jakarta.

”Dari 18 korban, 12 orang sudah berangkat. Sementara sisanya belum berangkat dan berhasil diselamatkan,” tandas Umar. (mtr/ysp)