25 radar bogor

BEI Tunggu Respons Manajemen Soechi Lines Soal PKPU

ilustrasi kapal tanker (Dok. JawaPos.com)

JAKARTARADAR BOGOR, Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menanti jawaban PT Soechi Lines Tbk (SOCI) terkait putusan Pengadilan Negeri Medan pada 31 Agustus 2018 mengabulkan permohonan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap anak usaha yang 99,99 persen dimiliki oleh SOCI, PT Multi Ocean Shipyard (MOS).

“Kalau terkait PKPU sudah pasti kami tanyakan,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, IGD Nyoman Yetna kepada media di Jakarta, Rabu (19/9).

Hanya saja, lanjutnya, sampai saat ini manajemen SOCI belum menyampaikan jawaban resmi kepada BEI. Nyoman menambahkan, seharusnya manajemen SOCI menyampaikan hasil PKPU tersebut kepada publik, karena sebagai bagian keterbukaan informasi.

Sebagai informasi, PT Multi Ocean Shipyard didirikan pada 2 November 2007 lalu oleh Soechi khusus untuk bergerak di bidang galangan kapal. Pada 2014, Soechi meningkatkan modal ditempatkan dan disetor MOS dari Rp 300 miliar menjadi Rp 420 miliar dengan konversi utang MOS kepada Soechi. Selanjutnya pada 2016, modal ditempatkan dan disetor kembali ditingkatkan menjadi Rp 840 miliar dengan cara yang sama.

Saat ini, MOS seperti yang dikutip dari Laporan Keuangan Auditan Soechi, sedang membangun 3 kapal tanker untuk PT Pertamina (Persero) dengan rincian satu kapal perintis untuk Satuan Kerja Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Laut Pusat dan dua kapal kenavigasian untuk Satuan Kerja Pengembangan Kenavigasian Pusat.

Konstruksi masih di tengah jalan, dengan persentase kemajuan konstruksi 3 kapal tanker sebesar 98,18 persen, 71,08 persen dan 61,20 persen. Lapal perintis sebesar 88,29 persen dan kapal kenavigasian telah selesai namun belum diserahkan. Perjanjian dengan Pertamina malah sudah diperpanjang hingga dua kali dikarenakan PT Multi Ocean Shipyard tidak dapat menyelesaikan pembangunan kapal tepat waktu.

Nilai kontrak kepada dua pemesan itu mencapai USD 69,2 juta. Sayangnya, dengan keterlambatan itu, Pertamina berpotensi mengalami pembengkakan biaya operasional karena membayar sewa USD 12 ribu per hari atau USD 35,08 juta. Sedangkan, Dirjen Hubla berpotensi mengeluarkan USD 3.000 per hari atau USD 1,88 juta dalam tiga tahun.

(srs/JPC)