25 radar bogor

Prajurit Marinir Tewas di Markas, Keluarga Yakin Bukan Bunuh Diri

Keluarga marinir yang tewas di markas.

SURABAYA-RADAR BOGOR, Seorang prajurit marinir di Surabaya ditemukan tidak bernyawa, Senin lalu (10/9).

Namanya, KLK Achmad Halim Mardyansyah (29). Dia dilaporkan meninggal karena gantung diri di tempat dinasnya, Detasemen Perbekalan Pangkalan Marinir (Denbek Lanmar) Karang Pilang, Surabaya. Tapi, keluarga tak percaya.

Mereka meyakini bila Halim -sapaan akrab Achmad Halim Mardyansyah- sengaja dihabisi saat jam piket. Bukan bunuh diri seperti disampaikan rekan-rekannya di Marinir.

Hingga Sabtu ini (15/9), penyebab kematian Halim masih menjadi misteri. Tim dari Pomal Lantamal V sampai diterjunkan untuk menguak tabir di balik kematian sang prajurit.

JawaPos.com mengorek langsung informasi terkait kronologis kematian Halim kepada keluarga. Kamis malam (13/9), JawaPos.com mendatangi rumah duka di Jalan Ksatria I. Rumah tersebut jadi satu komplek dengan Pangkalan Marinir Karang Pilang, Surabaya.

Sekitar pukul 22.00 WIB, tenda duka masih berdiri di depan rumah. Keluarga baru saja selesai menggelar tahlilan untuk mendoakan almarhum. Kursi-kursi plastik berwarna merah terlihat sudah ditumpuk di pinggir gang.

Di teras rumah beralas tikar, keluarga Halim masih duduk bercengkrama. Ada ayah Halim, Peltu (Purn) Sukiman (59), ibunya, Istiatin (54) dan istrinya, Aisyah Syafiera (23). Mereka masih larut dalam duka. Tak percaya Halim telah tiada dengan menyisakan tanda tanya besar.

Sukiman, Istiatin, dan Aisyah sampai hari ini tidak yakin Halim nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Selama ini sosok Halim tidak pernah neko-neko. Mereka percaya Halim tidak akan punya pikiran sesempit itu.

Cerita kalut dari keluarga Halim berawal dari Minggu (9/9). Halim yang seharusnya pulang piket dan semestinya sudah ada di rumah pukul 09.00 WIB tak kunjung datang. Ditunggu hingga siang beralih senja, Halim tak pulang juga. Namun, saat itu keluarga belum punya prasangka macam-macam.

“Kami tetap nunggu. Istrinya WhatsApp juga tidak dibaca. Ya, kami pikir Halim masih sibuk,” cerita Istiatin.

Saat keluarga menanti kepulangan Halim, Minggu malam sekitar pukul 22.00 WIB, ada petugas Denbek mendatangi rumah. Mereka menanyakan keberadaan Halim. Tentu saja keluarga kebingungan. Sebab sejak pagi hari mereka juga menunggu Halim.

Dua orang petugas itu kemudian meminta Istiatin dan Aisyah untuk datang ke kantor. Di sana, barang-barang perlengkapan Halim masih ada. Mulai dari sepeda motor, handphone, laptop, hingga celana training.

”Saya sama Aisyah ke kantor duluan. Bapak nyusul, soalnya masih kerja,” tambah Istiatin.

Sesampainya di ruang tamu kantor, Istiatin dan Aisyah sempat melihat barang-barang milik Halim. Semuanya memang masih lengkap. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Halim.

“Teman yang piket bareng bilang, kalau Halim terakhir di kantor Sabtu malam. Katanya mau beli makan. Setelah itu nggak ada kabar,” lanjutnya.

Selama berada di kantor itu, Istiatin dan Aisyah duduk sendiri. Istiatin tak henti-hentinya berzikir, berdoa agar ada kejelasan nasib putra semata wayangnya. Ada beberapa anggota marinir yang silih berganti mendatangi mereka.

”Dibilangin, yang sabar bu. Sabar ya, Halim pasti ketemu,” kata Istiatin.

Tidak hanya memberi semangat, ada pula seorang anggota yang mengaku punya penerawangan. Dia mengatakan kepada Istiatin dan Aisyah bila Halim punya masalah dengan makhluk ghaib.

”Anggota itu bilang anak saya katut (ikut) sama dua perempuan tak kasat mata. Katanya perempuan itu suka sama anak saya. Bilang juga kalau posisi anak saya ada di Sidoarjo,” katanya lagi.

Istiatin tak mau ambil pusing dengan cerita-cerita menjurus mistis tersebut. Dia masih tetap berusaha percaya sama logikanya.

Saat suaminya, Sukiman (ayah Halim), datang menyusul, entah kenapa cerita Halim berhubungan dengan makhluk gaib itu terus didengungkan. Seketika, tembok kesabaran Istiatin mulai runtuh.

”Saya marah akhirnya mas. Anggota itu bilang anak saya kalap, kena makhluk halus, dan sebagainya. Saya marah, onok opo iki sakjane? (ada apa ini sebenarnya),” cerita Istiatin.

Setelah amarahnya meledak, Istiatin kembali menenangkan diri. Aisyah juga ikut menenangkan mertuanya itu. Sedangkan Sukiman memilih untuk pergi ke musala untuk salat tahajud.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 00.30 WIB, Senin dini hari (10/9). Ketiga anggota keluarga Halim itu sudah mulai letih. Istiatin dan Aisyah lantas memilih untuk pulang lebih dulu.

Saat akan pulang, mereka mencari anggota Denbek. Niatnya ingin berpamitan. Istiatin kemudian berjalan ke belakang kantor yang mengarah ke pohon bambu. Belum sampai belakang, langkahnya dihadang oleh seorang anggota.

”Ibu ngapain ke sini? Jangan ke sini,” ujar Istiatin menirukan ucapan anggota tersebut.

”Dari kejauhan saya lihat banyak orang berkumpul di dekat pohon bambu. Waktu itu saya nggak punya pikiran macam-macam. Karena nggak boleh mendekat ya saya pulang ke rumah,” terang perempuan berhijab tersebut.

Istiatin pulang bersama Aisyah. Sedangkan Sukiman memilih untuk pulang pergi dari rumah ke tempat dinas Halim. Sukiman tidak bisa tidur semalaman, memikirkan nasib Halim.

Senin pagi (10/9), sekitar pukul 05.30, Sukiman yang tetap setia berada di tempat dinas Halim mendapat kabar mengejutkan. Dia diberitahu bahwa Halim sudah meninggal gantung diri di pohon bambu.

”Saya diajak ke belakang, ke pohon bambu. Saya melihat anak saya itu posisinya berdiri, seperti bersandar di pohon bambu. Cuma saya tidak melihat pasti kondisi lehernya tergantung atau tidak,” tutur Sukiman.

Sukiman langsung lemas saat melihat jenazah Halim. Bahkan, saat seorang petugas mengatakan akan menurunkan jenazah Halim, Sukiman sudah tak mampu berkata-kata lagi.

”Saya langsung nggak bisa berdiri. Komandan tanya ke saya, bagaimana bapak? Bisa diturunkan jenazahnya? Saya sudah nggak bisa mikir apa-apa. Saya jawab, terserah komandan,” ujar Sukiman sambil mengusap wajahnya.

Tak berselang lama setelah penemuan jenazah Halim, Istiatin dan Aisyah dijemput di rumahnya. Keduanya diberitahu bahwa Halim sudah meninggal. Istiatin yang masih tidak percaya dengan kabar itu bergegas ke tempat dinas Halim.

Setibanya di sana, dia langsung diarahkan menuju ke pohon bambu. Saat itu jenazah Halim sudah dibaringkan dengan terbungkus selimut menyerupai selendang bermotif batik.

”Pikiran saya langsung nyantol sama kejadian pas dihalang-halangi masuk ke sana, pas malam harinya. Lha wong malam harinya itu banyak orang, kok nggak tahu kalau ada jenazah anak saya di situ. Berarti kan seolah disengaja biar saya nggak ke pohon bambu itu,” kata Istiatin.

Pasca penemuan jenazah itu, Istiatin yang paling tatag. Berbeda dengan Aisyah dan Sukiman yang kondisi psikologisnya lebih terguncang.

Istiatin semakin curiga dengan kejanggalan bunuh diri Halim. Pihak keluarga tidak dibolehkan untuk melihat jenazah lebih dekat oleh anggota Denbek yang berada di sana.

Jenazah Halim kemudian dibawa ke rumah sakit untuk divisum. Di sana, Sukiman menunggui jenazah putranya. Saat itulah, Sukiman melihat kondisi jenazah Halim tidak wajar.

Dia berinisiatif mengambil foto anaknya. Sukiman sempat dilarang memotret oleh seorang rekan kerja Halim yang juga ikut menunggu di sana. Namun Sukiman tidak peduli.

Foto-foto jenazah yang diabadikan Sukiman itu juga ditunjukkan ke JawaPos.com. Wajah Halim memang dipenuhi luka lebam. Kedua lengan dan kedua paha Halim berwarna merah. Juga ada lubang di bawah pinggul sebelah kanan.

Berdasar luka-luka itu, keluarga menduga kuat bila Halim sempat mendapat kekerasan fisik dari rekan-rekan seprofesinya. Keluarga curiga Halim dibunuh, bukan bunuh diri. Sejak awal mereka merasa sudah dipermainkan.

”Sejak dapat kabar Halim hilang, kami merasa semua ini sudah direncanakan. Kenapa kalau memang Halim itu gantung diri, kami nggak dikasih tahu sejak awal,” tutur Istiatin.

Seluruh keluarga berharap ada titik terang terhadap kematian Halim. Mereka percaya bahwa masih ada keadilan. Jenazah Halim sendiri sudah dimakamkan di TPU Karang Pilang, Senin siang (10/9).

”Anggota Pomal sudah ke sini. Kami juga diberi tahu hasil visum yang sudah keluar. Mudah-mudahan terungkap,” punkas Istiatin.
Sementara itu, dikonfirmasi JawaPos.com melalui sambungan telepon, Jumat (14/9), Kadispen Kormar Letkol (Mar) Ali Sumbogo menjelaskan bahwa kasus tersebut memang sedang diselidiki lebih lanjut oleh Pomal Lantamal V Surabaya.

”Sudah ada tim yang diterjunkan, sudah kami laksanakan sesuai prosedur. Prosesnya sedang berlangsung,” terang Ali.

Hanya saja Ali masih belum bisa membeberkan proses penyelidikan. ”Karena masih penyelidikan internal, kami masih menunggu hasilnya dari sana (Surabaya, Red). Jadi saya belum berani merilis apa-apa kalau ada sesuatu yang (masih) dikerjakan. Saya akan merilis sesuatu apabila proses selesai,” tambah Ali. (ysp)