25 radar bogor

Rommy Mangkir Pemeriksaan KPK, Alasannya Lagi Jadi Khatib

Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy (Rommy) saat menemani Presiden Jokowi di Jawa Timur beberapa waktu lalu. Rommy harus menjalani pemeriksaan KPK terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh Wabendumnya.
Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy (Rommy) saat menemani Presiden Jokowi di Jawa Timur beberapa waktu lalu. Rommy harus menjalani pemeriksaan KPK terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh Wabendumnya.
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK). Politikus yang biasa disapa Rommy itu seharusnya diperiksa terkait penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik KPK di rumah Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono beberapa waktu lalu.

Menanggapi itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arsul Sani mengatakan, alasan kenapa ketua umumnya mangkir, karena Rommy sedang ada di luar kota untuk menjadi penceramah Salat Idul Adha pada Rabu (22/8).

“Sudah terjadwal di Yogyakara. Rommy akan Jadi khatib Salat Idul Adha. Jadi memang sudah terjadwal,” ujar Arsul saat ditermui di Gedung KPU, Jakarta, Senin (20/8).

Arsul menambahkan, ketua umumnya juga telah meminta jadwal ulang dalam pemeriksaan dari lembaga yang dikepalai oleh Agus Rahardjo tersebut.

“Sudah dikonfirmasi dan disampaikan minta jadwal ulang,” katanya.

‎Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Romahurmuziy atau Rommy, mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Staf Rommy juga sudah datang ke KPK untuk meminta izin bahwa tidak bisa menghadiri pemeriksaan di lembaga antirasuah ini.

Diketahui, KPK hari ini mengagendakan pemeriksaan kepada Rommy, kata Febri. Pemeriksaan berkaitan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik KPK di rumah Wakil bendahara umum PPP Puji Suhartono beberapa waktu lalu.

Dalam kasus ini KPK menetapkan empat tersangka, Yaya Purnomo dan Amin Santono bekas anggota Komisi Keuangan DPR . Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lain dari pihak kontraktor yakni Ahmad Ghiast dan Eka Kamaluddin sebagai pemberi hadiah.

Kasus ini terungkap bermula dari operasi tangkap tangan yang digelar KPK terhadap Amin di kawasan Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada 4 Mei 2018. Dalam operasi itu, KPK menyita Rp 400 juta dan bukti transfer Rp 100 juta kepada Amin, serta dokumen proposal dari mobilnya. Setelah menangkap Amin, KPK kemudian menangkap Yaya, serta Ahmad dan Eka di lokasi berbeda.

KPK menyangka total uang Rp 500 juta yang diterima Amin adalah sebagian dari suap yang dijanjikan sebesar 7 persen dalam dua proyek di Kabupaten Sumedang bernilai Rp 25 miliar. ‎

(gwn/JPC)