25 radar bogor

Eksportir Curhat ke Sri Mulyani Mahalnya Bea Masuk Barang ke Eropa

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani dicurhati eksportir tingginya bea masuk ke Eropa (Miftahul Hayat/JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pemerintah terus mendorong peningkatan ekspor Indonesia. Di sisi lain, upaya itu juga dibarengi dengan pengurangan impor. Hal itu dilakukan guna memperbaiki kinerja neraca perdagangan Indonesia yang belum menunjukkan hasil positif.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk mendorong upaya tersebut, pihaknya telah memberikan insentif kepada para eksportir melalui fasilitas fiskal berupa kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), pembebasan bea masuk ditanggung pemerintah, hingga diskon pajak.

“Kami ingin membantu dan tidak makin menurun (neraca perdagangan), bahwa tenaga dan pikiran Bapak/Ibu untuk tidak ngurusin yang rese, tapi untuk pasar bagus. Tenaga dan pikiran untuk seperti itu,” ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Selasa (7/8).

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mendapat keluhan dari eksportir nanas dan pisang, Great Giant Food (GGF). Mereka mengeluhkan selama ini pihaknya harus membayar bea masuk yang relatif tinggi untuk ekspor ke Eropa. Hal ini terasa tidak adil, karena beberapa negara seperti Vietnam dan Filipina bebas bea masuk ke negara tersebut.

“Misalnya pisang kita mau masuk ke Eropa, kita bisa kena bea masuk 15 persen, sedangkan di Filipina nol persen saja,” kata Direktur Hubungan Pemerintah GGF Welly Soegiono.

Sementara itu, untuk ekspor nanas ke Tiongkok, pihaknya juga mengalami kendala lantaran kedua negara belum melakukan perundingan. Menurutnya, Negeri Tirai Bambu itu justru mengimpor nanas dari negara yang letaknya jauh.

“Nanas ke China kita enggak bisa masuk, karena belum ada perundingan pemerintah Indonesia dengan China. China ambil dari Meksiko yang jauh dari dia, kenapa dia enggak ambil yang lebih dekat, di Indonesia,” tegas Sri Mulyani.

Merespon hal tersebut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai pemerintah seharusnya bisa melakukan lobi. Untuk itu, pihaknya akan segera menindaklanjuti masukan tersebut.

“Mestinya memang enggak boleh ada diskriminasi harga. Seharusnya Indonesia bisa melakukan lobi, terutama dengan negara Asia ataupun ASEAN. Nanti ini akan jadi bahan pertimbangan kami untuk menteri lain, nanti akan saya sampaikan ke sidang kabinet, saya langsung tanyakan ke menteri terkait,” tandasnya.

(hap/JPC)