25 radar bogor

Pemerintah Bisa Komersilkan Tarif KRL, Kalau Hal Ini Terjadi

Ilustrasi KRL Bogor
Ilustrasi KRL Bogor-Jakarta Kota
Ilustrasi commuter line, yang kini setiap tahunnya disubsidi sekitar Rp 1,6 triliun (DOK. JAWA POS)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Sebagai moda andalan warga Jabodetabek, kereta api commuterline terus menunjukkan khasiatnya. Hal itu tergambar dari jumlah penumpang yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kementerian Perhubungan menyebut saat ini jumlah penumpang commuterline ada 1,15 juta per hari. Hanya sedikit saja untuk bisa mencapai target penumpang PT KAI Commuter Indonesia (KCI) yakni 1,2 juta per hari.

KCI pun terus berbenah dalam menyediakan pelayanan terbaik bagi penumpang setianya. Selain perbaikan prasarana. KCI juga menambah jalur Double Double Track (DDT) guna mengurai kepadatan jalur terutama saat jam kerja di Stasiun Manggarai.

Tentu saja tujuannya supaya tak ada lagi kereta yang harus mengantre saat hendak masuk ke Stasiun Manggarai. Diharapkan dengan adanya DDT itu tak ada lagi kereta yang ‘berebut’ jalur sehingga menyebabkan perjalanan terhambat.

Direktur Jenderal Perekeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri menyebut apabila proyek DDT selesai dan waktu keterlambatan sudah tidak terjadi lagi, bukan tidak mungkin bisa diberlalukan tarif komersial.

Asal tahu saja, tarif yang dipatok KCI saat ini adalah tarif Public Service Obligation (PSO) yang disubsidi oleh pemerintah. Dari total subsidi kereta sebesar Rp2,3 triliun pada 2018 sebesar Rp1,6 triliun dialokasikan untuk mensubsidi penumpang KRL.

“Tarif Rp3ribu itu jika dihitung sesuai nilai keekonomian harusnya Rp6 ribu. Kebijakan (PSO) ini sangat berhasil karena sekarang penumpang KRL sudah diatas 1,2 juta penumpang,” tuturnya di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (6/8).

Zulkifri menilai tidak elok apabila tarif commuterline ikut nilai keekonomian apabila masih terjadi delay. Untuk itu, pihaknya mengaku akan mempercepat proyek DDT untuk menghindari antrean.

“Kalau kita berlakukan tarif komersial tapi masih banyak delaynya kan gak pas. Maka kita selesaikan DDT dulu,” ungkapnya.

Namun begitu, ia juga mengaku memiliki formula lain untuk menekan subsidi yang selama ini diberikan kepada penumpang KRL supaya tepat sasaran. Misalnya, dengan memberi tarif khusus kepada para pelajar dan pekerja yang berpendapatan rendah.

“Formula sebenarnya banyak, misal untuk Sabtu Minggu diberlalukan tarif komersil. Tapi tetap ya harus diimbangi dengan fasilitas yang komersil juga,” jelasnya.

(uji/JPC)