25 radar bogor

Aksi Kekerasan di Sekolah, Pakar Pendidikan: Jangan Salahkan Anak

Ilustrasi kekerasa anak di sekolah. (The Slovenia Times)
Ilustrasi kekerasa anak di sekolah. (The Slovenia Times)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Adanya kasus kekerasan anak di sekolah menimbulkan kekhawatiran. Padahal, sekolah harusnya bisa jadi tempat yang aman bagi anak untuk mengembangkan diri untuk membentuk karakter. Jika sudah begini, siapa yang harus bertanggung jawab?

Pemerhati dan Pakar Pendidikan Muhammad Agus Syafii mengaku prihatin atas kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak kepada teman sebayanya di sekolah. Salah satunya kejadian yang baru saja terjadi pada akhir Juli 2018 lalu, yakni kasus kekerasan anak yang berujung kematian siswa Sekolah Dasar di Garut.

“Tentu saat anak dan anak berkelahi hingga menyebabkan kematian ini menjadi sebuah pukulan besar bagi dunia pendidikan,” kata pria yang merupakan Pendiri Rumah Amalia sebuah tempat belajar anak yatim piatu dan duafa kepada JawaPos.com, Jumat (3/8).

Dia menjelaskan, tindakan kekerasan anak hingga berujung kematian tersebut adalah sebuah kegagalan di sekolah. Menurutnya, sekolah seharusnya bisa menjadi benteng dari anak-anak didiknya.

“Sekolah harusnya adalah benteng terakhir kita untuk memiliki akal sehat. Kalau mereka (anak) punya masalah, dan tidak memiliki akal sehat, maka mereka akan menyelesaikannya dengan kekerasan,” paparnya.

Imbauan itu selalu disampaikan kepada para siswa dan orang tua terutama dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN) di Rumah Amalia. Menurutnya saat terjadi kasus kekerasan, tak bisa sepenuhnya disalahkan kepada anak.

“Kekerasan yang terjadi pada dua anak sekolah sebenarnya tidak bisa disalahkan kepada anak-anak. Justru, anak-anak menjadi salah satu korban. Mengapa? Karena selama ini, anak atau murid hanya dijadikan objek penerima pembelajaran dari guru,” kata Agus.

Sekolah yang sukses, menurutnya, adalah sekolah yang dapat mencetak anak-anak bahagia bukan hanya dengan mengukur prestasi akademik. Terlebih, banyak sekali sekolah yang mengutamakan mutu namun membanderol biaya tinggi.

“Sekolah yang bermutu tidak selamanya harus mahal. Tolak ukur sekolah sukses adalah menghasilkan anak yang bahagia,” tegasnya.

Sebelumnya seorang siswa menjadi korban dalam kasus penikaman seorang bocah SDN 1 Cikandang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, pada akhir Juli 2018 lalu. Korban tewas oleh teman sekelasnya akibat benda tajam.

(ika/JPC)