25 radar bogor

Kuasa Hukum Jhon Wempi – Habel Sayangkan Sikap KPU – Bawaslu

cagub papua jhon wempi
cagub papua jhon wempi

JAKARTA – RADAR BOGOR, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang terkait sengketa hasil Pilkada Papua 2018, Selasa (31/7).

Sidang kali ini berisi agenda mendengarkan jawaban KPU Papua, Bawaslu Papua, dan pihak terkait, yakni pasangan nomor urut satu Lukas Enembe-Klemen Tinal.

Lukas-Klemen merupakan lawan pasangan Jhon Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae pada Pilkada Papua 2018 lalu.

Saleh selaku kuasa hukum Jhon Wempi-Habel mengatakan, dalam persidangan pertama pada 26 Juli lalu, majelis hakim meminta termohon, Bawaslu, dan pihak terkait menjawab poin-poin sesuai dalil permohonan pemohon.

“Nyatanya, termohon, Bawaslu dan Pihak Terkait sebagaimana jawaban yang dibacakan di persidangan mereka hanya membuat jawaban secara normatif dengan tidak menanggapi secara langsung 13 kabupaten yang dipersoalkan sebagaimana permohonan pemohon,” kata Saleh usai sidang.

Dia menambahkan, keanehan berlajut ketika Pihak Terkait menjawab hanya membuktikan secara sampling di sepuluh TPS di salah satu kabupaten.

Padahal, sambung Saleh, pihak terkait bukan lembaga survei. Menurut dia, mereka mengklaim semua C-1 KWK ada, tetapi tidak mau membuktikan di MK.

“Ini membuktikan bahwa memang benar di 13 kabupaten yang didalilkan oleh pemohon tidak ada pencoblosan dan pihak terkait tidak mempunyai C-1 KWK di 13 kabupaten,” kata Saleh.

Saleh menjelaskan, jawaban dari KPU Papua juga sangat normatif dan cara menyusun bukti sangat belepotan sehingga membuat pemohon kaget.

Selain itu, sambung Saleh, dalam waktu enam hari juga tidak mampu menunjukkan bukti secara maksimal sehingga diingatkan oleh majelis hakim.

“Ini membuktikan bahwa KPU Papua tidak siap menghadapi permohonan pemohon yang mampu membuktikan 136 bukti yang telah diserahkan ke MK,” kata Saleh.

Saleh menambahkan, ada ketidaksinkronan antara KPU dan Bawaslu Papua terkait sistem noken.

Menurut Saleh, KPU Papua menyatakan sistem noken terjadi di 14 kabupaten.

Namun, sambung Saleh, menurut Bawaslu Papua ada 16 kabupaten yang menggunakan sistem noken.

Atas ketidakmampuan menjawab permohonan pemohon, maka termohon dan pihak terkait hanya mengalihkan ke ambang batas.

“Padahal, ini terkait dengan kejahatan demokrasi di tanah Papua yang tidak terjadi pelaksanaan pilkada di 13 kabupaten,” kata Saleh.

Dia juga menyangkan sikap Bawaslu Papua yang memberi jawaban normatif dengan menyatakan tidak ada pelanggaran.

Padahal, sambung Saleh, pemohon telah membuktikan banyaknya laporan yang dibuat oleh tim pemohon yang sudah dijadikan bukti di MK namun tidak ditindaklajuti oleh Bawawaslu.

“Sebagai lembaga yang mendapatkan anggaran kurang lebih Rp 270 miliar, apa saja kerja Bawaslu sampai tidak tahu adanya 13 kabupaten yang tidak melaksanakan pemilihan?” kata Saleh. (jos/jpnn)